Jikalahari Desak Gubernur Riau: Festival Pacu Jalur Harus Bebas Asap

Pekanbaru, 24 Juli 2025— Jikalahari mendesak Gubernur Riau Abdul Wahid untuk menyelesaikan persoalan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) jelang festival pacu jalur di Taluk Kuantan pada 20 – 24 Agustus mendatang. “Event Pacu Jalur sedang menjadi perhatian internasional berkat aura farming, jangan sampai kabut asap akibat karhutla mengalihkan perhatian publik dan menunjukkan Gubernur Riau tidak siap dalam menghadapi karhutla,” kata Okto, Yugo Setiyo, Koordinator Jikalahari

Even pacu jalur merupakan lomba pacu sampan di Kabupaten Kuansing yang dilaksanakan sejak Mei 2025. Puncaknya pada 20-24 Agustus 2025 dengan tema “Pacu Jalur Mendunia UMKM Semakin Jaya”. Namun tradisi tahunan ini terancam gagal lantaran Karhutla.

Berdasarkan pantauan Jikalahari, dalam sepekan terakhir, karhutla di Riau terus meningkat. Jikalahari memantau langsung karhutla yang terjadi di Kecamatan Rokan IV Koto, Rokan Hulu dan Kecamatan Bangko Pusako, Rokan Hilir, hingga hari ini masih terus dilakukan pemadaman dan pendindingan. Bahkan dampaknya ada 4 kecamatan yang sekolahnya diliburkan yaitu Kecamatan Bangun Purba, Rambah, Rambah samo dan Rokan IV Koto.

“Karhutla ini bisa diminimalisir jika sejak awal Gubernur Riau menetapkan Siaga Karhutla pada Maret 2025, langsung menjalankan Perda No 1 Tahun 2019 tentang Pedoman Pedoman Teknis Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan,” kata Okto.

Dalam Perda, terkait penyelenggaraan pengendalian karhutla, Gubri harus menyiapkan berbagai hal krusial di antaranya: peta rawan karhutla, pemantauan berkala, verifikasi lapangan, protokol komunikasi pelaporan hingga standar operasional dan prosedur penerbitan peringatan dini.

Selain hal teknis di atas, hal penting dan sudah dimandatkan dalam perda ini, Gubri harusnya proaktif untuk menata perizinan di lahan gambut dan meninjau ulang pemanfaatannya. Ini sejalan pula dengan meninjau kepatuhan dari pemegang izin terutama di areal gambut tersebut dalam menyiapkan sarana prasarana untuk mengendalikan karhutla. Tak kalah penting, peran pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan rutin dan berkala hingga kesigapan pemda untuk menindak pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan karhutla dan pencemaran lingkungan yang terjadi.

Selain tidak menjalankan Perda Nomor 1 Tahun 2019, Gubernur Riau juga mengabaikan prediksi kemarau dari Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Kepala BMKG Dwikorita Karyawati sudah menyampaikan pada Maret 2025 bahwa puncak musim kemarau 2025 terjadi pada Juni hingga Agustus. Mestinya peringatan ini menjadi dasar bagi Gubri untuk mengambil langkah pencegahan karhutla secara proaktif.

Berdasarkan pantauan Citra Soumi NPP-VIIRS (National Polar orbiting Partnership-Visible Infrared Imaging Radiometer Suite), hotspot sepanjang Maret hingga Juli 2025 berjumlah 2.209 titik yang tersebar di 12 Kabupaten/Kota. Rokan Hilir dan Rokan Hulu merupakan kabupaten dengan jumlah hotspot terbanyak. Berdasarkan data hotspot bulanan, lonjakan hotspot paling tinggi berada di Juli dimana pada bulan ini terjadi peningkatan 5 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Juni).

Sebanyak 45% atau 998 titik hotspot berada di lahan gambut, keberadaan hotspot didominasi pada kawasan gambut dalam (> 4 meter). Jumlah hotspot yang berada di kawasan perusahaan sebanyak 367 titik atau sebesar 17% dari total hotspot, 143 titik berada di konsesi HTI dan 224 titik berada di perkebunan sawit.

“Artinya, jika Gubri Abdul Wahid melakukan pemetaan areal rawan karhutla, lalu dilakukan pemantauan berkala sesuai Perda No 1 Tahun 2019, karhutla dan kabut asap di Riau tidak akan terjadi, karena sudah dilakukan pencegahan sejak dini,” kata Okto

Catatan Jikalahari, karhutla yang terjadi di Riau hingga Juli 2025 tersebar di berbagai  kabupaten/kota di antaranya: Rokan Hilir 400 ha, Rokan Hulu 207,8 ha, Kampar 150,80 ha, Siak 50,72 ha, Dumai 35,33 ha, Indragiri Hilir 25,5 ha, Pekanbaru 21,08 ha, Indragiri Hulu 18,25 ha, dan Kuantan Singingi 1 ha. Sedangkan catatan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) sejak 1 Januari hingga 20 Juli 2025, Riau memiliki 4.449 titik panas dengan total luas karhutla hingga Mei 751,08 ha. Karhutla ini terjadi di lahan gambut seluas 695,72 ha dan kawasan mineral seluas 55,37 hektar.

Jikalahari mengingatkan Pemprov Riau segera menangani Karhutla. Kebakaran hutan di Riau bukan fenomena baru yang tiba-tiba datang merampas hak kesehatan masyarakat dan lingkungan. Bencana ini telah berpola, dan apabila tak segera ditangani, mengancam kegagalan perhelatan tahunan pacu jalur – agenda pendorong perekonomian dan menarik wisatawan dari berbagai daerah dan mancanegara – berisiko gagal terlaksana.

“Festival pacu jalur menjadi kesempatan supaya Riau dapat dikenal hingga internasional, dan meningkatkan perputaran roda perekonomian masyarakat. Namun kini potensi ini terancam hilang karena Gubri tidak menangani Karhutla dengan cermat dan sigap. Yang dilakukan hanya seremonial  belaka. Tidak ada aksi konkret yang sudah diamanatkan dalam perda,” kata Okto.

Jikalahari merekomendasikan agar Gubernur Riau segera:

  1. Menjalankan Perda Provinsi Riau No. 1 Tahun 2019 terutama berkaitan dengan penataan ulang pengelolaan dan pemanfaatan gambut, meninjau ulang izin perusahaan yang berada di kawasan gambut dan melakukan audit kepatuhan
  2. Mendorong dilakukannya penegakan hukum terhadap pelaku karhutla terutama korporasi sawit dan HTI yang telah gagal melindungi arealnya dari karhutla
  3. Menghentikan karhutla agar Festival pacu jalur bebas asap.

Narahubung:

Okto Yugo Setiyo, Koordinator Jikalahari: +62 853-7485-6435

Nurul Fitria, Manajer Riset dan Kampanye: +62 852-6571-7699

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *