Erick Thohir Didesak Segera Mengembalikan Lahan Masyarakat Adat Pantai Raja

Pekanbaru, 26 November 2021—Kunjungan kerja Menteri BUMN, Erick Thohir ke PTPN V disambut harapan masyarakat adat Pantai Raja. Masyarakat adat Pantai Raja mendesak  Erick Thohir Segera Mengembalikan Lahan Masyarakat Adat Pantai Raja sebagai bentuk keadilan atas perampasan lahan oleh PTPN V sejak 1984 yang bahkan sudah diakui oleh pihak PTPN V.

Persoalan perampasan lahan dengan PTPN V terjadi di Desa Pantai Raja sejak 33 tahun yang lalu. Di mana pada 1984 PTPN V datang ke Pantai Raja tanpa ada dialog langsung membabat kebun karet masyarakat. Pada 1999 pasca reformasi, terjadi dialog dan kesepakatan bahwa pihak PTPN V mengakui bahwa terdapat lahan milik masyarakat adat Pantai Raja seluas 150 hektar berada dalam inti kebun PTPN V, namun hingga kini tak kunjung dikembalikan.

“Kami berharap Bapak Menteri Erick Thohir mau menyelesaikan konflik yang sudah puluhan tahun dirasakan oleh Masyarakat Adat Pantai Raja,” kata Gusdianto, perwakilan masyarakat adat Pantai Raja.

Masyarakat adat Pantai Raja telah berjuang sejak lama dan telah menyampaikan persoalan ini ke berbagai pihak. Pada 2019 Komnasham RI merespon laporan masyarakat dan melakukan mediasi. Mediasi dilaksanakan pada 11 April 2019 di Kantor Bupati Kampar dan dihadiri PTPN V dan Pemkab Kampar. Kesepakatannya PTPN V akan membangunkan kebun masyarakat dengan pola KKPA dan bersama-sama mencari lahan.

Sudah beberapa kali survey lapangan bersama antara masyarakat dan PTPN V. Namun lagi-lagi tak ada tindaklanjut dari PTPN V. kemudian masyarakat melakukan aksi dengan menduduki lahan 150 hektar yang diakui oleh pihak PTPN V sebagai lahan masyarakat pada Agustus 2020. Aksi tersebut  akibat PTPN V tak menjalankan hasil mediasi yang difasilitasi Komnas HAM.

“Bukanya merespon tuntutan masyarakat, PTPN V melalui Direktur PTPN V, Jatmiko K Santosa justru menggugat masyarakat adat Pantai Raja sebesar Rp 15 milyar ke pengadilan negeri Bangkinang serta melaporkan ke Polda Riau,” kata Gusdianto,

Atas gugatan PTPN V Majelis hakim Riska Widiana, Sofya Nisra dan Ferdi menolak sebagian gugatan PTPN V, berupa: permintaan PTPN V membayar uang kerugian karena telah memblokir jalan, menduduki kebun dan menghalang-halangi aktivitas PTPN V sebesar Rp 4,5 miliar plus Rp 10 miliar termasuk sita jaminan tidak terbukti, PTPN V meminta warga mengosongkan areal yang diduduki dan bila perlu meminta bantuan kepolisian atau pihak berwajib ditolak majelis karena saat sidang lapangan tidak lagi melihat aksi tersebut.

Artinya, informasi yang disampaikan PTPN V selama ini yang mengatakan mereka rugi atas pendudukan lahan oleh warga, ternyata tidak benar atau hoax. “PTPN V harus mencabut berita itu dari seluruh media. Apalagi hal tersebut menakuti, menggangu psikologi warga hingga salah satu pimpinan adat yang digugat terkena stroke,” kata Wakil Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setyo.

Selain menolak, majelis juga menerima beberapa gugatan PTPN V, antara lain: 11 warga yang digugat terbukti melawan hukum berupa menduduki lahan HGU PTPN V, HGU sah milik PTPN V, berita acara kesepakatan antara masyarakat Pantai Raja dengan direksi PTPN V, 6 April 1999, bukan alas hak milik masyarakat maupun pihak lainnya, 11 masyarakat atau yang diwakili tidak terbukti memiliki lahan di atas areal HGU PTPN V dan 11 warga harus bayar biaya perkara Rp 14,6 juta.

Majelis Hakim tidak mempertimbangkan produk hukum terbaru maupun peristiwa hukum terbaru. Misalnya, Presiden Joko Widodo pernah mengatakan dalam rapat terbatas percepatan penyelesaian masalah pertanahan, mengancam akan mencabut izin konsesi yang dipegang perusahaan swasta atau BUMN yang tidak menyerahkan lahan masyarakat yang masuk ke dalam konsesi.

“Saya sampaikan kalau yang diberi konsesi sulit-sulit, cabut konsesinya. Saya sudah perintahkan ini cabut seluruh konsesinya, tegas, tegas. Rasa keadilan dan kepastian hukum harus dinomor satukan. Sudah jelas di situ (masyarakat) sudah hidup lama, di situ malah kalah dengan konsesi yang baru saja diberikan,” kata Jokowi, Jumat, 3 Mei 2019.

Presiden Jokowi juga dalam nawa cita telah menetapkan alokasi Tanah Obyek Reformasi Agraria (TORA) seluas 9 juta ha. Jokowi juga menerbitkan Perpres 86/2018 tentang reforma agraria yang hendak menata kembali aset tanah khususnya tanah-tanah masyarakat yang berada di dalam konsesi HGU, termasuk dari kawasan hutan.

Salah satu bentuk implementasi TORA yang telah diwujudkan dan memiliki kekuatan hukum adalah pengembalian tanah milik masyarakat adat Sinama Nenek yang selama 30 tahun berada dalam HGU PTPN V. Ini juga seharusnya jadi rujukan majelis dalam memutuskan perkara gugatan PTPN V terhadap warga Pantai Raja. “Artinya, perjuangan warga Pantai Raja yang menuntut pengembalian tanah adatnya sejalan dengan kebijakan Presiden Jokowi dan tidak dalam rangka melawan hukum,” kata Okto.

Gugatan PTPN V terhadap warga adalah pemborosan dan menghambur-hamburkan uang negara. Oleh karena itu, Menteri BUMN Erick Thohir harus segera memecat Direktur Utama PTPN V Jatmiko Krisna Santosa. Sebab, tanpa ke pengadilan pun, tidak ada masalah dengan HGU PTPN V. Apalagi, terbukti tidak ada kerugian yang dialami PTPN V atas aksi warga menduduki lahan.

Menteri BUMN juga harus mengevaluasi seluruh direksi yang memberi pertimbangan dalam menggugat warga. Padahal, sebelum Jatmiko menjabat, PTPN V tidak pernah menggugat dan mengkriminalisasi warga dengan menggunakan uang negara. PTPN V mengumumkan semua uang negara yang dipakai selama menggugat warga Pantai Raja. Semestinya, uang tersebut dipakai mensejahterakan masyarakat khususnya di tengah pandemi covid-19.

*********

Narahubung

Okto Yugo, Wakil  Koordinator Jikalahari —0853 7485 6435

Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi—0812 6111 6340

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *