KLHK Harus Melakukan Penegakan Hukum Terhadap 49 Korporasi

 

Jakarta, 2 Desember 2016—Jikalahari melaporkan 49 konsesi korporasi yang terbakar sepanjang 2015 – 2016 di Riau kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementrian Lingkungan  Hidup dan Kehutanan. Laporan yang disampaikan Made Ali, Wakil Koordinator Jikalahari  mewakili Eyes on the Forest (EoF) ini langsung diterima oleh Ditjen Gakkum, Rasio Ridho Sani. EoF adalah koalisi terdiri dari Jikalahari, Walhi Riau dan WWF Riau.

 

Roy—sapaan akrab Rasio Ridho Sani—mengapresiasi laporan yang diberikan berkaitan dengan kasus kebakaran hutan dan lahan di Riau. “Kita menemukan ada 6 perusahaan yang menanam kembali di areal bekas terbakar,” kata Made saat menjelaskan temuan dalam laporan yang diserahkan.

 

Enam perusahaan tersebut 2 merupakan perusahaan sawit yaitu PT Sinar Sawit Sejahtera dan  PT Parawira. Sedangkan sisanya HTI, yaitu: PT Sumatera Riang Lestari, PT Rimba Lazuardi, PT Siak Raya Timber dan PT Dexter Timber Perkasa Indonesia, PT Triomas FDI dan PT Seraya Sumber Lestari.

 

Tindakan keenam perusahaan ini bertentangan dengan Surat Edaran MenLHK S.495 tahun 2015 tentang instruksi Pengelolaan Lahan Gambut yang mengatur bahwa dilarang melakuka aktifitas penananman di lahan dan hutan yang terbakar karena sedang dalam proses penegakan hukum dan pemulihan.

 

“Laporannya sudah kita terima dan akan kita tindak lanjuti,” kata Roy sambil menerima berkas laporan.

Laporan yang diserahkan Jikalahari merupakan hasil investigasi dari EoF dan Jikalahari di 49 konsesi korporasi yang terbakar sepanjang 2015 hingga 2016. EoF menemukan ada 7 persoalan utama yang terjadi di 49 konsesi. Pertama, tim melakukan investigasi berdasarkan data sebaran hotspot, dan setelah ditinjau di lapangan benar terbukti terjadi karhutla.

 

Kedua, 36 konsesi perusahaan berada dalam kawasan gambut dengan kedalaman antara 0,5 meter hingga lebih dari 5 meter. Ketiga, lahan-lahan terbakar itu banyak berkonflik dnegan masyarakat maupun dengan cukong. Keempat, ada 6 perusahaan yang kembali menanam di lahan bekas terbakar dan kelima EoF menemukan banyak modus yang digunakan korporasi untuk membakar lahan. Diantaranya karena tanaman sawit tidak produktif, ada pembukaan jalan baru setelah kebakaran untuk akses hingga adanya bibit-bibit sawit yang disiapkan sebelum kebakaran dan siap tanam dilokasi bekas terbakar.

 

Keenam, tim juga menemukan adanya kebakaran yang kembali terjadi di areal bekas terbakar, yaitu di PT Suntara Gaja Pati. Dan terakhir 15 perusahaan sawit masih berada dalam kawasan hutan karena tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan.

 

“EoF mendesak Ditjen Gakkum KLHK harus melakukan penegakan hukum pada korporasi-korporasi yang konsesinya terbakar karena telah merusak lingkungan dan melanggar ketentuan yang ada,” kata Made.

 

Narahubung,

 

Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari, 081317566965

Okto Yugo Setiyo, Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari, 0853 7485 6435

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *