Pekanbaru, 9 Agustus 2018— Jikalahari menilai kinerja Badan Restorasi Gambut (BRG) termasuk Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) Provinsi Riau merestorasi gambut tidak menunjukkan percepatan pemulihan dan pengembalian fungsi hidrologis gambut akibat kebakaran hutan dan lahan. “Akibatnya kawasan gambut prioritas BRG kembali bermunculan hotspot dan kebakaran hutan dan lahan,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.
Pada 2018, hotspot kembali muncul di Riau dan berada di areal prioritas restorasi BRG. Data Jikalahari melalui pantauan satelit Terra-Aqua Modis sejak Januari – Agustus 2018 terdapat 963 titik hotspot di area prioritas restorasi BRG dan dengan confidence > 70% ada 296 titik berpotensi menjadi titik api.
Hotspot muncul di kelas prioritas restorasi paska kebakaran 2015 sebanyak 49 titik dan 20 diantaranya berpotensi menjadi titik api. Di kelas prioritas kubah gambut berkanal ada 530 hotspot dan 129 diantaranya berpotensi menjadi titik api. Untuk kawasan kubah gambut tidak berkanal muncul 216 hotspot dan 115 diantaranya berpotensi menjadi titik api. Sedangkan di areal prioritas restorasi gambut berkanal ada 168 hotspot dan 32 diantaranya berpotensi menjadi titip api. Data BPBD, kebakaran di Riau sepanjang Januari – Juli 2018 telah menghanguskan lahan seluas 2.445 ha.
Sepanjang Januari – Juli 2018, ada 1.139 hotspot di Riau. Dengan confidence > 70% ada 343 titik yang berpotensi menjadi titik api. Hotspot terlihat berada di areal korporasi, kawasan gambut dalam, areal konservasi dan moratorium. Di areal korporasi, PT Riau Andalan Pulp and Paper, PT Arara Abadi, PT Satria Perkasa Agung, PT Sumatera Riang Lesatari dan PT Rimba Rokan Perkasa dideteksi terbanyak muncul hotspot. Hotspot-hotspot ini bermunculan di kawasan gambut dengan kedalaman rata-rata 1 meter hingga melebihi 4 meter.
Data BPBD, total luas kebakaran kawasan hutan dan lahan di Riau sepanjang Januari – Juli 2018 mencapai 2.445 ha. Kebakaran terluas terjadi di Kepulauan Meranti sekitar 938, 31 ha, Dumai 389,5 ha, Bengkalis 389 ha, Rokan Hilir 265,25 ha, Indragiri Hulu 133,5 ha, Siak 131,5 ha, Pelalawan 90,5 ha, Pekanbaru 44,6 ha, Indragiri Hilir 37 Ha dan Kampar 22,75 ha[1].
“Kebakaran terus terjadi karena tidak ada pengawalan dan pengawasan dari BRG ataupun TRGD di areal prioritas restorasi, bahkan di areal paska kebakaran besar pada 2015 lalu,” kata Made Ali, “Untuk TRGD sendiri, sejak dibentuk tidak jelas apa saja yang sudah dilakukan dalam merestorasi gambut di Riau.” Padahal TRGD memiliki anggaran operasional sebesar Rp 49,8 miliar di APBN 2018 untuk penggunaan fisik dan pemberdayaan masyarakat[2].
Target Restorasi Baru 3 Persen
Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut, BRG menargetkan akan restorasi 2 juta hektar lahan selama 5 tahun. Target capaian pertahun direncanakan 30 persen pada 2016, 20 persen pada 2017, 2018, 2019 dan 10 persen pada 2020. Untuk Riau, target pemulihan gambut 942.046 ha, terluas di Kabupaten Kepulauan Meranti[3]. Dari 942.046 ha kawasan yang akan di restorasi BRG, pada 2016 seharusnya BRG sudah merestorasi sekitar 282.613,8 ha (30%), 2017 – 2019 masing-masing sekitar 188.409,2 ha (20%) per tahun dan pada 2020 sekitar 94.204,6 ha (10%) di Riau.
Pada 2016 belum ada target restorasi yang tercapai. Pada 2017, BRG baru berhasil merestorasi 27 ribu ha lahan dan menargetkan akan merestorasi 140 ribu hektar pada 2018. “Dari 2016 sampai saat ini, BRG baru merealisasikan 27 ribu ha atau 3 persen dari target restorasi di Riau. Wajar kalau gambut kembali terbakar di areal prioritas restorasi BRG karena TRGD tidak bekerja,” kata Made Ali.
Pada 31 Maret 2016, Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman menerbitkan SK Kpts.350/III/2016 sebagaimana diubah dengan Keputusan Gubri Nomor Kpts.539/V/2016 tentang Tim Restorasi Gambut di Provinsi Riau. Lalu pada 11 Desember 2017 menerbitkan SK perubahan dengan Nomor Kpts.931/XII/2017 yang menjelaskan tugas TRGD serta keanggotaan TRGD. Pada hakikatnya, TRGD bertugas mendukung pelaksanaan kegiatan Badan Restorasi Gambut (BRG) di daerah.
Lamban Respon Laporan
Komitmen BRG untuk melakukan pengawasan dan pengawalan terhadap korporasi yang lahannya terbakar pada 2014 – 2016 juga tidak terlihat. Pada 30 November 2016 Jikalahari melaporkan hasil investigasi di konsesi 49 korporasi industri HTI dan perkebunan sawit di Riau sepanjang 2014-2016 kepada Nazier Foead, Kepala BRG di kantor BRG Jakarta[4].
Investigasi Jikalahari menemukan ada 36 dari 49 lahan korporasi yang terbakar berada di kawasan gambut dalam diantaranya 19 perusahaan HTI dan 17 perusahaan sawit. Perusahaan HTI yaitu: PT Rimba Rokan Lestari, PT Riau Andalan Pulp and Paper, PT Bina Duta Laksana, PT Sumatera Riang Lestari, PT Suntara Gaja Pati, PT Siak Raya Timber, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Dexter Timber Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya, KUD Bina Jaya Langgam, PT Putri Lindung Bulan, PT Arara Abadi (Distrik Duri, Nilo, Pulau Muda – Merawang dan Siak Berbari), PT Sumatera Riang Lestari Blok IV Rupat, PT Rimba Rokan Perkasa, PT Satria Perkasa Agung, PT Triomas FDI dan PT Seraya Sumber Lestari.
Sedangkan korporasi sawit yaitu: PT Sinar Sawit Sejahtera, PT Andika Permata Sawit Lestari, PT Raja Garuda Mas Sejati, PT Pan United, PT Parawira, PT Alam Sari Lestari, CV Nirmala, PT Agroraya Gematrans, PT Bertuah Anekayasa, PT Bumireksa Nusa Sejati, PT Duet Rija, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Pancasurya Agrindo, PT Pusaka Mega Bumi Nusantara, PT Setia Agrindo Lestari, PT Tesso Indah dan PT Langgam inti Hibrindo.
“Hasil investigasi menemukan ada 6 perusahaan yang menanam kembali di areal bekas terbakar. Umur sawit dan akasia yang ditemukan sekitar 1 tahun,” kata Made Ali. Keenam perusahaan yaitu: PT Sinar Sawit Sejahtera, PT Parawira, PT Sumatera Riang Lestari, PT Rimba Lazuardi, PT Siak Raya Timber dan PT Dexter Timber Perkasa Indonesia, PT Triomas FDI dan PT Seraya Sumber Lestari.
“Sampai detik ini, BRG belum merespon dan menindaklanjuti laporan tersebut,” kata Made Ali, “ini juga jadi penyebab capaian restorasi di Riau baru 3 persen, karena 72 persen (685.505 ha) target restorasi BRG berada dalam areal konsesi korporasi HTI dan sawit.”
“Dengan capaian target restorasi hanya 3 persen, tidak ada jaminan penyelenggaraan Asian Games bebas asap dan karhutla,” kata Made Ali. Asian Games XVIII akan berlangsung pada 18 Agustus – 2 September 2018 dan pada Rakornas 6 Februari 2018 Jokowi menekankan jangan sampai ada asap yang akan mempermalukan Indonesia sebagai tuan rumah.
Jikalahari merekomendasikan kepada Presiden Jokowi melakukan evaluasi kinerja BRG dan TRGD Riau untuk melakukan percepatan pemulihan dan pengembalian fungsi hidrologis gambut akibat karhutla serta melakukan supervisi korporasi untuk merestorasi arealnya yang terbakar.
Narahubung:
Made Ali, Koordinator Jikalahari 0812 7531 1009
Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari 0812 6111 6340
[1]https://news.detik.com/berita/4130941/bpbd-riau-luas-kebakaran-lahan-capai-2445-hektare
[2] https://www.goriau.com/berita/riau/2018-dana-operasional-trgd-riau-capai-rp495-miliar.html
[3] http://pekanbaru.tribunnews.com/2018/02/20/brg-sebut-tahun-ini-restorasi-gambut-di-riau-170-ribu-hektar
[4] http://jikalahari.or.id/kabar/rilis/kepala-brg-harus-mendesak-perusahaan-melakukan-restorasi-di-area-36-korporasi-terbakar/