APP Membiarkan Satwa Dilindungi Dibunuh dan Mengkriminalkan masyarakat Adat Sakai Di Tengah Covid 19

Pekanbaru, 20 Mei 2020—Di hari majelis hakim PN Bengkalis menghukum masyarakat adat sakai Bongku Jelodan yang dikriminalisasi oleh PT Arara Abadi, seekor harimau sumatera (panthera tigris) ditemukan tewas di areal konservasi distrik gelombang PT Arara Abadi di Siak atau di Bentang Giam Siak Kecil.

Sebuah riset di yang dipublikasin di jurnal Proceedings of Royal Society menyebut aktifitas manusia berupa perburuan illegal (eksploitasi) satwa liar dan perusakan habitat alami (keanekaragaman hayati) adalah factor yang mendasari berlimpahnya penyakit menular atau zoonosis. Zoonosis merupakan wabah yang disebabkan oleh penularan virus hewan liar ke manusia.

Studi ini menemukan: 70 persen penyakit manusia adalah zoonosis seperti wabah virus corona alias Covid 19, 140 virus telah ditularkan dari hewan ke manusia dan hewan tersebut masuk dalam daftar Merah Spesies terancam punah IUCN. “Para pembuat kebijakan harus fokus dan siap siaga mencegah risiko penyakit zoonosis, terutama mengembangkan kebijakan terkait lingkungan, pengelolaan lahan dan sumber daya hutan,” kata Christine Johnson, peneliti utama dalam studi ini.

“Di tengah Covid 19 mustinya PT Arara Abadi dan APP Grup benar-benar menjaga habitat satwa liar harimau sumatera dan gajah sumatera yang masuk dalam hewan dilindungi,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.

“Harusnya PT Arara Abadi tidak membiarkan pemburu satwa liar dilindungi masuk dan memasang jerat dalam konsesinya. Itu kewajiban PT Arara Abadi menjaga arealnya dari salah satunya dari pemburu liar,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari. “Tapi mengapa PT Arara Abadi tidak berani melawan pemburu satwa liar? Tapi dengan gagah berani mengkriminalkan masyarakat adat sakai?”kata Made Ali, “ini bukti PT Arara Abadi langsung dan tidak langsung telah merusak ekosistem hutan di Riau.”

Pada 18 Mei 2020, Majelis Hakim PN Bengkalis menghukum Bongku setahun penjara, denda Rp 200 juta karena menebang akasia-ekaliptus seluas setengah hektar di dalam konsesi PT Arara Abadi. Padahal Bongku menebang akasia itu untuk ditanami ubi menggalo. Areal yang ditebang Bongku milik masyarakat adat Sakai, termasuk areal konsesi PT Arara Abadi merupakan milik masyarakat adat Sakai. Saat Bongku menebang pohon akasia, karyawan PT Arara Abadi melaporkan Bongku ke Polisi.

Jikalahari mencatat, satwa khas Riau yang dilindungi selain Harimau Sumatera, gajah sumatera juga kerap ditemukan mati di dalam konsesi PT Arara Abadi di bentang Giam Siak Kecil di Kabupaten Siak dan Bengkalis.

Pada 2016 seekor gajah betina umur 25 tahun mati dalam kubangan air di Distrik II Duri. November 2019 seekor gajah gajah jantan umur 40 tahun mati dengan kepala terpisah dari badannya di konsesi PT Arara Abadi Distrik II Duri.

Di Riau, selain Taman Nasional Tesso Nilo, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dan SM Kerumutan, SM Giam Siak Kecil (GSK) juga merupakan kantong gajah dan harimau sumatera. Luas SM GSK sekitar 77.971 hektar sedangkan blok GSK seluas 888.965 hektar.

SM GSK dikelilingi oleh  7 anak perusahaan APP grup. Perusahaanya, PT Arara Abadi, PT Balai Kayang Mandiri, PT Bukit Batu Hutani ALam, PT Riau Abadi Lestari, PT Rimba Mandau Lestari, PT Satria Perkasa Agung dan PT Sekato Pratama Makmur. Total luas konsesi APP grup di blok GSK seluas 287.204 hektar.

“Keberadaan korporasi APP grup mengakibatkan deforestasi di  blok GSK dan menghancurkan habitat Harimau Sumatera dan Gajah yang ada. Hasil analisis Jikalahari pada 2019, dari 888.965 hektar luas blok GSK, saat ini tinggal 137.265 hektar hutan alam,” kata Made Ali.

“Secara langsung maupun tak langsung, PT Arara Abadi termasuk APP Grup turut serta melakukan pemusnahan satwa liar dilindungi oleh hukum Indonesia berupa membiarkan pemburu masuk ke konsesinya, juga telah merusak hutan alam sebagai habitat satwa liar,” kata Made Ali.

Sebelum kematian harimau sumatera di konsesi PT Arara Abadi pada 18 Mei 2020, di lokasi APP grup sering terjadi konflik antara manusia dan harimau. Pertama pada 23 Mei 2019, M Amri meninggal di kanal sekunder 41 konsesi PT Riau Indo Agropalma (RIA) APP Grup, Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir

Kedua, . pada 25 Agustus 2019, Darmawan alias Nang berusia 36 tahun itu tewas diterkam harimau di areal PT Bhara Induk (APP Grup), Dusun Sinar Danau, Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran.

Ketiga pada 24 Oktober 2019, Wahyu Kurniadi asal Aceh yang bekerja di perusahaan kontraktor PT Kencholin Jaya rekanan PT RIA (APP Grup), kena terkam di areal kerja PT RIA, Kecamatan Pelangiran, Indragiri Hilir.

Keempat, pada 30 Januari 2020, Darmawan, 42 tahun tewas dimangsa harimau sumatera saat mencari kayu di konsesi PT Bhara induk (APP Grup), Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Inhil.

Kejadian berulang tiap tahun ini perlu segera direspon oleh Menteri LHK berupa mereview perizinan HTI APP grup di Riau berupa IUPHHKHT, Izin Lingkungan, AMDAL, lalu,” mengeluarkan seluruh izin HTI APP grup dari wilayah masyarakat adat.”

Narahubung:

Made Ali, Koordinator Jikalahari 081275311009

Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari 0812 6111 634

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *