Pekanbaru, 27 Oktober 2020—Jikalahari menilai pernyataan Jokowi pada 13/10/2020 perihal mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana hidrometeorologi akibat fenomena La Nina tanpa adanya pencabutan izin konsesi HTI dan perkebunan sawit di atas lahan gambut maupun mineral termasuk penegakan hukum terhadap korporasi dan cukong yang membakar hutan dan lahan tidak akan berdampak signifikan. Bencana hidrometeorologi tetap menjadi ancaman yang menimbulkan korban jiwa, kerugian ekonomi, sosial, budaya, kerusakan infrastruktur, kerusakan perumahan dan permukiman, kerusakan lingkungan, serta hasil-hasil pembangunan lainnya sebagai mana tertera dalam Perpres 87 tahun 2020 tentang Rencana Induk Penanggulangan Bencana Tahun 2020 – 2044, lampiran halaman 2.
Dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana hidrometeorologi Jokowi menyampaikan; pertama, siapkan langkah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana hidrometeorologi akibat fenomena La Nina, kedua, hitung dampak dari fenomena La Nina terhadap sektor pertanian, perikanan, dan perhubungan, ketiga, Sebarluaskan informasi mengenai perkembangan cuaca secepatnya ke seluruh provinsi dan daerah.
Bagaimana dengan Riau?
Menurut Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, menyebut periode 18 – 24 Oktober 2020 Riau merupakan salah satu daerah yang akan mengalami curah hujan dengan intensitas lebat. “Masyarakat agar tetap waspada dan berhati-hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan kondisi cuaca ekstrem seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, angin kencang dan pohon tumbang.”
Ancaman hidrometeorologi dipicu oleh perubahan iklim global berupa banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, cuaca dan iklim ekstrim, gelombang ekstrim/gelombang laut berbahaya, dan abrasi.
Temuan Jikalahari, seluas 1.565 hektar hutan alam yang hendak di tebang oleh PT NPM (April Grup) melalui Koperasi Koto Intuak akan menyebabkan banjir, longsor dan kekeringan. Lokasi izin HKm koperasi Koto Intuok merupakan hutan alam yang menjadi penyangga SM Bukit Rimbang Bukit Baling. Selain itu juga menjadi habitat satwa liar yang dilindungi.
Di Riau, luas hutan alam tersisa dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan. Hasil analisis Jikalahari melalui Citra Landsat 8-OLI dan Sentinel-2, terjadi peningkatan deforestasi mencapai 3 kali lipat dibandingkan tahun 2018. Pada 2019, sisa hutan alam di Riau seluas 1.442.669 hektar dari 6.727.546 hektar pada 1982. Peningkatan deforestasi dilakukan oleh korporasi HTI, perkebunan sawit dan cukong-cukong yang merambah kawasan hutan lindung, konservasi dan taman nasional.
Catatan Jikalahari, korporasi menguasai 2,1 juta hektar yang dikuasai oleh APP dan APRIL Grup. Temuan Pansus Monitoring Evaluasi Perizinan DPRD Provinsi Riau pada 2015 ada 1.8 juta hektar sawit illegal yang terbagi dalam 378 perusahaan. Pansus menghitung, dari potensi pajak perkebunan sawit di Provinsi Riau yang mencapai Rp 24 triliun, baru Rp 9 triliun yang mengalir ke kas Negara.
“Banjir yang terjadi karena deforestasi. Deforestasi terjadi karena ada korupsi, pembakaran hutan dan lahan yang terjadi di kawasan hutan yang seharusnya menjadi zona lindung untuk resapan air,” kata Made Ali
Selain ancaman hidrometeorologi, Riau juga dilanda ancaman biologis berupa Wabah, penyakit hewan (zoonosis), hama dan penyakit tanaman, juga dapat menimbulkan korban jiwa dan kerugian ekonomi yang tidak sedikit.
Riau sedang mengalami pandemi covid-19. Hingga 27 Oktober 2020, data Covid-19 di Provinsi Riau sebanyak 45.421 orang suspek dan 13.749 orang terkonfirmasi covid-19.
Sebuah riset yang dipublikasi di jurnal Proceedings of Royal Society menyebut aktivitas manusia berupa perburuan ilegal (eksploitasi) satwa liar dan perusakan habitat alami (keanekaragaman hayati) adalah faktor yang mendasari berlimpahnya penyakit menular atau zoonosis. Zoonosis merupakan wabah yang disebabkan oleh penularan virus hewan liar ke manusia.
Studi ini menemukan: 70 persen penyakit manusia adalah zoonosis seperti wabah virus korona alias Covid-19, 140 virus telah ditularkan dari hewan ke manusia dan hewan tersebut masuk dalam daftar Merah Spesies terancam punah IUCN. “Para pembuat kebijakan harus fokus dan siap siaga mencegah risiko penyakit zoonosis, terutama mengembangkan kebijakan terkait lingkungan, pengelolaan lahan dan sumber daya hutan,” kata Christine Johnson
“Penebangan hutan alam oleh APRIL Grup di HKm Koto Intuok meningkatkan ancaman hidrometerologi dan Covid-19 akibat rusaknya hutan alam sebagai zona lindung resapan air dan tempatnya virus zoonosis berkembang, untuk menghentikannya hanya satu cara, yaitu dengan menghentikan kerusakan hutan alam, memulihkan dan mengembalikan fungsi hutan sebagai habitat satwa serta memelihara keanekaragaman hayati,” kata Made Ali
Pemerintah tidak cukup menghentikan ancaman hidrometeorologis dalam bentuk menggelontorkan dana jumbo untuk penanggulangan banjir berupa evakuasi warga, bantuan sosial dan perbaikan rumah-rumah warga dan pemadaman karhutla berupa modifikasi cuaca (hujan buatan), water boombing, patroli dan pemadaman api.
“Bentuk nyata menghentikan ancaman hidrometeorologis dalam waktu dekat yaitu memasukkan wilayah izin HKm Koperasi Koto Intuok ke dalam PIPIB dan dikelola oleh masyarakat dalam bentuk hutan adat,” kata Made Ali
Narahubung:
Made Ali, Koordinator Jikalahari —081275311009
Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi—0812 6111 6340