Partisipasi Publik Wajib dalam Penyelenggaraan Penataan Ruang

PEKANBARU, 9 AGUSTUS 2017— Jikalahari menilai pernyataan Suhardiman Amby terkait uji publik hanya bisa dilakukan sebelum Pansus RTRWP ketok palu bertentangan dengan semangat peran serta atau partisipasi masyarakat yang tertuang dalam UU Penataan Ruang, UU Kehutanan dan UU Pemerintah Daerah. “Sebelum Perda ditetapkan oleh DPRD Riau, masyarakat punya hak dan kewajiban secara konstitusional memberi masukan dan kritikan atas draft RTRWP Riau 2016 – 2035,” kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.

Peran serta dan partisipasi masyarakat dijelaskan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 354. Pada Pasal 3 huruf a, Pemerintah harus mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan Perda dan Kebijakan Daerah yang mengatur dan membebani masyarakat. Bentuk partisipasi masyarakat diatur dalam Pasal 4, yaitu: Konsultasi publik, musyawarah, kemitraan, penyampaian aspirasi, pengawasan ataupun keterlibatan lain sesuai ketentuan peraturan. “Dari awal pembentukan hingga laporan kerja disampaikan pada Pimpinan DPRD, Pansus RTRWP belum pernah melibatkan publik dalam pembahasan draft RTRWP Riau 2016 – 2035,” kata Woro.

Pada 9 Agustus 2017 di harian Tribun Pekanbaru Suhardiman mengkritik Noviwaldy Jusman, Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau terkait Noviwaldy hendak melakukan uji publik atas hasil kerja Pansus RTRWP Riau. “Wakil Ketua salah menerjemahkan Undang-Undang, kalau mau disahkan seharusnya sebelum Pansus menyerahkan laporan ke Pimpinan, bukan sekarang. Sekarang tinggal pengesahan saja,” kata Suhardiman.

Dari awal pembentukan hingga laporan kerja disampaikan pada Pimpinan DPRD, Pansus RTRWP belum pernah melibatkan publik baik masyarakat terdampak, masyarakat sipil dan akademisi yang selama ini berjuang menyelamatkan hutan tanah dan lingkungan hidup Riau dalam pembahasan draft RTRWP Riau 2016 – 2035. “Mengapa Pansus RTRWP Riau tidak pernah melibatkan masyarakat luas dan tidak transparan dalam bekerja?” kata Woro.

Jikalahari mempertanyakan mengapa Suhardiman Amby tetap bersikukuh  RTRWP Riau  segera ditetapkan, sementara dia tahu hasil Hasil Pansus Monitoring dan Evaluasi Perizinan Kehutanan, Perkebunan dan Pertambangan DPRD Provinsi Riau tahun 2015 menemukan ada 104 perusahaan merambah kawasan hutan seluas 77 ribu hektar[1] akan dilegalkan jika draft RTRWP Riau 2016 – 2035 masih merujuk pada SK 673 dan 878.

Kawasan hutan Riau merujuk SK 903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016  jo SK.393/MENLHK/SETJEN/PLA.0/5/2016 jo 314/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2016 jo SK 878 SK 878/Menhut-II/2014 jo SK 673/Menhut-II/2014. “Bukankah Suhardiman Amby bekas Ketua Pansus Monitoring dan Evaluasi Perizinan Kehutanan, Perkebunan dan Pertambangan DPRD Provinsi Riau tahun 2015  yang waktu itu meminta review SK 673 dan SK 878?  Namun mengapa sekarang Suhardiman tidak tertarik lagi mereview SK 673 dan 878?” kata Woro Supartinah.

Temuan Jikalahari, draft RTRWP Riau 2016 – 2035 yang diserahkan Gubernur Riau kepada DPRD Provinsi Riau pada 2016 merupakan copy – paste draft RTRWP Riau 2010 – 2030. Parahnya lagi, sampai detik ini Gubernur Riau belum membangun sistem informasi dan komunikasi yang dapat diakses masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang. “Padahal sistem informasi dan komunikasi penyelenggaraan penataan ruang adalah perintah perUndang-Undangan” kata Woro. Pasal 23 PP Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang berbunyi: Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah dan pemerintah daerah membangun sistem informasi dan komunikasi penyelenggaraan penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Dan pada Pasal 24 dijelaskan: Sistem Informasi dan Komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, harus memuat paling sedikit: (a) informasi tentang kebijakan, rencana, dan program penataan ruang yang sedang dan/atau akan dilakukan, dan/atau sudah ditetapkan; (b) informasi rencana tata ruang yang sudah ditetapkan; (c) informasi arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan (d) informasi arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang berisi arahan/ketentuan peraturan zonasi, arahan/ketentuan perizinan, arahan/ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

“Publik masih sulit dan terkendala  dalam mengakses data dan informasi  terkait kembangan pembahasan RTRWP Riau. Sejauh ini, informasi yang dibutuhkan publik hanya diketahui dan dipegang oleh  birokrasi tertentu dan elit di DPRD Riau,” kata Woro.

 

Jikalahari merekomendasikan kepada:

  1. DPRD Provinsi Riau agar membuka dokumen publik draft RTRWP Riau 2016 – 2035 dan hasil kerja Pansus RTRWP Riau.
  2. DPRD Provinsi Riau memerintahkan Gubernur Riau membangun sistem informasi dan komunikasi penyelenggaraan penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
  3. Anggota DPRD Provinsi Riau, Suhardiman Amby meminta maaf kepada masyarakat Riau atas pernyataannya tidak ada lagi uji publik hasil kerja Pansus RTRWP Riau karena konstitusi menjamin hak dan kewajiban masyarakat berupa partisipasi masyarakat dalam pembahasan maupun penyusunan Rancangan Peraturan D

 

Narahubung:

Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari, 0813 1756 6965

 Okto Yugo Setiyo, Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari, 0853 7485 6435

[1] http://www.halloriau.com/read-otonomi-78914-2016-03-28-dprd-riau-minta-104-perusahaan-dikembalikan-menjadi-kawasan-hutan.html

About Okto Yugo

Manajer Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *