Jakarta, Rabu 30 November 2016—Jikalahari melaporkan kebakaran hutan dan lahan di dalam areal dan konsesi 49 korporasi industri HTI dan Perkebunan Kelapa Sawit di Riau sepanjang 2014-2016 kepada Nazier Foead, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) di kantor BRG Jakarta. Nazir Foead menerima langsung laporan tersebut dari Woro Supartinah (Koordinator Jikalahari) dalam hal ini mewakili Eyes On the Forest (EoF). EoF adalah koalisi terdiri atas Jikalahari, Walhi Riau dan WWF Riau.
Ka. BRG dalam menerima laporan tersebut menyatakan mengapresiasi apa yang telah dilakukan EoF dalam melakukan pemantauan terhadap lahan terbakar dan itu menjadi bahan masukan bagi BRG untuk melakukan upaya-upaya yang diperlukan.
Laporan 49 korporasi itu berisi hasil investigasi lapangan kebakaran hutan dan lahan di konsesi dan areal perusahaan. Total 36 dari 49 korporasi berada di kawasan bergambut dalam. Ke-36 perusahaan di atas kawasan gambut dengan kedalaman antara 0,5 hingga lebih dari 4 meter terdiri atas:
HTI 19 Perusahaan: PT Rimba Rokan Lestari, PT Riau Andalan Pulp and Paper, PT Bina Duta Laksana, PT Sumatera Riang Lestari, PT Suntara Gaja Pati, PT Siak Raya Timber, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Dexter Timber Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya, KUD Bina Jaya Langgam, PT Putri Lindung Bulan, PT Arara Abadi (Distrik Duri, Nilo, Pulau Muda – Merawang dan Siak Berbari), PT Sumatera Riang Lestari Blok IV Rupat, PT Rimba Rokan Perkasa, PT Satria Perkasa Agung, PT Triomas FDI dan PT Seraya Sumber Lestari.
Perkebunan Kelapa Sawit 17 perusahaan: PT Sinar Sawit Sejahtera, PT Andika Permata Sawit Lestari, PT Raja Garuda Mas Sejati, PT Pan United, PT Parawira, PT Alam Sari Lestari, CV Nirmala, PT Agroraya Gematrans, PT Bertuah Anekayasa, PT Bumireksa Nusa Sejati, PT Duet Rija, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Pancasurya Agrindo, PT Pusaka Mega Bumi Nusantara, PT Setia Agrindo Lestari, PT Tesso Indah dan PT Langgam inti Hibrindo.
Ada 6 perusahaan yang menanam kembali di areal bekas terbakar, yaitu: PT Sinar Sawit Sejahtera, PT Parawira, PT Sumatera Riang Lestari, PT Rimba Lazuardi, PT Siak Raya Timber dan PT Dexter Timber Perkasa Indonesia, PT Triomas FDI dan PT Seraya Sumber Lestari.
“Rata-rata areal bekas terbakar sudah ditanami sawit dan akasia berumur sekitar 1 tahun. Hal ini makin menguatkan dugaan bahwa pembakaran lahan sengaja dilakukan untuk menyuburkan lahan, sehingga lahan kemudian dapat ditanami.
Secara jelas tindakan ini bertentangan dengan Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor S.494/MENLHK-PHPL/2015 tentang Larangan Pembukaan Lahan Gambut yang terbit 3 November 2015 mengatakan: (1) “Ditetapkan kebijakan Pemerintah untuk tidak dapat lagi dilakukan pembukaan baru atau eksploitasi lahan gambut. Untuk itu, pembangunan usaha kehutanan dan perkebunan tidak dengan pembukaan lahan di areal bergambut.”
Dan Surat Instruksi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) S.495/2015 tanggal 5 November 2015 tentang Instruksi Pengelolaan Lahan Gambut, diatur bahwa: “Dilarang melakukan pembukaan lahan (land clearing) untuk penanam baru, meskipun dalam area yang sudah memiliki izin konsesi,” serta “Dilarang melakukan aktifitas penanaman di lahan dan hutan yang terbakar karena sedang dalam proses penegakan hukum dan pemulihan.”
“EoF mendorong BRG untuk mendesak perusahaan untuk segera melakukan restorasi di areal 36 korporasi yang terbakar karena telah merusak gambut dan menyebabkan perubahan iklim,” kata Woro Supartinah.
Narahubung:
Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari, 081317566965
Okto Yugo Setiyo, Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari, 0853 7485 6435