Laporan EoF: APRIL, pengolah pulp dari hutan alam Sumatera terbesar yang bermasalah dengan legalitas, konflik sosial

PEKANBARU, RIAU – Terlepas dari janjinya kepada para pelanggan bahwa mereka akan hanya menggunakan serat perkebunan untuk memasok pabrik pengolahan pulp hingg2009, namun pasokan kayu bagi raksasa pulp dunia Asia Pacific Resources International Limited, APRIL, telah menyebabkan hilangnya sekitar dua kali luas Singapura, di provinsi Riau, sejak tenggat waktu itu.

APRIL bagian dari grup Royal Golden Eagle yang bermarkas di Singapura, menganggap pabrik olah pulp-nya di Riau sebagai “pabrik pengolahan terbesar di dunia” dengan produksi sekitar “3,5 juta ton pulp dan kertas”.

Dalam laporan terbarunya bertajuk, APRIL: penghancur hutan terbesar di Riau 2009-2012 – legalitas dipertanyakan, konflik sosial dan pemanasan global, koalisi Eyes on the Forest merincikan kabar terbaru bagaimana APRIL masih saja bergantung pada penebangan hutan alam, meskipun keberadaan bisnisnya sudah berusia 17 tahun.  Perusahaan mengakui secara kontroversial bahwa konversi signifikan hutan menjadi perkebunan, adalah langkah mendasar bagi APRIL Indonesia dalam proses kami membangun pasokan kayu serat yang bisa diperbarui.

Pasokan kayu APRIL telah terlibat dengan praktek-praktek yang dapat dipertanyakan legalitasnya. “APRIL sudah dikenal menghancurkan kayu hutan hujan di konsesi-konsesi yang memiliki izin melalui praktek korupsi dan mengabaikan kawasan yang berada dalam peraturan rencana tata ruang wilayah nasional,” kata Hariansyah Usman, Direktur Eksekutif WALHI Riau. “Gugatan hukum senilai triliunan rupiah sedang dipersiapkan oleh  Kementerian Lingkungan Hidup terhadap sejumlah pemasok APRIL karena mengakibatkan kerusakan lingkungan dan kami tentu saja siap mendukung proses hukum dengan memberikan data-data.”

Laporan terbaru EoF ini justru membantah citra hijau yang diukir dan dibangun APRIL secara halus dengan kesan operasi lestarinya maupun perlindungan terhadap Nilai-nilai Konservasi Tinggi. “Hingga kini, model bisnisnya justru bergantung pada penghancuran hutan yang memiliki nilai-nilai tersebut,” ujar Aditya Bayunanda dari WWF Indonesia. “Diperparah dengan fakta ini bahwa ada 69 persen kawasan pasokan kayu pulp berada pada hutan gambut yang dibuka kanalnya untuk perkebunan, mengemisi sejumlah besar CO2 dan gas rumah kaca ke dalam atmosfir. Hal ini langsung bertentangan dengan komitmen mendunia Presiden SBY bagi pengurangan emisi gas rumah kaca yang signifikan.”

“Kami mendesak para pembeli global maupun investor untuk menghindari dikaitkan dengan penghancuran hutan tropis dan gambut oleh APRIL serta perusahaan bisnis terkait dengannya, dan tidak membiarkan diri mereka terjebak oleh kampanye green-washing oleh perusahaan itu,” ujar Muslim Rasyid, koordinator Jikalahari. “Kami mengharapkan adanya perlawanan kuat dan terus menerus dari masyarakat yang marah terhadap kegiatan perusakan hutan alam oleh perusahaan, akibat hilangnya penguasaan atas hutan yang dimiliki secara tradisional dan adanya kerusakan lingkungan yang berdampak kepada masyarakat di dunia secara umum.”

Catatan bagi redaksi:

  •  “APRIL: Penghancur hutan alam terbesar di Riau 2009-2012 legalitas dipertanyakan konflik sosial dan pemanasan global tersedia di : www.eyesontheforest.or.id
  • Rincian nilai konservasi dan ancaman bagi provinsi Riau tersedia melalui peta interaktif di: maps.eyesontheforest.or.id

###

Untuk informasi lebih lanjut, sila hubungi:

  • Muslim Rasyid, Jikalahari ph: +62 812 7637 233
  • Hariansyah Usman, WALHI Riau ph: +62 812 7669 9967
  • Afdhal Mahyuddin, EoF Editor ph: +62 813 8976 8248

Eyes on the Forest (EoF) adalah koalisi LSM Lingkungan di  Riau, Sumatra: Jikalahari (Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Alam Riau), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) Daerah Riau and WWF-Indonesia, Program Riau. EoF memantau status hutan alam tersisa di Riau dan menyebarluaskan informasi ke seluruh dunia sejak 2004. Untuk berita lebih banyak soal  Eyes on the Forest, sila buka: http://www.eyesontheforest.or.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *