Siaran Pers : Ada atau Tanpa SFMP, APRIL Terus Merusak Hutan Riau

Pekanbaru, 26 Januari 2016– Pada 28 Januari 2014, APRIL mengumumkan komitmen jangka panjang bernama Sustainabe Forest Management Policy (SFMP) atau Kebijakan Pengelolaan Hutan Lestari, setelah dapat tekanan dari WBCSD.

Sepekan sebelumnya, APRIL terancam dikeluarkan dari keanggotaan World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), atau Dewan Bisnis Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan. WBCSD sebuah organisasi beranggotakan 200 perusahaan besar di seluruh dunia yang membuat komitmen bisnis ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Kebijakan yang dikeluarkan APRIL ini pada intinya berkomitmen hendak konservasi hutan yang telah rusak, manajemen pengelolaan gambut, menyelesaikan konflik sosial dan mematuhi hukum.

“Namun ini hanya diatas kertas saja. Kenyataannya masih banyak anak perusahaan APRIL yang melakukan pembakaran lahan dan berkonflik dengan masyarakat,” ujar Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.

Dari hasil pantauan Jikalahari 37.365,22 Ha deforestasi terjadi di area konsesi APRIL sepanjang 2013-2015. Dengan angka tertinggi dipegang oleh PT. Riau Andalan Pulp and Paper Blok Pulau Padang 15.871,71 Ha. Pada 17-19 Oktober 2014, Jikalahari juga menemukan kembali penebangan hutan alam dan pengrusakan gambut dalam di areal PT Riau Andalan Pulpa and Paper (PT RAPP) di Desa Bagan Melibur.

Ada tiga alat berat baru saja menebang hutan alam dan menggali gambut untuk dijadikan kanal. Satu alat berat berhenti bekerja, dua alat berat lainnya sedang menebang hutan alam. Citra satelit Landsat tanggal 27 Oktober, 4 dan 12 November juga menunjukkan penebangan hutan alam berlanjut di bagian selatan konsesi. Sekitar 870 ha dan 580 ha hilang setelah penerbitan SFMP di Pulau Padang. Citra satelit Landsat tanggal 27 Oktober, 4 dan 12 November juga menunjukkan penebangan hutan alam berlanjut di bagian selatan konsesi.

Melihat komitmen yang tidak direalisasikan tersebut, masyarakat sipil mendesak APRIL untuk memperbaiki komitmen tipu-tipu tersebut, sehingga pada 3 Juni 2015 APRIL kembali meluncurkan SFMP jilid 2.0 yang mereka anggap sebagai evolusi dari SFMP0.1.

APRIL menjanjikan tidak akan ada penebangan hutan alam baik di lahan berhutan maupun di lahan gambut berhutan sejak 15 Mei 2015. APRIL berkomitmen menghilangkan kegiatan deforestasi dari rantai pasokan dan melindungi hutan dan lahan gambut di mana perusahaan beroperasi, serta mendukung praktek terbaik dalam pengelolaan hutan di semua negara dimana perusahaan mendapatkan bahan baku kayu. APRIL juga berkomitmen menghormati hak asasi manusia serta aspek-aspek lingkungan dalam rantai pasokan perusahaan.

Paska peluncuran SMFP 2.0 juga tidak terjadi perubahan progresif yang dijanjikan. APRIL baru sebatas melakukan sosialisasi dengan masyarakat sipil terkait “komitmen” SFMP 2.0. Justru pelanggaran Komitmen ini terus terjadi, bahkan secara sistematis dibiarkan oleh APRIL.

“APRIL tidak serius dalam merealisasikan komitmen SFMP dan SFMP 2.0. Ada atau tidaknya komitmen tersebut, APRIL tetap merusak hutan Riau,” kata Woro.

Catatan Jikalahari, justru sepanjang 2015, ada sebanyak 1.782 hotspot di areal konsesi milik grup APRIL. Hotspot terbanyak berada di area konsesi PT Riau Andalan Pulp and Paper, sebanyak 240 hotspot. Selain itu juga terjadi konflik lahan antar masyarakat dengan anak perusahaan APRIL.

Salah satunya konflik warga kampung di Kecamatan Bengkalis dan Kecamatan Bantan dengan PT Rimba Rokan Lestari. Sejak izin PT RRL dikeluarkan pada 1998, tidak pernah melakukan sosialisasi ke masyarakat.

PT RRL memiliki ijin IUPHHK SK 262/Kpts-II/1998 seluas 14.875 di Pulau Bengkalis.

Baru pada Juli 2015 PT RRL menyampaikan akan beroprasi dan itu pun disampaikan di Kantor Dishut Bengkalis. Sembilan Desa yang di survei, keseluruhanya masuk dalam areal PT RRL. Belum ada solusi yang dihasilkan dari hasil hearing masyarakat dengan PJ Bupati bengkalis dan DPRD Bengkalis.

Masyarakat merasa cemas dengan kabar akan beroprasinya PT RRL. Seluruh masyarakat Kecamatan Bantan dan Kecamatan Bengkalis khususnya 9 Desa yang terkena konsesi PT RRL menolak keberadaan PT RRL.

Selain itu, sepanjang Oktober 2015 Jikalahari bersama Eyes on the Forest (EoF) melakukan investigasi. Temuannya adalah kebakaran hutan dan lahan banyak terjadi di dalam konsesi perusahaan afiliasi APRIL.

“Jika SFMP ini hanya dilahirkan untuk membuat APRIL tidak dikeluarkan dari keanggotaan WBCSD, berarti memang niatan tulus APRIL untuk memperbaiki lingkungan yang telah dirusaknya,” tukas Woro.

Jikalahari merekomendasikan agar APRIL benar-benar merealisasikan janjinya dalam SFMP dengan cara tidak mengelola lahan bekas terbakar meski itu untuk tanaman pokok akasia. Juga mengembalikan tanah rakyat yang telah dirampas terutama tanah masyarakat hukum adat.

Info lebih lanjut hubungi:

Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari, 08117574055

Okto Yugo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari, 085374856435

 

Download (PDF, 116KB)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *