SFMP 2.0 APRIL: TIDAK ADA KOMITMEN MEMATUHI PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT

Pekanbaru, Rabu 3 Juni 2015 — Jikalahari kembali mengingatkan publik dan konsumen APRIL di seluruh dunia, bahwa Sustainable Forest Management Policy (SFMP) 2.0 yang di launching APRIL hari ini di Jakarta, merupakan sebuah revisi yang masih jauh dari penyelamatan hutan gambut yang telah dirusak oleh PT. RAPP dan suppliernya,  tidak  menunjukkan keinginan kuat untuk menyelesaikan konflik berbasis tuntutan masyarakat, “termasuk, kami meragukan APRIL berhenti menebang hutan alam gambut terutama di Pulau Padang,”kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.

Pekanbaru, Rabu 3 Juni 2015 — Jikalahari kembali mengingatkan publik dan konsumen APRIL di seluruh dunia, bahwa Sustainable Forest Management Policy (SFMP) 2.0 yang di launching APRIL hari ini di Jakarta, merupakan sebuah revisi yang masih jauh dari penyelamatan hutan gambut yang telah dirusak oleh PT. RAPP dan suppliernya,  tidak  menunjukkan keinginan kuat untuk menyelesaikan konflik berbasis tuntutan masyarakat, “termasuk, kami meragukan APRIL berhenti menebang hutan alam gambut terutama di Pulau Padang,”kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.

Pengalaman dari penerapan SFMP 1.0 yang diluncurkan per 28 Debruari 2014 lalu meunjukkan masih terdapat banyak pelanggaran yang dilakukan APRIL dan  perusahaan rantai pemasoknya.  Dan, meski berhenti menebang hutan alam dan hutan gambut per 15 Mei 2015, temuan kami sebelum tanggal tersebut APRIL telah menebang hutan alam dan membangun kanal baru di Pulau Padang, Kepulauan Meranti, Riau. “Hutan gambut dirusak secara massif  jelang tanggal 15 Mei 2015,  artinya APRIL kembali menegaskan  ketidaksiapannya untuk berkomitmen.”

Terkait pengelolaan gambut APRIL sama sekali tidak tegas mengacu pada PP 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.  “Sejak PP 71 tahun 2014 diberlakukan,  APRIL belum menunjukkan langkah nyata untuk mengimplementasikan aturan yang bertujuan untuk pengelolaan dan perlindungan gambut secara lestari tersebut.  Padahal peluang ini bisa dimanfaatkan APRIL untuk menjadi industri terdepan yang mengimplementasikan perlindungan dan pengelolaan gambut lestari.”

“Tawaran menunjuk peat expert working grup untuk pengelolaan gambut, kami anggap sebagai kelambanan APRIL melindungi gambut dan ketidakpercayaan terhadap regulasi di Indonesia;  kontra produktif dengan komitmen APRIL terhadap pemenuhan aspek legal.  Lebih jauh,  beranikah APRIL melakukan restorasi terhadap gambut yang telah dirusak untuk penanaman akasia?” tegas Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.

Hal lainnya, SFMP 2.0 tidak mengacu pada Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam KPK dimana dunia usaha harus menyediakan dan melaporkan informasi dan data terkait kegiatan usaha serta pemenuhan kewajiban.  “Termasuk SFMP 2.0 ini belum memasukkan transparansi informasi terkait hasil studi HCVF, AMDAL dan jumlah supllier atau anak perusahaan APRIL di Indonesia. Berapa jumlah anak perusahaan dan supplier APRIL di Indonesia?” kata Woro.

APRIL juga menyebut menghormati hak masyarakat hukum adat dan masyarakatan tempatan dan menerapkan FPIC dan aktif melibatkan publik dalam pengelolaan perusahaan. “Bila itu benar. Maka semestinya APRIL segera menyelesaikan konflik yang terjadi sebagai dampak operasional mereka di Pulau Padang, dan wilayah lain di Riau, dan di area operasional lain. Dan segera menerapkan pengalokasian 20 persen wilayah konsesi mereka untuk kepentingan masyarakat sebagaimana diatur dalam Permen LHK No 12/2015”.

Dibalik kelemahan revisi SFMP 2.0 ini, Jikalahari akan terus melanjutkan  pemantauan terhadap implementasi kebijakan ini untuk memastikan bahwa hutan tersisa terselamatkan dan masyarakat tidak lagi menjadi korban konflik yang tidak terselesaikan akibat praktek pengelolaan hutan yang buruk oleh industri.***

Informasi lebih lanjut, sila hubungi: Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari, 08117574055

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *