Pekanbaru, 19 Februari 2021—Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Riau Mamun Murod dalam Press Release 18 Februari 2021,”Sesungguhnya menunjukkan lambannya kinerja Gubernur Riau Syamsuar dan justru mengklaim prestasi Gubernur periode sebelumnya,” kata Okto Yugo Setiyo.
Pertama, penetapan siaga darurat karhutla yang sesuai mekanisme dan arahan Menkopolhukam, tak ada yang baru, hanya mengikuti pola sebelumnya.
Temuan Jikalahari, lima tahun terakhir, sejak penetapan awal Siaga Karhutla dimulai di awal bulan antara Januari atau Februari hingga Oktober atau November, makna pencegahan karhutla menjadi sempit di daerah. Hanya sebatas patroli, padamkan api, bikin himbauan, sosialisasi dan rapat-rapat forkopimda. Tidak menyentuh perbaikan hulu berupa perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan atau sesuai dengan fokus janji Gubernur Syamsuar.
“Bagaimana dengan janji Gubernur Riau untuk mempercepat realisasi reforma agraria, kebijakan Riau Hijau, Satgas Sawit illegal dan hendak mencabut izin korporasi yang lahannya kembali dibakar?” kata Okto Yugo, “lalu, saat Riau tidak dalam Siaga Karhutla, juga tak nampak progres kinerja perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan. Intinya, ada tidak ada status siaga karhutla, progres implementasi kebijakan SDA-LH Gubernur Syamsuar belum terlihat dan berdampak pada masyarakat,” kata Okto.
Kedua, terkait DLHK Provinsi Riau telah menyampaikan perbaikan Laporan KLHS RTRW Provinsi Riau 2018-2038 kembali kepada KLHK untuk proses validasi melalui surat Nomor 667/PPLHK/3616 tanggal 27 November 2020. “Hampir dua tahun Syamsuar menjadi Gubernur, balasan surat validasi KLHS baru dikirim? Padahal surat KLHK perihal Validasi KLHS terbit 11 April 2018 perihal Validasai KLHS RTRW Riau Tahun 2017 – 2037 meminta Gubernur Riau menyempurnakan KLHS selambat-lambatnya 1 tahun. Artinya Gubernur Riau harus menyempurnakan KLHS dan menyerahkan paling lambat pada 11 April 2019,” kata Okto.
Dalam surat KLHK Nomor S.418/MENLHK-PTKL/PDLKWS/PLA.3/4/2018 terkait Validasi KLHS RTRW pada poin F, Gubernur Riau diminta untuk menyempurnakan kembali KLHS selambat-lambatnya dalam 1 tahun untuk memperbaharui kajian daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup, memperbaiki akurasi data, khususnya data penggunaan lahan oleh masyarakat dan perusahaan, tumpang tindih perizinan dengan konflik masyarakat serta pemanfaatan ruang yang tidak sesuai ketentuan terhadap kawasan hutan secara umum dan wilayah. Serta memperkaya kajian sosial ekonomi budaya dan sosial ekologis dan memperbaiki simulasi dan modeling scenario kebijakan ke depan secara lebih komprehensif.
Selain itu KLHS juga harus dilengkapi kajian kerusakan, kerentanan dan keberfungsian ekosistem gambut, memasukkan pertimbangan terhadap daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup seluruh provinsi Riau, arahan pemanfaatan dan pengendalian pada lokus yang jelas untuk setiap kabupaten/ kota dan membuat peraturan zonasi tambahan dalam RTRWP. Gubernur juga diminta melakukan pemantauan dan pengawasan ketat pelaksanaan pemanfaatan ruang, mewajibkan penyusunan dan/ atau peninjauan kembali RTRW ke seluruh kabupaten kota yang dilengkapi KLHS serta secara aktif berdialog dan berkonsultasi kepada masyarakat serta membuka akses informasi sebaik-baiknya.
”Bukan hanya lambat, proses validasi tanpa melibatkan publik di era Gubernur Andi Rachman juga diulangi Syamsuar,” kata Okto. Seyogyanya, jelang hasil validasi dari KLHK untuk peninjauan penyusunan RTRWP Riau 2018-2038 juga penggabungan muatan RZWP3K, Gubernur Riau sudah memulai membuka partisipasi publik.
Ketiga, DLHK menyebut ijin PS telah diberikan sebanyak 79 Ijin pada areal seluas 124.953,82 ha meliputi 25.513 KK melalui Skema Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat.
Data Jikalahari hingga Juli 2020, Ada 74 izin Perhutanan Sosial seluas 100.825,34 ha yang terbagi dalam 7 HTR, 39 HKm, 25 HD, 2 HA dan 1 Kemitraan. Izin PS paling banyak terbit di zaman Gubernur Andi Rahman sebanyak 42 izin dengan luas 79.659 ha. Sedangkan diperiode Gubernur Syamsuar hanya 27 izin dengan luas 18.996,8 ha. “Percepatan PS di era Mamun Murod tergolong lamban, padahal ini menjadi komitmen Gubernur Syamsuar yang sudah berkomitmen dalam dua tahun kedepan akan menyerahkan lahan Perhutanan Sosial seluas 138.000 ha kepada masyarakat,” kata Okto Yugo.
Keempat, DLHK juga menyebut penertiban oleh Tim Satgas Terpadu yang dibentuk oleh Gubernur Riau, beberapa diantaranya telah sampai putusan/incraht. Lalu, progresnya lamban karena paska UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja butuh tindaklanjut karena pasal 36 dan 37 yang intinya wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku dan ketentuan sanksi adminsitratif bagi yang tidak menyelesaikannya.
Data menunjukkan, Satgas illegal dibentuk Syamsuar berdasarkan SK Gubri Nomor Kpts.1078/IX/2019 pada 12 Agustus 2019. Artinya, jauh sebelum UU No 11 Tahun 2020 dibentuk. Hingga Januari 2020, Tim Satgas Terpadu ini telah mengidentifikasi 80.885,59 ha kebun sawit di 9 kabupaten Riau. Temuannya ada 32 korporasi illegal yang menggarap 58.350 ha lahan. “Apa hasilnya, hingga detik ini tidak ada informasi yang bisa diakses di website resmi Pemprov Riau. Terkait sudah ada yang incraht juga perlu diperjelas, perkara yang mana? Jangan sampai perkara di bawah 12 Agustus 2019 juga diklaim sebagai kerja Satgas Sawit illegal,” kata Okto Yugo.
“Kami apresiasi atas rilis DLHK Provinsi Riau, namun fakta dan datanya tidak jelas dan rinci. Kami menyimpulkan dari rilis tersebut justru menunjukkan jelang dua tahun Syamsuar menjabat sebagai Gubernur lemah dalam memimpin termasuk mengawasi implementasi janji dan komitmen perbaikan tata Kelola lingkungan hidup dan kehutanan,” kata Okto Yugo.
Narahubung:
Okto Yugo Setyo, Wakil Koordinator Jikalahari: +62 853-7485-6435
Aldo, Advokasi dan Kampanye Jikalahari: +62 812-6111-6340