Industri HTI Juga Penyebab Karhutla di Riau

PEKANBARU, 24 Juni 2019— Jikalahari heran mengapa Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo tidak memasukkan industri HTI Kehutanan sebagai penyebab pembakaran hutan dan lahan. “Padahal data lapangan dan hotspot menunjukkan karhutla juga banyak terjadi di areal korporasi HTI,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.

Pada 17 Juni 2019 Kepala BNPB menyampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, penyebab karhutla 1% karena alam dan 99% karena ulah manusia. Penyebab tidak disengaja akibat puntung rokok, membakar sampah, cuaca panas persentasenya kecil. Sementara persentase terbesar karena disengaja, akibat pembakaran hutan untuk pembukaan lahan sawit. “DPR kami harapkan tidak hanya mengatur soal anggaran, tapi bisa membuat regulasi dan menyampaikan kewajiban pemilik Izin Usaha Pertambangan dan Perkebunan untuk mengembalikan fungsi vegetasi,” kata Doni Monardo.

Padahal dari pantauan Jikalahari, jumlah hotspot sepanjang 10 tahun terakhir dari 2009 – 2019 di Riau mencapai 109.332 hotspot dan dengan confidence > 70% terdapat 52.721 titik yang berpotensi menjadi titik api. Dari hasil analisis hotspot, titik berpotensi menjadi karhutla berada di areal konsesi HTI sebanyak 20.129 titik dan 3.835 titik berada dalam areal perkebunan kelapa sawit.

Dengan confidence >70% titik yang berpotensi menjadi titik api terbanyak berada di areal konsesi: PT Sumatera Riang Lestari (2.334), PT Arara Abadi (2.097), PT Satria Perkasa Agung (1.951), PT RAPP (1.562), PT Sekato Pratama Makmur (1.114), PT Rimba Rokan Perkasa (1.069), PT Rokan Permai Timber (958), PT Hutani Sola Lestari (786), PT Rimba Rokan Lestari (786) dan PT Siak Raya Timber (647).

Untuk perkebunan kelapa sawit, potensi titik api terbanyak berada di areal: PT Alam Sari Lestari (165), PT Teguh Karsawana Lestari (153), PT Riau Makmur Sentosa (149), PT Trisetia Usaha Mandiri (128), PT Uni Seraya (126), PT Triomas FDI (124), PT Multi Gambut Industri (90), PT Jatim Jaya Perkasa (81), PT Langgam Inti Hibrindo (78) dan PT Raja Garudamas Sejati (73).

“Justru hotspot paling banyak muncul di areal konsesi industri HTI dan 50% diantaranya berpotensi menjadi titik api. Fakta di lapangan juga menunjukkan areal konsesi HTI banyak terbakar sepanjang 2014 – 2019,” kata Made Ali.

Temuan Jikalahari dan Eyes on The Forest (EoF) di lapangan menunjukkan justru areal korporasi HTI banyak terbakar sepanjang 2014 hingga kini. Sepanjang 2014 hingga 2016 EoF melakukan investigasi lapangan dan menemukan kebakaran hutan dan lahan di areal 30 korporasi HTI dan 19 perkebunan sawit. Selain itu pada akhir tahun 2015, Polda Riau menetapkan 18 korporasi —11 perusahaan diantaranya HTI—sebagai tersangka pelaku karhutla di Riau pada 2015.

Hasil analisis temuan lapangan menunjukkan areal HTI terbakar berada di lahan gambut yang mudah terbakar serta terjadinya kebakaran berulang di areal konsesi yang sama. Korporasi HTI juga ditemukan kembali menanam di areal bekas terbakar. Selain itu, juga adanya konflik dengan masyarakat di sekitar areal konsesi perusahaan yang tidak segera diselesaikan pihak perusahaan, sehingga ketika terjadi karhutla, perusahaan HTI selalu menyalahkan karena areal karhutla berkonflik.

Jikalahari merekomendasikan agar BNPB juga menyertakan korporasi HTI sebagai salah satu penyebab terjadinya karhutla selain perkebunan sawit dan tambang. Selain itu DPR RI juga segera membuat regulasi dan mendesak pemilik Izin Usaha HTI, Pertambangan dan Perkebunan untuk mengembalikan fungsi vegetasi lahan bekas terbakar.

Narahubung:

Made Ali, Koordinator Jikalahari 081275311009

Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari 0812 6111 634

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *