New Normal = Selamatkan dan Pulihkan Hutan Alam

New Normal tak sebatas “cuci tangan setelah beraktivitas,

jaga jarak yang aman dan pakai masker”.

A. PENDAHULUAN

Jelang tiga bulan Indonesia dihantam Covid-19, Presiden Jokowi tetiba mengumumkan istilah New Normal. Presiden Jokowi mengatakan, ”PSBB tidak dicabut, tapi kita harus memiliki sebuah tatanan kehidupan baru (New Normal) untuk bisa berdampingan dengan Covid-19. Artinya, kehidupan berjalan, tapi kita juga harus bisa menghindarkan diri dari Covid-19, dengan cara cuci tangan setelah beraktivitas, jaga jarak aman, dan pakai masker.”

Sepanjang Maret-Juni total masyarakat Indonesia terpapar Covid-19: 48.358 orang dalam pemantauan, 26.940 orang positif, 13.120 pasien dalam pengawasan, 7.637 orang sembuh dan 1.641 orang meninggal. Di Riau terdapat 6.205 orang dalam pemantauan, 117 orang positif, 87 orang pasien dalam pengawasan, 89 orang sembuh dan 6 orang meninggal.

Untuk mewujudkan New Normal itu, pada 20 Mei 2020 Menteri Kesehatan menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Protokol yang harus dipatuhi meliputi, di dalam perjalanan menuju ataupun dari tempat kerja, pekerja harus dipastikan dalam kondisi sehat, dan tetap menggunakan masker.

Bagi yang menggunakan transformasi umum, harus tetap menjaga jarak, mengurangi menyentuh fasilitas dan gunakan hand sanitizer. Upayakan untuk membayar non tunai termasuk menggunakan helm sendiri.

Pekerja juga harus memperhatikan protokol kesehatan selama berada di tempat kerja, seperti membersihkan area kerja, tidak berjabat tangan, tetap menggunakan masker, kurangi menyentuh peralatan bersama, tidak berkerumun, serta segera cuci tangan begitu sampai di tempat kerja. Sementara untuk penggunaan lift bersama, maka dianjurkan menggunakan siku untuk menekan tombol.

Setelah sampai di rumah, pekerja harus segera membersihkan diri sebelum bersentuhan dengan anggota keluarga. Langkah ini termasuk mencuci pakaian dan masker, membersihkan peralatan seperti handphone, kacamata, tas, dan barang lainnya.

Sisi lain, kehadiran Covid-19 berdampak pada pemulihan bumi dari eksploitasi sumber daya alam oleh manusia.

Temuan para ilmuwan menunjukkan, “Planet bumi memulihkan diri ketika semua manusia dipaksa diam di rumah saat pandemi virus korona. kebaikan yang terjadi ini harus bisa dijaga, meskipun wabah berakhir,” kata Wade McGilis, professor Bidang Tekhnik Lingkungan di Columbia University.

Munculnya Covid-19 menunjukkan tiga perubahan positif bumi yang mesti dijaga:

Pertama polusi udara berkurang. Di seluruh dunia terjadi penurunan polusi udara. Foto-foto satelit menunjukkan polusi jauh berkurang di Eropa dan China. Bahkan di Indonesia, langit biru yang sebelumnya tertutup oleh asap polusi, kini terlihat cerah.

Kedua, emisi karbon turun. Emisi karbon dioksida juga turun di berbagai tempat di dunia. Di China turun 25 persen pada Februari 2020. Di prediksi, emisi gas rumah kaca di Eropa akan turun 24,4 persen tahun ini karena lockdown.

Ketiga, bumi jadi lebih indah dengan flora fauna. Kanal di Venesia jadi bersih karena lockdown dan tidak ada manusia. Lumba-lumba muncul di Sardinia, Italia. Musang langka muncul di tengah kota Meppayur, India. Rusa di kota Nara, Jepang turun sampai ke perkotaan.

McGilis khawatir, “Manusia akan lupa begitu saja dengan keajaiban alam memulihkan diri. Begitu wabah Covid-19 berakhir, mereka akan kembali membabi buta mengeksploitasi dan merusak alam.”

Di Riau, kekhawatiran McGilis itu bahkan terjadi di tengah Covid-19.

B. DI TENGAH COVID-19

Kebakaran Hutan dan Lahan

Sepanjang Riau terpapar Covid-19 pada 2 Maret-Mei 2020, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga menerpa terutama di wilayah koridor gambut.

Catatan hotspot Jikalahari menunjukkan selama Pandemi Covid-19 berdasarkan satelit Terra-Aqua Modis terdapat 935 titik hotspot, 285 titik di antaranya confidance di atas 70 persen. Hotspot paling banyak di Kabupaten Bengkalis 112 titik, Dumai 65 titik, Pelalawan 32 titik, Meranti 28 titik, Siak 17 titik, Indragiri Hilir 17 titik, dan Rokan Hilir 12 titik.

Di konsesi HTI dan HGU hotspot paling banyak di PT Sumatera Riang Lestari 16 titik, PT Suntara Gaja Pati 5 titik, PT RAPP 4 titik, PT Satria Perkasa Agung dan PT Arara Abadi 2 titik dan PT Surya Dumai Agrindo 57 titik.

Berdasarkan data KLHK, luas karhutla di Riau sejak Januari – Mei 2020 mencapai 2.765 hektar sedangkan data BPBD Riau hingga April 2020 mencapai 996,58 hektar. Karhutla paling luas terjadi di Kabupaten Bengkalis 262,6 ha, Inhil 235,6 ha, Siak 165,06 ha, Dumai 104,85 ha, Pelalawan 76,6 ha, Inhu 45,25 ha, Meranti 38 ha, Rohil 35,75 ha, Kampar 19,37 ha dan Pekanbaru 13,5 ha.

Kriminalisasi Masyarakat Adat

Pada 18 Mei 2020, Majelis Hakim PN Bengkalis menghukum Bongku setahun penjara, denda Rp 200 juta karena menebang akasia-ekaliptus seluas setengah hektar di dalam konsesi PT Arara Abadi. Padahal Bongku menebang akasia itu untuk ditanami ubi menggalo. Areal yang ditebang Bongku milik masyarakat adat Sakai, termasuk areal konsesi PT Arara Abadi merupakan milik masyarakat adat Sakai. Saat Bongku menebang pohon akasia, karyawan PT Arara Abadi melaporkan Bongku ke Polisi pada November 2019.

Abdul Arifin masyarakat adat Batin Hitam Pelalawan sedang di sidang di PN Pelalawan. Di dakwa berkebun tanpa izin dari Menteri dalam kawasan hutan. Tim Patroli PT Arara Abadi Distrik Nilo melaporkan Abdul Arifin ke Polres Pelalawan pada September 2019.

Abdul Arifin menanam sawit dalam areal PT AA seluas 20 ha. Jaksa Penuntut Umum menuntut Abdul Arifin 4 tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar.

Pembunuhan Flora dan Fauna

Di hari majelis hakim PN Bengkalis menghukum masyarakat adat sakai Bongku Jelodan yang dikriminalisasi oleh PT Arara Abadi, seekor harimau sumatera (pantera tigris sumatrae) ditemukan tewas di areal konservasi distrik gelombang PT Arara Abadi di Siak atau di Bentang Giam Siak Kecil.

Kematian Flora dan Fauna juga terjadi dalam konsesi yang lahannya terbakar. Putusan PT Sumber Sawit Sejahtera (PT SSS) pada 19 Mei 2020 menemukan fakta telah terjadi kerusakan tanah dan lingkungan akibat kebakaran lahan di perkebunan PT SSS di Desa Kuala Panduk, Kecamatan Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan sekitar 150 Ha. Hasil pengamatan lapangan dan analisa kerusakan tanah dan lingkungan oleh Ahli Basuki Wasis menunjukkan bahwa memang pada lokasi lahan terbakar telah terjadi kerusakan tanah dan lingkungan karena telah masuk kriteria baku kerusakan (PP Nomor 4 tahun 2001) dan ditemukan kematian flora dan fauna tanah sebesar 100%.

Di areal PT Tesso Indah (PT TI) yang terbakar seluas 69 ha juga ditemukan flora dan fauna mati karena karhutla. Karhutla di konsesi PT TI telah memenuhi kriteria kerusakan tanah dan lingkungan. Ph tanah meningkat kecuali di Blok N14. Kerusakan lain yang dianalisis adalah, keragaman spesies; populasi; organik; nitrogen; porositas tanah; kadar air dan unsur logam, menurut ahli Basuki Wasis pada 5 Mei 2020, Fauna yang mati Jangkrik, Belalang dan Semut termasuk Flora yaitu pakis-pakisan, rumput dan tanaman lainnya.

Di dalam areal PT SSS dan PT TI selain flora dan fauna mati terpanggang api, juga lingkungan hidup berupa tanah gambut rusak terpapar api.

Greenwashing PT RAPP

Pada 15 Mei 2020, PT RAPP bersama Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi SH SIK M.Si didampingi Kapolres Pelalawan AKBP M Hasyim Risahondua SIK M.Si menyerahkan 750 paket sembako kepada masyarakat Pelalawan hasil dari sumbangan sukarela anggota Polda Riau, Polres Pelalawan, dan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pelalawan serta bantuan program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Riau Pulp and Paper (RAPP).

Data Jikalahari menunjukkan PT RAPP dan APRIL grup milik taipan Sukanto Tanoto yang menakhodai Royal Golden Eagle Grup selalu mendapat perlakuan istimewa dari Polda Riau.

Pada kasus karhutla yang melibatkan PT Sumatera Riang Lestari (April Grup) hingga saat ini belum jelas status hukumnya, padahal PT SRL telah disegel dan disidik bersamaan dengan PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS) pada Maret 2019. PT SSS jadi tersangka, kini memasuki putusan di PN Pelalawan. Namun, PT SRL belum juga jadi tersangka.

Pada 2016, Polda Riau juga menghentikan penyidikan terhadap 15 perusahaan terlibat karhutla, 6 perusahaan di antaranya terafiliasi dengan APRIL Grup; PT Sumatera Riang Lestari, PT Rimba Lazuardi, PT Bukit Raya Pelalawan, KUD Bina Jaya Langgam, PT Hutani Sola Lestari dan PT Siak Raya Timber.

Lalu, pada 2008 Polda Riau hentikan penyidikan 14 perusahaan HTI terlibat illegal logging, empat di antaranya terafiliasi dengan APRIL grup yaitu, PT Mitra Kembang Selaras, PT Riau Andalan Pulp & Paper, PT Madukoro, PT. Bukit Betabuh Sei Indah dan PT Nusa Prima Manunggal.

APRIL Grup juga terlibat korupsi kehutanan yang menjerat Gubernur Riau, dua Bupati dan tiga Kepala Dinas di Riau melalui PT Selaras Abadi Utama, PT Merbau Pelalawan Lestari , PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Uniseraya, PT Rimba Mutiara Permai, PT Triomas FDI, PT Madukoro, CV Alam Lestari, CV Tuah Negeri, CV Putri Lindung Bulan, CV Harapan Jaya, CV Bhakti Praja Mulia dan CV Mutiara Lestari, PT Bina Daya Bintara, PT Seraya Sumber Lestari dan PT National Timber and Forest Product.

Para terpidana terbukti menerbitkan IUPHHK-HT serta mengesahkan RKT di atas hutan alam untuk 16 korporasi yang terafiliasi dengan PT RAPP. PT RAPP terbukti menerima kayu hutan alam yang berasal dari tindak pidana korupsi kehutanan. Total Rp 939 Miliar keuntungan yang diperoleh dari hasil penebangan hutan alam setelah dipotong fee untuk perusahaan pemegang izin.

Selain itu, PT RAPP juga terlibat konflik dengan masyarakat adat berupa merampas hutan tanah milik masyarakat adan dan tempatan, termasuk membunuh flora dan fauna dengan cara merusak habitat mereka.

C. TEMUAN DAN ANALISIS

Sebuah riset yang dipublikasi di jurnal Proceedings of Royal Society menyebut aktivitas manusia berupa perburuan ilegal (eksploitasi) satwa liar dan perusakan habitat alami (keanekaragaman hayati) adalah faktor yang mendasari berlimpahnya penyakit menular atau zoonosis. Zoonosis merupakan wabah yang disebabkan oleh penularan virus hewan liar ke manusia.

Studi ini menemukan: 70 persen penyakit manusia adalah zoonosis seperti wabah virus korona alias Covid-9, 140 virus telah ditularkan dari hewan ke manusia dan hewan tersebut masuk dalam daftar Merah Spesies terancam punah IUCN. “Para pembuat kebijakan harus fokus dan siap siaga mencegah risiko penyakit zoonosis, terutama mengembangkan kebijakan terkait lingkungan, pengelolaan lahan dan sumber daya hutan,” kata Christine Johnson, peneliti utama dalam studi ini.

Tahun 2019, panel Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang keanekaragaman hayati memperingatkan, hingga satu juta spesies menghadapi kepunahan karena aktivitas manusia. Salah satu yang menjadi tekanan bagi mamalia liar yang berjuang untuk beradaptasi dengan berkurangnya habitat yaitu deforestasi untuk konversi lahan untuk menanam tanaman, memelihara ternak dan membangun komunitas. “Ketika manusia merambah lebih jauh di wilayah mamalia, hewan-hewan liar dipaksa meningkatkan kontak langsung dengan manusia. Itu memicu peningkatan risiko penyakit menular.”

Riset lainnya menyebutkan penyakit menular seperti Covid-19 erat kaitannya dengan penggundulan hutan, penghancuran keanekaragaman hayati.

Indonesia sebagai negara beriklim tropis dan memiliki keanekaragaman hayati terbesar ke dua dunia setelah Brasil. Indonesia mempunyai kekayaan jenis-jenis palem yang terbesar di dunia, lebih dari 400 jenis kayu dipterocarp, 25 ribu tumbuh-tumbuhan berbunga. Indonesia juga memiliki kekayaan 515 jenis jenis mamalia dan 36 % di antaranya endemik. Selain itu Indonesia memiliki 121 jenis kupu-kupu swallowtail merupakan yang tertinggi di dunia, juga lebih 600 Jenis reptil, 1519 jenis burung 270 jenis amfibi serta memiliki kekayaan flora berbunga.[1]

Sebuah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, namun kondisi ini meningkatkan risiko penyakit menular baru (emerging infectious disease/EID) dan penyakit menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis). Kedua penyakit ini dipicu dari pelbagai faktor seperti peningkatan urbanisasi dan populasi manusia, perubahan ekologi, dan deforestasi.

Contohnya virus penyebab penyakit flu burung (H5N1), dari Unggas. Burung-burung liar yang secara periodik bermigrasi setiap perubahan musim menularkan virus ke peternakan unggas. “Burung-burung liar suka singgah di hutan Indonesia.

Interaksi dengan burung di daerah tersebut turut membawa virus Avian Influenza (AI),” ungkap Farida Camallia, penasihat teknis dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Begitu juga virus Nipah di Malaysia dari migrasi kelelawar buah dari hutan yang menulari peternakan babi.

Selain flu burung dan virus nipah, penyakit zoonosis lainnya ialah seperti HIV, sindrom pernapasan akut (SARS), sindrom pernapasan timur tengah-coronavirus (MERS-CoV), ebola, dan marbur.

Menurut Farida, ada tiga faktor yang memengaruhi persebaran zoonosis dari satwa liar. Pertama, keanekaragaman mikroba satwa liar dalam suatu wilayah tertentu; kedua, perubahan lingkungan; dan ketiga, frekuensi interaksi antara hewan dan manusia. Jika salah satu faktor ini terganggu, dipastikan zoonosis pun menyebar.

Keanekaragaman hayati yang dimiliki suatu wilayah tak akan menjadi ancaman apabila ekosistemnya terjaga. Perubahan demografi dan perubahan ruang hidup seperti penggundulan hutan menjadi penyebab meningkatnya kontak antara satwa liar dan manusia.

Kasus burung liar migrasi yang menularkan virus ke peternakan unggas dan kelelawar hutan yang menulari peternakan babi terjadi akibat hilangnya jarak hutan dengan manusia. “Semakin dekat jarak manusia dan hutan, semakin rentan pula zoonosis disebarkan,” ujar Farida.[2]

Dari dua kajian tersebut, menunjukkan bahwa banyaknya penyebaran penyakit zoonosis disebabkan aktivitas manusia yang mengeksploitasi satwa liar, perusakan habitat alami (keanekaragaman hayati) juga peningkatan urbanisasi dan populasi manusia, perubahan ekologi, serta deforestasi.

Faktor-faktor tersebut secara nyata telah terjadi di Indonesia. Selain temuan Jikalahari bahwa di Riau masih terjadi perusakan lingkungan dan sosial oleh korporasi seperti karhutla, pembunuhan flora dan fauna, kriminalisasi masyarakat adat serta praktik greenwashing, faktor penyebab penyebaran penyakit zoonosis juga disebut dalam Narasi RPJMN IV 2020 – 2025 yang diterbitkan oleh Bappenas.

RPJMN IV menyebutkan luas tutupan hutan terus berkurang serta menurunnya keanekaragaman hayati yang semakin mengancam habitat spesies kunci. Pada Halaman 18-21, menyebut penghancuran hutan alam berkorelasi dengan keanekaragaman hayati berupa rusaknya hutan alam, gambut dan menurunnya populasi habitat flora dan fauna. Bappenas menemukan:

Pertama, tutupan hutan primer Indonesia cenderung terus berkurang. Walaupun laju deforestasi telah berkurang secara signifikan dibandingkan pada masa sebelum tahun 2000, namun luas tutupan hutan primer semakin menurun sehingga diperkirakan hanya akan tinggal tersisa 18,4 persen dari luas lahan total nasional (189,6 juta ha) di tahun 2045 dibandingkan kondisi di tahun 2000 yang mencapai 27,7 persen total luas lahan nasional.

Di sisi lain, kebijakan moratorium hutan primer yang telah diterapkan sejak tahun 2011 belum mampu sepenuhnya mencegah penurunan luas hutan primer. Berdasarkan analisis tutupan lahan, selama tujuh tahun pelaksanaan kebijakan penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut sedikitnya tiga juta hektar hutan alam primer dan lahan gambut atau kira-kira setara dengan 5 kali luas Pulau Bali telah habis dikonversi untuk penggunaan lain. Pada periode yang sama, setiap tahunnya juga masih ditemukan ribuan titik api menghancurkan kawasan hutan yang dilindungi dalam peta Moratorium tersebut.

Agar tren kehilangan hutan primer tidak berlanjut maka luas tutupan hutan primer harus dapat dipertahankan pada luas minimal 43 juta ha (kondisi tahun 2019). Oleh karenanya, area moratorium hutan primer menjadi batasan mutlak yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembangunan.

Kedua, luas tutupan hutan, baik hutan primer maupun sekunder yang terletak di atas lahan gambut semakin berkurang. Moratorium lahan gambut dari tahun 2015 belum mampu sepenuhnya mencegah penurunan tutupan hutan di atas lahan gambut. Dalam rencana pembangunan ke depan Total tutupan hutan di atas lahan gambut perlu dipertahankan minimal 9,2 juta ha seperti kondisi di tahun 2000. Dengan arti lain, diperlukan tambahan gambut yang direstorasi seluas 2 juta ha dari tahun 2015 sesuai Perpres Moratorium Gambut untuk mencapai batas minimal tersebut. Untuk itu, upaya restorasi lahan gambut perlu menjadi prioritas.

Ketiga, habitat spesies kunci terancam punah semakin berkurang signifikan akibat pengurangan luas tutupan hutan. Analisis menunjukkan bahwa tutupan hutan pada habitat spesies langka di sebelah barat garis Wallacea akan menyusut dari 80,3 persen di tahun 2000 menjadi 49,7 persen di tahun 2045, terutama pada wilayah Sumatera dan Kalimantan. Diperkirakan luas key biodiversity areas di sisi timur Garis Wallacea, khususnya wilayah Papua juga berkurang signifikan.

Sesuai hasil analisis KLHS RPJMN 2020-2024, luas tutupan habitat spesies langka yang harus dipertahankan minimal seluas 43,2 juta ha. Bila kehilangan habitat satwa langka ini tidak diantisipasi dengan baik maka dikhawatirkan memicu ketidakstabilan ekosistem yang dapat menjadi hambatan utama dalam pembangunan.

D. NEW NORMAL, MEMULIHKAN EKOLOGIS

New Normal yang didengungkan oleh presiden Jokowi mengisyaratkan agar masyarakat “berdamai” dan dapat “berdampingan” dengan Covid-19 dengan menjaga jarak, sering mencuci tangan dan menggunakan masker bukan solusi yang sebenarnya. New Normal seperti itu tidak akan menyelesaikan secara permanen bagi penanggulangan COVID-19, jika pemulihan ekologis tidak dilakukan.

Penyebab penyebaran penyakit zoonosis jelas terjadi karena aktivitas eksploitasi manusia terhadap lingkungan yang menyebabkan menurunnya keanekaragaman hayati, deforestasi sehingga semakin dekat antara jarak manusia dengan hutan.

Maka, pemerintah harus segera menghentikan penyebab penyebaran tersebut. Pemerintah harus menghentikan deforestasi dengan mengevaluasi hingga mencabut izin usaha korporasi berbasis sumber daya alam, yaitu korporasi Hutan Tanaman Industri (HTI), Korporasi perkebunan kelapa sawit dan tambang batu bara serta minyak dan gas. Karena deforestasi yang terjadi di Indonesia terbesar berasal dari operasional korporasi tersebut.

Catatan Jikalahari, para korporasi tersebut dengan secara legal maupun melalui tindakan korupsi mendapatkan izin dari pemerintah, terus menggunduli hutan alam, menghancurkan keanekaragaman hayati, membunuh satwa dilindungi serta membakar gambut hingga menimbulkan asap.

Tak hanya berpotensi menyebabkan penyebaran penyakit zoonosis, kehadiran korporasi juga telah merampas tanah masyarakat adat dan tempatan hingga menimbulkan konflik antara masyarakat dengan korporasi yang tak jarang merenggut korban jiwa.

Dampak lainnya, karhutla di konsesi korporasi juga terus terjadi setiap tahun menyebabkan pencemaran udara akibat kabut asap. Peristiwa kabut asap nyaris berulang sejak 1997 hingga kini. Jutaan orang menderita ISPA dan puluhan meninggal dunia. Pada 2015 saja, BNPB menyebutkan 43 juta orang terkena dampak kabut asap dan 500.000 orang mengalami infeksi pernafasan serius dan 19 orang meninggal dunia. Bahkan hasil penelitian Harvard University, menyebutkan 100.000 jiwa mengalami kematian prematur akibat asap karhutla 2015 dan 90% berada di Indonesia.[3]

Hanya ada satu cara New Normal  untuk menghentikan penyebaran virus zoonosis yaitu dengan menghentikan kerusakan hutan alam, memulihkan dan mengembalikan fungsi hutan sebagai habitat satwa serta memelihara keanekaragaman hayati.  Ringkasnya kembalikan virus zoonosis ke habitat asalnya sehingga, bukan hanya menanggulangi, pemerintah juga mencegah penularan penyakit zoonosis  lainnya di waktu yang akan datang.

[1] http://perpustakaan.menlhk.go.id/pustaka/home/index.php?page=ebook&code=ka&view=yes&id=1

[2] https://tirto.id/penggundulan-hutan-jadi-pemicu-penyakit-menular-baru-pada-manusia-cGcg

[3] https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/09/160919_indonesia_kematian_asap

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *