Pekanbaru, 10 Maret 2020—Kapolri Idham Aziz kembali datang ke Riau untuk kedua kalinya, “tidak membawa manfaat sama sekali terkait penegakan hukum terhadap korporasi pembakar hutan dan lahan,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.
Padahal sepanjang Januari – 9 Maret 2020, hasil analisis hotspot melalui satelit Terra-Aqua Modis terdapat 808 titik hotspot denga rincian: Kabupaten Bengkalis 282 titik, Pelalawan 164 titik, Kepulauan Meranti 135 titik, Siak 95 titik, Dumai 90 titik, Rokan Hilir 23 titik dan Indragiri Hulu 18 titik.
Wilayah korporasi paling banyak hotspot: PT Arara Abadi 47 titik, PT Bukit Batu Hutani Alam 19 titik, PT Satria Perkasa Agung 33 titik, PT Sekato Pratama Makmur 25 titik, PT RAPP 22 titik, PT Seraya Sumber Lestari 14 titik, PT Sumatera Riang Lestari 61 titik, PT Surya Dumai Agrindo 33 titik dan PT Meskom Agro Sarimas 7 titik.
“Jikalahari menemukan karhutla terjadi di dalam areal PT Surya Dumai Agrindo di Dumai dan PT Meskom Agro Sarimas di Bengkalis,” kata Made Ali,” tapi mengapa fakta areal korporasi terbakar tidak diumumkan oleh Kapolri, hanya pelaku individu sebanyak 44 tersangka yang diumumkan oleh Kapolri?” kata Made Ali.
Kapolri mengumumkan ke 44 tersangka individu dalam sambutannya saat meluncurkan aplikasi Lancang Kuning Nusantara atau Dashboard Nusantara di Balai Serindit Aula Gubernuran pada 9 Maret 2020 bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Wamen LHK Alue Dohong, Kepala BNPB Doni Monardo dan Gubernur Riau Syamsuar.
“Kapolri berhentilah gagahan mengumumkan 44 individu tersangka pembakaran hutan dan lahan, belajarlah dari putusan Syafrudin,” kata Made Ali.
Majelis Hakim PN Pekanbaru pada 4 Februari 2020 membebaskan terdakwa Syafruddin karena tidak terbukti melakukan tindak pidana terkait pembakaran hutan dan lahan. Salah satu pertimbangan majelis hakim, bahwa Syafrudin hanya petani kecil yang sudah berusia lanjut (68 tahun), Pendidikan SD pun tak tamat. Sangat tidak adil, jika seorang peladang kecil yang mencari penghidupan dengan menggarap lahan malah dipidana. Bagaimana penegakan hukum terhadap korporasi yang secara besar-besaran membakar lahan? Tahun 2015 Polda Riau menerbitkan SP3 terhadap 15 korporasi yang diduga terlibat kebakaran hutan dan lahan. “Ini jelas mencederai rasa keadilan masyarakat. Seharusnya penegak hukum lebih serius pada kebakaran yang dilakukan korporasi karena skala kebakaran hutan dan lahan yang ditimbulkan lebih besar, lebih dari dua hektar,” kata Majelis hakim Sorta Ria Neva (Ketua), Afrizal Hady dan Abdul Aziz (masing-masing anggota) hal 38 putusan No 1038/Pid.B/LH/2019/PN.Pbr.
“Putusan majelis hakim dengan telak menyindir Polda Riau, kok beraninya sama kakek 68 tahun yang bertahan hidup dengan bertani? Sekelas Kapolri kok tak berani membuka SP3 15 korporasi pembakar hutan dan lahan?” kata Made Ali.
Catatan Jikalahari menunjukkan, perkara-perkara korporasi PT Adei Plantation Industry, PT National Sago Prima, PT Palm Lestari Makmur dan PT Langgam Inti Hybrindo yang pernah ditangani Polda Riau, paska divonis majelis hakim hotspot dan karhutlanya jauh berkurang. “Artinya penegakan hukum terhadap korporasi memberi efek jera. Tanpa perlu repot-repot ikut memadamkan api hingga Kapolda Riau berkeringat memadamkan api di dalam areal PT SRL di Rupat, penegakan hukum terhadap korporasi itu sudah termasuk Polisi ikut memadamkan api,” kata Made Ali.
Jikalahari menyarankan Kapolri Idham Aziz agar menambah anggaran penanganan karhutla di Ditreskrimsus Polda Riau. Temuan Jikalahari, terbatasnya jumlah korporasi yang ditangani penyidik selama ini karena anggaran dan sarana prasarana minim berupa lokasi kebakaran yang sulit dijangkau, menghadirkan ahli di luar Riau, dan penambahan penyidik. “Itu semua bisa terjadi bila Kapolrinya benar-benar berani melawan korporasi pembakar hutan dan lahan.”
Narahubung:
Made Ali, Koordinator Jikalahari 081275311009
Arpiyan Sargita, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari 0812 6111 6340