Ingkar janji SMG/APP tak terbendung di Riau

Pekanbaru, Sumatra– Investigasi lapangan oleh Eyes on the Forest (EoF) menemukan bahwa satu pemasok kayu untuk Asia Pulp & Paper  (APP) dari Sinar Mas Group (SMG)  menebangi hutan alam selama moratorium penebangan hutan yang diterapkan SMG/APP di Provinsi Riau.

“Kejadian ini, seperti dilaporkan oleh LSM Kalimantan pada bulan Maret teradi ketika APP dan konsultannya, The Forest Trust (TFT), sibuk berkeliling dunia memasarkan kebijakan baru perusahaan,” ujar Hariansyah Usman dari WALHI Riau. “Adalah penting apa yang terjadi di lapangan, bukan apa yang tampak di kertas-kertas pemasaran.”  

 

Para investigator Eyes on the Forest mengamati sejumlah ekskavator menebangi pohon-pohon di hutan alam di konsesi PT. Riau Indo Agropalma (RIA) di blok Kerumutan, habitat harimau Sumatera yang kritis terancam punah. SMG/APP belum menyelesaikan kajian Nilai Konservasi Tinggi dan Stok Karbon Tinggi maupun kajian pakar gambut dimana perusahaan telah mengatakan sebagai prasyarat dimulainya kembali operasi pengembangan apapun.   “Jika APP benar-benar serius dalam konservasi, para pembeli akan mengharapkan agar langkah prioritas APP adalah menghentikan semuanya, dan setiap tindakan penggundulan hutan dan pengembangannya,” ujar Aditya Bayunanda dari WWF-Indonesia.

“Pemasok ini telah menebangi hutan alam tersisa di konsesi mereka, di atas lahan gambut dalam di habitat harimau Sumatera tanpa adanya penilaian HCV, HCS dan gambut yang independen. Akankah kontraktor APP, TFT, sekali lagi mengklaim bahwa ini baru saja disetujui secara pribadi di belakang pintu tertutup sehingga ini bukanlah pelanggaran terhadap komitmen-komitmen APP?”  

Pada 7 Mei, TFT mempublikasikan laporan kemajuan keduanya terhadap pelaksanaan kebijakan APP hingga pertengahan April 2013, yang memberikan kesan umum bahwa pelaksanaan kebijakan dan engagement pemangku kepentingan berjalan sukses.  Sebelas kelompok masyarakat sipil Indonesia yang berpartisipasi di dalam berbagai ‘diskusi kelompok terfokus (FGD)” diadakan oleh SMG/APP/TFT, secara jelas tidak setuju dan menyatakan  banyaknya kelemahan belum diatasi di kebijakan, dan pelaksanaannya serta pemantauan di dalam satu surat terbuka kepada perusahaan tanggal 24 April 2013.

“Temuan-temuan ini membuktikan dengan jelas bahwa APP tidak melaksanakan komitmen yang dibuatnya,” ujar Muslim Rasyid dari Jikalahari. “Pelanggaran-pelanggaran menunjukkan bahwa APP benar-benar tidak berkomitmen kepada konservasi dan kami khawatir jika kampany FCP hanyalah greenwashing lainnya kepada pasar dunia.”

“Eyes on the Forest merekomendasikan bahwa para pembeli dan mitra bisnis lainnya dari APP untuk tetap sangat berhati-hati dan tidak melakukan bisnis dengan perusahaan,” ujar Hariansyah Usman dari WALHI Riau. “Kami menyarankan orang untuk tidak percaya bahwa TFT adalah ‘pengamat independen’ seperti yang ingin dijual APP. Laporan kemajuan TFT tidak bisa dipercayai tanpa verifikasi independen yang sebenar-benarnya di lapangan.”  

Perusahaan  bersikukuh bahwa pabrik-pabrik olah pulp-nya bisa terus menerima dan memproduksi pulp dari kayu hutan alam yang diklaim ditebangi sebelum moratorium dimulai, yang menciptakan celah lemah dimana para penyuplai mungkin menggunakan untuk  memasok kayu ke dalam pabrik pulp dari penebangan baru yang melanggar kebijakan. Laporan-laporan oleh LSM Kalimantan Barat dan Eyes on the Forest soal penebangan hutan tropis di tiga konsesi pemasok independen menunjukkan keprihatinan bahwa kayu yang baru saja ditebang mungkin “dicuci” ke dalam pabrik olah pulp.  

Catatan untuk redaksi:

  • Laporan dipublikasikan di : http://www.eyesontheforest.or.id l  Foto-foto investigatif yang dipublikasikan di database online Sumatera Eyes on the Forest-Google Earth ada di : http://maps.eyeontheforest.or.id
  • Video temuan EoF bisa dilihat di: http://vimeo.com/66048150
  • Soal kebijakan konservasi hutan APP, lihat laporan sebelumnya oleh Eyes on the Forest di: http://www.eyesontheforest.or.id/?page=news&action=view&id=624
  • Pada 26 Maret, LSM di Kalimantan menerbitkan laporan bahwa pemasok APP terus menebang dan melakukan kegiatan pembangunan kanal gambut setelah moratorium FCP: http://www.eyesontheforest.or.id/attach/Joint%20Press%20Release_APP%20FCP%20Violation%20in%20West%20Kalimantan_260313_English_20130326090349.pdf 
  • Soal kelompok yang sama menerbitkan balasan bagi bantahan oleh The Forest Trust: http://www.wwf.or.id/en/?27920/Borneos-RPHK-consortium-rebuts-APP-and-The-Forest-Trusts-Verification-Report-APPs-Forest-Conservation-Policyshould-embrace-more-relevant-stakeholders-and-truly-protect-forest-peat-lands
  • Surat bersama oleh 11 kelompok masyarakat sipil ((Burung Indonesia, Huma, Jikalahari, JPIK Focal Point Kalimantan Barat, Link-AR Borneo, Sampan, Scale Up, Titian, Wahana Bumi Hijau, Warsi and WWF Indonesia) kepada APP diterbitkan di : http://www.eyesontheforest.or.id/?page=news&action=view&id=627    


Untuk informasi selanjutnya sila dihubungi:

  • Muslim Rasyid, Jikalahari  ph: +62 812 7637 233
  • HariansyahUsman, WALHI Riau ph: +62 812 7669 9967
  • Nursamsu, WWF Indonesia, Riau-based ph: +62 812 7537 317
  • Afdhal Mahyuddin, EoF Editor ph: +62 813 8976 8248

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *