Catatan 100 Hari Kinerja Kapolda Riau
Irjen Pol Zulkarnaen Adinegara
Pekanbaru, Kamis 12 Januari 2017— Jikalahari menilai dalam 100 hari kinerja Kapolda Riau Irjen Pol. Zulkarnaen Adinegara pada Januari 2017 belum ada langkah berani yang ditunjukkan oleh Kapolda untuk menyelesaikan kasus pidana lingkungan hidup dan kehutanan di Riau. “Jikalahari mencatat kinerja Kapolda Riau biasa-biasa saja, padahal Polda Riau dipimpin bintang dua,” kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.
Jikalahari menilai 100 hari kinerja Polda Riau, penegakan hukum masih jalan di tempat.
Pertama, beberapa hari sebelum Kapolda Riau dijabat oleh Zulkarnain, pada 14 September 2016 Polda Riau menetapkan PT Sontang Sawit Permai (PT SSP) di Kabupaten Rohul dan PT. Wahana Sawit Subur Indah (PT WSSI) sebagai tersangka pembakar hutan dan lahan. PT WSSI sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 2015 oleh Polda Riau.
“Mengapa sampai detik ini, Polda Riau belum melimpahkan berkas korporasi ke kejaksaan alias belum P-21? Padahal Polda Riau berpengalaman menangani perkara karhutla yang melibatkan korporasi,” kata Woro Supartinah.
Kedua, 6 dari 15 korporasi yang dihentikan perkaranya oleh Polda Riau, hingga detik ini belum juga dilanjutkan penyidikannya oleh Polda Riau. Padahal temuan Mabes Polri, enam korporasi tersebut layak dilanjutkan penyidikannya.
Ketiga, pada 18 November 2016 Eyes On The Forest (EoF) melaporkan langsung kepada Kapolda Riau tindak pidana 49 korporasi melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Saat menerima laporan, Zulkarnain memerintahkan Wadireskrimsus Ari Rahman untuk memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada Pelapor (EoF). “Namun lagi-lagi sampai tahun baru ini, SP2HP belum pernah kami terima,” kata Woro Supartinah.
Seharusnya Zulkarnain segera memerintahkan Ditkremsus untuk segera menyelesaikan kasus-kasus karhutla tersebut karena sudah jelas perkaranya. Selain itu, adanya Surat Edaran Kapolri No. SE/15/XI/2016 tentang pengendalian kebakaran hutan dan lahan mempertegas tata cara dan penerapan pasal pada kasus karhula.
SE tersebut merupakan penegasan sikap Kapolri bahwa tindak pidana kebakaran hutan dan lahan dapat dikenakan dengan pendekatan multidoor mulai dari UU Kehutanan, UU Perkebunan hingga UU Lingkungan Hidup. Pelakunya bukan saja individu, cukong juga korporasi.
Bila kebakaran terjadi di dalam areal korporasi, namun penyidik tidak menemukan pelaku pembakarnya, korporasi tetap dapat dipidana menurut pasal 98 ayat (1) dan 99 ayat (1) UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. SE Kapolri kembali mempertegas bahwa apakah disengaja ataupun karena lalai kebakaran yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dapat dipidana.
“Kami menilai SE Kapolri tentang pengendalian karhutla menegaskan bahwa setiap kebakaran di dalam konsesi perusahaan maka pemegang izin perusahaanlah yang harus bertanggung jawab,” kata Woro Supartinah.
Keempat, Laporan Pansus Monitoring dan Perizinan DPRD Riau pada 2014 telah melaporkan tindak pidana kehutanan penggunaan kawasan hutan non prosedural oleh 15 korporasi perkebunanan kelapa sawit kepada Polda Riau. “Bagaimana perkembangannya masih gelap. Polda Riau tidak pernah mengabarkan pada publik status penanganannya,” kata Woro Supartinah.
Kelima, pada 2015 illegal logging warga Bengkalis melaporkan illegal logging di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil. Pelakunya cukong dan aparat penegak hukum. Kapolda Riau baru mengamankan oknum bhabinkamtibmas lantaran diduga membekingi illegal logging, pemain besar hingga korporasi yang menerima kayu illegal tersebut belum disentuh Polda Riau.
Pada 2016, Polda Riau resmi menjadi Polda Tipe A karena dianggap memiliki beban kerja dan kerumitan persoalan yang lebih besar dibandingkan dengan Polda daerah lain. Dengan ditetapkannya Polda Riau sebagai Polda Tipe A maka Polda Riau akan memiliki jumlah sumber daya manusia yang lebih banyak dan juga fasilitas penunjang pekerjaan yang lebih mumpuni.
“ Semestinya kenaikan status dan penambahan sumberdaya yang melekat pada institusi Polda tersebut diiringi dengan peningkatan kinerja pelaksananya. Namun, dalam 100 hari tidak kelihatan terobosan yang dilakukan oleh Kapolda Riau ,” kata Woro Supartinah.
Jikalahari merekomendasi kepada:
- Kapolri memerintahkan kepada Kapolda Riau segera melanjutkan dan menetapkan tersangka korporasi hingga naik ke pengadilan.
- Kapolri segera mengevaluasi kinerja Kapolda Riau karena tidak transparan terkait hasil penyidikan kasus SP3 oleh Penyidik Mabes Polri dan tidak mematuhi SE Kapolri SE 15/XI/2016.
- Kapolda Riau segera memperbaiki kinerja penegakan hukum dan melanjutkan penanganan kasus melibatkan korporasi dan cukong, pelaku kejahatan kehutanan dan lingkungan dengan melimpahkan berkas perkara (P-21) kepada Kejaksaan Tinggi Riau dalam 200 hari kerja..
Nara Hubung:
Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari, 0811 7574 055
Okto Yugo Setiyo, Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari, 0853 7485 6435