Anak Muda Menjaga Alam, Menjaga Kampung

Oleh Nurul Fitria


S
AYA DULU PELAKU ILEGAL LOGGING,” aku pria yang duduk di sebuah kedai kopi di kota Siak Sri indrapura itu sambil menghisap rokoknya. Usai menghembuskan asap rokok dari mulutnya, ia mulai berkisah.

Andri Saputra Yahya nama pria itu. Berasal dari Desa Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, ia menceritakan pengalamannya menghadapi persoalan lingkungan yang terjadi di tanah kelahirannya.

Sungai Rawa merupakan desa yang berada di pesisir berbatasan langsung dengan Selat Panjang. Sebagaimana kawasan pesisir, Sungai Rawa kaya akan tanaman mangrove yang menjadi pelindung agar tak terjadi abrasi akibat terpaan air laut dari Selat Panjang tersebut. Tak hanya mangrove, desa juga memiliki kawasan hutan yang rimbun dan menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat.

Namun perusakan hutan mulai terjadi sejak ia kecil. Aan—sapaan akrab Andri, singkatan dari anak-anak nakal—ingat saat libur sekolah di SMAN 1 Sungai Apit, ia kerap ikut dengan orang-orang kampung untuk menebang kayu. “Itu zaman Megawati presidennya, menumbang kayu masih banyak dilakukan warga,” cerita pria kelahiran 10 November 1987 ini.

Beranjak dewasa dan meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, Aan memilih masuk Akademi Kesenian Melayu Riau. Belajar musik Melayu ini tak lama ditekuninya. Enam bulan setelah belajar, ia memutuskan kembali ke kampung. Walaupun sempat dimarahi keduaorangtuanya, Aan tetap memilih berkegiatan di kampung.

“Waktu itu saya merasakan perubahan iklim di Sungai Rawa,” kata alumnus MTS Nurul Ikhsan Sungai Rawa ini. Ia merasa sejak kecil iklim di kampungnya ini tidak terlalu panas, namun kini ia merasakan cuaca sangat panas dan berakibat terhadap kulit masyarakat. “Berkebun saja dulu kita masih baik-baik saja, kulit tak palah hitam. Sekarang ini orang-orang kulitnya sudah hitam je,” kata Aan. Ia berpendapat ini karena hutan sudah banyak hilang akibat adanya kegiatan illegal logging.

Merasa prihatin dengan keadaan kampungnya, Aan mendirikan pramuka. Kegiatan yang dilakukan saat itu adalah gerakan menanam pohon. Melihat keadaan kampungnya yang belum banyak berubah, Aan mulai berpikir tindakan lain yang harus dilakukannya. “Saya mulai berpikir saat dinasehati orang tua ketika merintis tanah,” kata anak kedua dari 4 bersaudara pasangan Yahya dan Khairani ini.

Aan menceritakan orangtuanya berpesan ia harus melanjutkan kuliah dan membuat perubahan di kampungnya ini. orangtuanya berpesan agar saat kuliah ia berorganisasi dan belajar banyak hal. Mengamini pesan orangtuanya, Aan melanjutkan kuliah pada 2007 di Universitas Islam Riau mengambil Jurusan Hukum. Ia juga bergabung di Himpunan Mahasiswa Islam dan bersama-sama membuat gerakan menghimpun mahasiswa bergabung dalam Gerakan Mahasiswa Peduli Kabupaten Siak (GMPKS) pada 2010. Periode awal ia menjadi Wakil dan pada 2012 – 2014 ia jadi Ketua dari GMPKS.

Saat berkegiatan di GMPKS, Aan beserta kawan-kawannya mulai berkenalan dengan organisasi non pemerintahan yang fokus menyelamatkan lingkungan, salah satunya Jikalahari. Di GMPKS, Aan pernah melakukan gugatan kepada Badan Operasi Bersama (BOB) PT Petro Selat terkait upah tenaga kerja di perusahaan minyak bumi tersebut. Advokasi yang dilakukan berdasarkan laporan dari masyarakat yang memperoleh upah Rp 800 ribu per bulannya. Saat membantu masyarakat, Aan dan kawan-kawan tidak mengharapkan uang. “Kita cuma bilang, jadikanlah anak-anak bapak ibu seperti kami ini, jadi bisa banyak yang berjuang.”

Saat itu Aan sadar, banyak hal yang harus dilakukan untuk membantu masyarakat dan menyelamatkan lingkungan di kampung halamannya itu.


PADA 2013,
Aan kembali menemukan persoalan di Sungai Rawa. Saat itu sedang terjadi konflik tapal batas antara masyarakat dengan PT Arara Abadi, perusahaan HTI yang terafiliasi dengan APP. Masyarakat ingin mengetahui batas lahan perusahaan sehingga masyarakat tidak perlu takut beraktifitas mengelola kebun. “Masyarakat tentu sangat semangat, sejak 2013 sampai sekarang masih belum jelas juga mana batasnya,” kesal Aan.

Selain  membantu penyelesaian persoalan tapal batas, Aan bersama masyarakat juga melakukan protes kegiatan bloking kanal yang dilakukan PT Arara Abadi di Sungai Rawa. Perjuangannya melawan perusahaan juga dilakukan terhadap limbah perusahaan yang mengotori Tasik Atas dan Tasik bawah di Danau Zamrud. “Kalau tak kita yang menjaga kampung ini, siapa lagi yang diharap.”

Ancaman terbesar bagi tempat kelahiran Aan yang berada di pesisir ini adalah abrasi serta hancurnya tanaman mangrove. “Kalau ada ponton—kapal pengangkut kayu akasia—yang lewat dan jatuh, mangrove itu hancurlah dihantamnya.” Aan beserta kawan-kawannya pernah menanyai ponton itu milik perusahaan mana saja, tujuannya untuk meminta ganti rugi. Kayu yang jatuh dari ponton dan dibawa ombak banyak merusak tanaman mangrove. Tuntutan warga, perusahaan harus mengganti bibit-bibit mangrove yang telah dirusak.

Mangrove yang merupakan tanaman mayoritas di Sungai Rawa saat ini sedang dikembangkan oleh Aan bersama masyarakat untuk dijadikan objek wisata.

Pada 5 Februari 2017 silam, Bupati Siak, Syamsuar meresmikan areal ekowisata Mangrove di Sungai Rawa. “Ini dikembangkan untuk kebaikan masyarakat juga, nanti bisa meningkatkan ekonomi serta kesadaran masyarakat soal menjaga lingkungan.”

Bagi Aan, saat ini penting untuk menumbuhkan potensi bagi generasi muda untuk sadar dengan persoalan yang ada di sekelilingnya. “Yang penting itu, bagaimana kita membunuh rasa takut masyarakat untuk menyuarakan ketidak adilan,” ujarnya. Ketidakadilan melawan perusahaan, ketidakadilan kebijakan-kebijakan yang tidak memperhatikan keadaan masyarakat. Menurutnya, ini adalah persoalan terbesar yang dihadapi masyarakat.

“Pemuda itu harus menjaga alam dengan baik. Dengan begitu, mereka juga menjaga kampungnya sendiri,” Aan sampaikan kata-kata yang ia jadikan motivasi saat bertemu pemuda-pemuda kampung. Menurutnya, ketika menjaga alam saja tidak bisa, bagaimana mereka akan berjuang untuk menjaga kampungnya sendiri.#

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *