Climate Change Oportunity for Rural Community

Oleh Fadil Nandila, Wakil Koordinator Jikalahari

CLIMATE change oportunity for rural community, sebuah tawaran konsep alternatif dari Provinsi Riau untuk skema pembiayaan mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.

Dasar pemikiran dari tawaran ini, masyarakat miskin seharusnya menerima benefit dari berbagai upaya mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Masyarakat Peduli Api (MPA) yang ada hampir di seluruh desa di Riau, anggotanya didominasi masyarakat yang bukan pemilik perkebunan luas, melainkan para buruh perladangan, para tukang, maupun pekerja serabutan.

Karena anggota masyarakat desa relatif lebih berada, tak begitu tertarik aktif dalam MPA.Atas dasar itu CCORC untuk sementara didefinisikan sebagai berikut; MPA merupakan komunitas desa/kelurahan berjuang perkecil emisi gas rumah kaca dari aktifitas pembukaan lahan, pembersihan lahan dan kebakaran alamiah di ekosistem hutan rawa gambut Provinsi Riau.

MPA adalah komunitas yang perlu dipertimbangkan sebagai unit komunitas berhak dapat operasional dan benefit dari upaya mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Baik dari derivasi skema CDM, derivasi skema REDD dan skema lainnya yang sedang dibangun berbagai pihak.

Sistem Ronda Anti ApiMemfungsikan organisasi MPA sebagai penyuluh dan motivator di tingkat desa/kelurahan untuk perkecil kemungkinan terjadi pembakaran lahan gambut dan memperbesar kekuatan tenaga partisipasi pemadaman jika kebakaran tetap terjadi. Sebagai penyuluh, tim ronda berdiskusi dengan warga untuk mendistribusi pengetahuan tentang bahaya kebakaran pada tanah bergambut.

Sebagai motivator, tim ronda membangun empati warga agar bersedia melanjutkan distribusi pengetahuan bahaya kebakaran tanah gambut dan siap memberi info kepada MPA bila ditemukan titik api serta menyegerakan pemadaman tanpa menunggu rombongan MPA. Di Riau, banyak desa/kelurahan telah terbentuk organisasi MPA yang legalitasnya diterbitkan pemerintah tingkat kecamatan.

Kelompok legal ini ada yang merupakan gabungan anggota masyarakat dari berbagai desa/kelurahan, juga ada subgroup pada tiap desa namun dinaungi dalam satu lembaran legalitas kelompok dan juga ada yang berlegalitas diterbitkan oleh desa/kelurahannya sendiri.

Selanjutnya Badan Lingkungan Hidup (BLH) kabupaten/kota bahkan provinsi melakukan kegiatan pembinaan terhadap kelompok MPA dan kerap bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan beroperasi sekitar kawasan desa/kelurahan.

Karena tingkat kebakaran hutan dan lahan sangat tinggi ketika itu di Riau, tema pembinaan cenderung diarahkan pada sistem partisipasi pemadaman dini (penguatan regu pemadam kebakaran); pemahaman tentang tingkah laku api di lahan gambut, pemahaman tentang mesin dan selang pemadaman, sistem pengoperasian alat pemadaman dan koordinasi regu pemadaman.

Atas dasar ini wajar saja pembiayaan kegiatan pembinaan MPA cenderung untuk; pertemuan pembinaan, pengadaan alat pemadaman dan biaya pemadaman. Tidak tersedia biaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan pada APBD.Sedangkan sistem ronda anti api merupakan sistem pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Sistem dibangun atas pertimbangan beberapa hal dari hasil diskusi evaluasi dengan MPA yang dipersiapkan sebagai regu pemadaman; 1) anggota MPA harus meninggalkan sejenak aktifitas bertani/berkebun apabila ada kejadian kebakaran, 2) anggota MPA menjemput peralatan pemadaman dan menginstalasi dengan sumber air yang tersedia di kawasan kebakaran, 3) Kepala desa, camat dan pemerintah kabupaten/kota mendistribusi dana pemadaman penanggulangan awal dan dana penanggulangan lanjutan (Tim manggala agni dan atau Tim reaksi cepat), 4) Lahan dan hutan telah terbakar, Tim pemadam pulang dalam kondisi lelah dan harus menyelesaikan laporan penggunaan biaya pemadaman.

Sistem ronda dibangun untuk memperkecil kejadian melelahkan terurai di atas.Prosedur Penyelenggaraan ronda anti kebakaranDapat dilihat pada lampiran (dokumen prosedur penyelenggaraan patroli). Dokumen prosedur ini mengurai informasi teknis penyelenggaraan ronda dan dilengkali formulir-formulir laporan kegiatan teknis dan keuangan. Bahagian dokumen terdiri dari: I. Dokumen Prosedur Penyelenggaraan; II. Batasan Kewenangan Ronda; III. Kewajiban Ronda; IV. Hak Ronda; V. Tugas Ronda; VI. Prosedur Ronda; A. Mengamati; B. Sosialisasi; C. Pelaporan; D. Rapat penyempurnaan prosedur rondaLampiran dokumen prosedur terdiri dari: 1) Absensi Ronda; 2) Penerimaan Dana Operasional Ronda; 3) Logbook  Ronda Pencegahan Banjir, Kekeringan Dan Kebakaran Lahan/Hutan Gambut; 4) Perencanaan Penugasan Ronda; 5) Daftar Nama Petugas Ronda Jejak Pengembangan Sistem Ronda Pemerintah daerah melalui BLH maupun Dinas bidang kehutanan atau perkebunan saat melakukan kegiatan pembinaan terhadap MPA sebagai regu pemadam tingkat desa dan kecamatan, dapat dipastikan tetap ada pemberian materi wacana pencegahan kebakaran. Baik tentang pencegahan terhadap “kebakaran” ataupun pencegahan terhadap “pembakaran”.

Namun Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mencoba partisipasi terhadap program pemerintah ini dengan cara membangun sistem ronda anti api. Pengembangan sistem ini diawali dengan penandatanganan kerjasama antara Indonesia dan Malaysia untuk mengatasi kabut asap di Pulau Sumatera pada 2008 (?) Oleh kementrian membidangi lingkungan hidup masing-masing negara. Jikalahari bekerjasama dengan salah satu LSM Global Environment Centre (GEC) di Malaysia pada 2009 untuk mendukung komitmen dua negara ini.

Kegiatan utamanya membangun kawasan percontohan blocking canal, membangun sumur-sumur pemadaman dan percontohan pertanian tanpa pembakaran lahan. Dengan perdebatan inovasi kegiatan yang alot antara Jikalahari dan GEC, akhirnya sistem ronda dimunculkan sebagai bonus program kerjasama ini dan diujicoba pada tiga desa di wilayah adminstrasi pemberintahan Kabupaten Rokan Hilir, Riau.

Setelah kerjasama antara Jikalahari dan GEC berakhir, selanjutnya Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatera (PPES) berinisiatif mengembangkan sistem ini bersama Jikalahari pada tiga kabupaten yaitu; Pelalawan, Siak dan Bengkalis yang diperkirakan memiliki hotspot cukup banyak. Dalam pengembangan ini PPES menggandeng BLH kabupaten dan perusahaan bidang kehutanan.

Dan BLH Kabupaten Pelalawan melibatkan BLH Provinsi Riau. Berikut ini rangkaian jejak pengembangan sistem ronda yang terjadi di provinsi Riau. Kendala dan Kendali Pengembangan Sistem RondaDari proses pendampingan  sistem ronda ditemukan kendala berbeda-beda dan kendali yang diberikan. Selanjutnya perlu dilakukan Inovasi pengembangan sistem ronda sebagai upaya gerakan sosial penanggulangan bersama  terhadap kebakaran hutan dan lahan di Riau.

Targetnya:Masyarakat  dunia usaha bidang pertanian, perkebunan,kehutanan menyadari asap merupakan masalah bagi; kesehatan warga, keselamatan transportasi, keselamatan aset dan citra kenegaraan. Masyarakat harus turut berpartisipasi menanggulangi hal ini secara bersama sesuai tingkat kepentingannya.

Pemerintahan (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan Republik Indonesia) menyadari partisipasi masyarakat dunia usaha membutuhkan dukungan kebijakan dan infrastruktur yang menjamin berjalannya partisipasi masyarakat dunia usaha dan masyarakat umum.

Negara-negara konsumen minyak fosil Riau, minyak nabati Riau, dan pulp & paper Riau, menyadari mereka harus mendukung partisipasi masyarakat Riau dan pemerintahnya guna menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau. Selayaknya sistem ronda dan sistem regu pemadaman dini oleh MPA dapat menjadi income tambahan bagi warga tempatan guna taja ragam skema perdagangan karbon dunia (climate change oportunity).***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *