PEMERINTAH MEMBIARKAN YUSRI DITERKAM HARIMAU DI LANSKAP KERUMUTAN

Pekanbaru, 12 Maret 2018—Harimau kembali menerkam warga di lanskap Kerumutan. Yusri Efendi, 34 tahun, ditemukan tewas di atas tanaman kumpai—tanaman rumput di atas sungai—pada 10 Maret 2018 di Kabupaten Indragiri Hilir. Saat ditemukan tengkuk Yusri terluka bekas gigitan harimau.

Sekira pukul 16.30 Yusri Efendi 34 tahun bersama Rusli 41 tahun, Indra 26 tahun, dan Syahran 41 tahun sedang membuat bangunan sarang walet di RT 038 Simpang Kanan Dusun Sinar Danau Desa Tanjung Simpang  Kecamatan Pelangiran Kabupaten Inhil. Mereka melihat harimau Sumatera berada dibawah bangunan yang dikerjakan. Pukul 18.25 Harimau tidak terlihat lagi di sekitar bangunan, keempatnya turun dan kembali kerumah tempat mereka menginap. Setelah berjalan 250 meter tiba-tiba harimau datang dari arah depan. Mereka terkejut dan berlari berpencar.

Sekira pukul 19.00 Yusri Efendi tidak terlihat, rekan-rekannya berusaha memanggil-manggil, namun tidak ada sahutan dari korban. Para saksi meminta pertolongan kepada warga. Mereka pun berhasil menggunakan perahu kecil. Selanjutnya bersama warga para saksi mencari korban. Pukul 19.30, korban berhasil ditemukan di atas tanaman kumpai.

Jikalahari menyayangkan kinerja pemerintah pusat dan daerah yang lamban dalam melakukan review AMDAL dan izin lingkungan korproasi HTI dan Sawit  di lansekap Kerumutan. Konflik satwa dan manusia banyak terjadi disebabkan terganggunya habitat satwa oleh aktivitas konsesi HTI dan perusahaan sawit.  Sejak kematian Jumiati  Januari lalu, Jikalahari telah berupaya mengingatkan pemerintah agar  melakukan upaya yang serius untuk melindungi warga dari potensi konflik satwa dan manusia” kata Woro Supartinah Koordinator Jikalahari.

Dua bulan lalu, Jumiati diterkam Harimau di dalam konsesi PT Tabung Haji Indo Plantation (dulunya PT Multi Gambut Indonesia). Jumiati bersama Yusmawati dan Fitriyanti melakukan pendataan sawit yang terserang hama Ganoderma di konsesi perusahaan KCB 76 Blok 10 Afdeling 4 Eboni State Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Inhil.

Tengah asik bekerja, mereka dikejutkan kehadiran harimau. Berusaha melarikan diri meninggalkan lokasi, tiba-tiba setelah berlari sejauh 300 meter, dari arah depan,  harimau kembali muncul. Jumiati dan kedua rekannya berusaha  menyelamatkan diri dengan memanjat pohon sawit.  Harimau berusaha  menangkap Jumiati dengan melompat dan berhasil menggigit kaki Jumiati serta menariknya hingga terjatuh. Jumiati sempat bergumul dengan harimau selama 15 menit, namun harimau tersebut berhasil mencengkram belakang leher dan memakan paha Jumiati hingga tewas di lokasi.

Kemunculan harimau sudah sangat sering terjadi sejak 2017 lalu dan sama sekali tidak ada tindakan oleh Pemerintah, bahkan setelah kematian Jumiati, Pemerintah Pusat, KLHK hingga Gubernur Riau dan Bupati Inhil belum melakukan tindakan apapun.

“Kematian Yusri tidak seharusnya tidak akan terjadi jika Pemerintah, mulai Bupati Inhil hingga KLHK melakukan evaluasi dan pemulihan SM Kerumutan sebagai habitat harimau Sumatera,” kata Woro.

Kematian Yusri dan Jumiati karena habitat harimau ditelah dirusak oleh korporasi sawit dan HTI di lansekap Kerumutan. Di dalam lansekap Kerumutan ada 15 korporasi HTI dan HPH dan 7 korporasi Sawit: PT Selaras Abadi Utama, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Kembang Selaras, PT Arara Abadi, PT Satria Perkasa Agung, PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa, PT Bina Duta Laksana, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bhara Induk, PT Riau Indo Agropalma, PT Bina Daya Bentara dan PT Inhil Hutani Permai (HTI dan HPH). 7 korporasi perkebunan kelapa sawit: PT Tabung Haji Indo plantation/ PT MGI, PT Gandaerah Hendana, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Guntung Idaman Nusa, PT Bhumireksanusa Sejati, PT Riau Sakti Trans Mandiri dan PT Riau Sakti United Plantation dengan dua konsesi (sawit).

Lansekap Kerumutan salah satunya terdiri atas Suaka Margasatwa (SM Kerumutan) berada di Kabupaten Pelalawan, Indaragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Luasnya sekira 120 ribu hektar.

Di dalam lansekap ini ada flora dan fauna. Flora: Punak (tetramerista glabra), sagu hutan (adenantera pavonina), gerunggung (cratoxylum arborescens), bintangur (callophylum schoulatrii), resak (vatica waliichi), balam (palaqium sp). Fauna: harimau loreng sumatera (panthera tigris sumatrae), macan dahan (neofelis nebulosa), owa (hylobates moloch), rangkong (bucheros rhinoceros), monyet ekor panjang (macaca fascicularis), dan kuntul putih (egretta intermedia).

“Kematian Yusri dan Jumiati bukti bahwa korporasi HTI dan Sawit selain merusak hutan juga merusak habitat Harimau, dampaknya konflik Harimau tak bisa dihindarkan. Ini juga tanggung jawab Pemerintah untuk memenuhi hak hidup sebagai hak asasi manusia. Kematian Yusri dan Jumiati membuktikan bahwa  Pemerintah masih abai terhadap pemenuhan HAM,” kata Woro.

Untuk itu Jikalahari mendesak:

  1. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Gubernur Riau segera mereview AMDAL dan Izin Lingkungan korporasi HTI dan Sawit di atas lanskap Kerumutan.
  2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membentuk tim untuk mengevaluasi tata kelola dan tata guna lahan di Lansekap Kerumutan.
  3. Balai Besar BKSDA Riau bekerja lebih responsif untuk menghentikan peredaran harimau di pemukiman-pemukiman warga dengan cara melakukan patroli  mencegah harimau masuk ke dalam pemukiman.

 

******

Narahubung:

Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari, 0813 1756 6965

Okto Yugo Setiyo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari, 0853 7485 6435

About Okto Yugo

Manajer Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *