Gagap Menghadapi Karhutla di Tengah Memperbaiki Tata Kelola Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Catatan 250 Hari Gubernur dan Wakil Gubernur Riau 

I. Pengantar 

Kebakaran Hutan dan Lahan Berulang

Peringatan ulang tahun Provinsi Riau ke-62 ditaja di tengah kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Ratusan peserta upacara terpaksa mengenakan masker menghindari bahaya ISPA.

Karhutla dan kabut asap kembali terjadi di Provinsi Riau sejak Januari-Oktober 2019. Pada Juli- September 2019, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) menunjukan kualitas udara di Riau berbahaya hingga berminggu-minggu. Dari 1-9 Oktober 2019, PM10 mencapai angka tertinggi 254,2 pada 2 September dan 260 pada 7 September 2019  yang artinya sangat tidak sehat. Mulai 10 – 23 September 2019 PM10 mencapai angka 683,8 yang artinya berbahaya.

Dampaknya 3 warga Riau diduga meninggal akibat terpapar polusi asap, lebih 300 ribu masyarakat Riau terkena Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan menyebabkan kerugian Negara lebih Rp. 50 triliun. Kerugian ini berasal dari terganggunya aktivitas perdagangan, jasa, kuliner, perkebunan, dan kerugian waktu delay dari aktivitas penerbangan[1].

Untuk mengurangi dampak ISPA, sejak 26 Agustus 2019, Jikalahari menyalurkan masker N 95 ke Sekolah Dasar, Taman Kanak-Kanak, beberapa spot di Pekanbaru dan mendirikan posko peduli kabut asap Riau di Kedai Kopi J. Total lebih dari 5 ribu masker yang sudah diberikan. Masker juga diberikan di Kabupaten Kampar, Siak, Rohul, Inhil, Inhu dan Pelalawan. Setiap kabupaten ada beberapa spot dan setiap spot diberikan 250 masker.

Pada 12 September 2019, kualitas udara Riau terus memburuk dengan nilai ISPU 638 yang artinya berbahaya. Ini sangat berdampat terhadap balita, ibu hamil dan lansia. Beberapa sekolah telah  diliburkan, namun guru-guru masih wajib datang ke sekolah di tengah kabut asap.

Setelah survei lokasi, Jikalahari memilih PAUD TPA dan TK Islamic Center Siak menjadi target bagi-bagi masker selanjutnya. Perjalanan Pekanbaru – Siak memakan waktu 2 jam 30 menit, dengan jarak pandang kurang dari 30 meter. Di beberapa titik terlihat inisiatif masyarakat memberikan masker bedah untuk pengguna sepeda  motor, namun masker yang diberikan bukan masker berstandar yaitu N 95 yang direkomendasikan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

PAUD TPA dan TK Islamic Center Siak memiliki 290 murid, 26 guru perempuan, 2 diantaranya sedang hamil. Dalam kondisi asap setiap hari mereka wajib datang ke sekolah, karena yang diliburkan hanya siswa. “Ini bukan karena kami ingin libur. Kami juga makhluk yang perlu dilindungi dari jerebu. Apa jadinya jika saat pelajar dan anak didik kembali ke sekolah, gurunya justru sakit, tentu semua pihak tidak menginginkan hal itu,” kata Zhurotul Hayati, Kepala PAUD TPA dan TK Islamic Centre.

Masker yang disalurkan hasil penggalangan donasi sejak 20 Agustus 2019 melalui posko Peduli Asap Kedai Kopi J. Jikalahari juga membuka posko kesehatan gratis, menyediakan masker, vitamin, obat-obatan dan oksigen. Sampai 29 September 2019 sudah ada 9 ribu masker, vitamin, obat-obatan dan oksigen yang disalurkan.

Selain Jikalahari, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Provinsi Riau pada 9 September 2019 juga memberikan masker, membuka posko kesehatan dan rumah evakuasi kabut asap. PKS memprioritaskan posko untuk ibu hamil, balita dan lansia. PKS juga menyediakan layanan antar jemput, dokter spesialis serta obat-obatan.

Inisiatif masyarakat muncul karena Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau tidak peduli terhadap masyarakat terpapar asap. Pemerintah hanya fokus memadamkan karhutla hingga lupa dengan kondisi masyarakat. Korban ISPA terus bertambah, hinga 12 September lebih dari 200 ribu warga terdampak ISPA, bahkan bayi berumur 3 hari diduga meninggal karena terpapar asap.

Pada 10 September 2019 Syamsuar instruksikan Dinas Kesehatan (Dinkes) provinsi, kabupaten dan kota di Riau mendirikan posko pelayanan kesehatan 24 jam bagi masyarakat yang terpapar asap. Namun Dinkes Prov. Riau baru membuka posko kesehatan pada 13 September 2019, tepat tiga hari sebelum Presiden Jokowi datang ke Riau.

Publik semakin marah. Kualitas udara terus memburuk membuat aktifitas masyarakat terganggu hingga melakukan protes. Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Riau turun ke jalan, mendesak Gubernur Riau (Gubri) dan  Polda Riau segera menyelesaikan permasalahan karhutla dan melakukan penegakan hukum terhadap korporasi terlibat karhutla.

Syamsuar menemui massa aksi dan berjanji akan membekukan izin perusahaan yang terbukti terlibat karhutla. Syamsuar sebagai Komandan Satgas Karhutla akan memasang police line di areal bekas terbakar, agar tidak ditanami oleh sekelompok orang. Ia juga berjanji akan memberikan bantuan alat berat ekskavator di setiap daerah rawan kebakaran[2].

Desakan penyelesaian kasus karhutla juga datang dari Ikatan Keluarga Alumni Universitas Riau (IKA Unri). IKA Unri akan melakukan gugatan massal atau class action terhadap Presiden, Menteri LHK, Menteri BPN, Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan Nasional, Gubernur Riau sampai Bupati dan Wali kota se-Riau. Alasan gugatan ini karena pemerintah lalai mencegah karhutla, sehingga menyebabkan bencana kabut asap dan pencemaran udara[3].

Selain itu, Jikalahari menggalang dukungan melalui petisi online change.org agar korporasi pelaku karhutla dihukum. Petisi ditujukan kepada Presiden Jokowi, KLHK dan Polda Riau. Sampai saat ini baru 2 korporasi yang dijadikan tersangka oleh Polda Riau dan Mabes Polri, padahal KLHK telah menyegel 11 korporasi yang terbakar di Riau. Sampai saat ini sudah 255 ribu orang mendukung agar dilakukan penegakan hukum terhadap korporasi pembakar hutan dan lahan di Riau.

DPRD Provinsi Riau 2019 – 2024 dilantik

Di tengah kabut asap menyelimuti Provinsi Riau, anggota DPRD Riau disumpah sebagai anggota DPRD Riau pada 9 September. Lalu pada 7 Oktober 2019, Indra Gunawan Eet resmi dilantik untuk memimpin DPRD Riau periode 2019-2024. Dalam beberapa statement di media, Indra Gunawan Eet, Ketua DPRD Riau menyatakan akan menyelesaikan persoalan asap akibat karhutla.

Indra Gunawan Eet, menyampaikan pertama, soal pencegahan juga perlu, sistemnya harus diperbaiki. “Pencegahan itu jika kita sudah tahun ini musim panas Agustus, nah 3-4 bulan sebelum itu kita dah lakukan pencegahan. Kedua, Yang jelas dari kita, kita akan naikkan anggaran ini, itu solusi jangka panjangnya. Ketiga, Bagaimana memaksimalkan peran mereka (kepala daerah) di sini, kami dari DPRD juga akan membuat tim khusus, tim yang tersistematis untuk menangani asap ini,” kata Indra Gunawan.

Keempat, DPRD Riau segera bentuk Panja Karhutla. “Bagaimana nantinya atensi semua pihak terkait Karhutla ini, tak hanya horizontal tapi juga vertical. Kelima, Harus dibuat regulasi bagaimana membuat jera pelaku karhutla, kalua perlu Undang-undang bahwa membakar hutan ini adalah penjhat yang keji, sama dengan teroris,dan hukumannya sama dengan level teroris.

II. Respon Pemerintah Daerah

Peristiwa di atas terjadi di tengah 250 hari Syamsuar sebagai Gubernu Riau. Dalam 200 hari ada beberapa kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh Syamsuar tidak terbatas pada respon kebakaran hutan dan lahan. Tindakan dan kebijakan tersebut juga menyasar upaya perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan. Namun kebijakan tersebut belum diimplementasikan secara serius.

1. Pembentukan tim penertiban sawit illegal

Pada 2 Agustus 2019 Gubernur Riau membentuk Tim Terpadu Penertiban Penggunaan Kawasan/Lahan Secara Ilegal di Provinsi Riau melalui Surat Keputusan Nomor: Kpts.911/VIII/2019. Tim terpadu yang dibentuk Syamsuar, terdiri dari Tim Pengendali, Tim Operasi dan Tim Yustisi. Tugas utamanya untuk melakukan penertiban 1 juta hektar lahan perkebunan sawit illegal di Riau.

Sesuai dengan surat keputusan, Gubernur Riau sebagai penanggung jawab, Kapolda Riau (pelindung/penasehat I), Komandan Korem 031/Wirabima (pelindung/penasehat II), Kepala Kejaksaan Tinggo Riau (pelindung/penasehat III), Ketua Pengadilan Tinggi Riau (pelindung/penasehat IV), dan Bupati/Walikota se Provinsi Riau (pengarah).

Ketua Tim Pengendali Wakil Gubernur Riau, Ketua Tim Operasi Direktur Reserse Kriminal Umum, dan Ketua Tim YustisiDirektur Reserse Kriminal Khusus. Untuk Sekretariat di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau dan Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Riau.

Dua bulan setelah tim dibentuk, Satgas baru melakukan tahap awal berupa 10 perusahaan menjadi target penertiban sawit illegal di Kabupaten Kampar dan Kabupaten rokan Hulu.

2. Kebijakan “Segel dan Bekukan Izin Lingkungan” Terbakar 2019

Pada 20 September 2019 Gubernur Riau mengeluarkan instruksi melalui surat edaran No. 335/SE/2019 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan atau Lahan kepada seluruh Bupati/Walikota se Provinsi Riau. Dalam edarannya Gubri meminta Bupati/Walikota se Riau:

Pertama, melaksanakan rapat koordinasi Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), camat, kepala desa, babinsa, dan bhabinkamtibmas dalam upaya penanganan karhutla di daerah masing-masing, serta memgikutsertakan tokoh agama dan tokoh maayarakat.

Kedua, terhadap lahan yang terbakar dapat diberikan police line (garis polisi, red) dan pengumuman ‘Dilarang Menanam’ di lahan tersebut untuk mengetahui pembakar lahan tersebut, bekerjasama dengan kepolisian setempat.

Ketiga, terhadap lahan korporasi yang terbakar sesuai kewenangan masing-masing untuk sementara izin lingkungan dibekukan, agar korporasi fokus memadamkan api di lahannya dan atau sekitar lahan yang korporasi.

Keempat, menegaskan kepada kepala desa untuk tidak menerbitkan Surat Kepemilihan Tanah (SKT) pada lahan terbakar sebelum permasalahan kebakaran diselesaikan sesuai peraturan yang berlaku.

Kelima, penyuluhan terhadap masyarakat pedesaan dan wilayah pinggiran mengenai tidak boleh membakar lahan dan hutan tetap dilakukan sebagai upaya pencegahan Karhutla.

Keenam, senantiasa mempedomani Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, dan Peraturan Perundang-undangan terkait pengendalian kebakaran hutan dan atau lahan.

Ketujuh, agar memperhatikan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penindakan dan Evaluasi Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, dan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Pemyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.

3. Implementasi Percepatan Perhutanan Sosial

Wakil Gubernur Riau, Eddy Natar Nasution memimpin langsung rapat POKJA Perhutanan Sosial (PS) di Kantor Gubernur pada 3 September 2019. Ini merupakan pertemuan pertama setelah SK POKJA PS di revisi. Dalam rapat tersebut membahas tentang capaian PS di Riau dan mengefektifkan kinerja POKJA PS setelah direvisi.

Eddy menarget  dalam dua tahun kedepan ada 138 ribu hektar izin  PS diserahkan kepada masyarakat di Riau. Tujuannya agar dapat mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pengelolaan atau pemanfaatan kawasan hutan.

Pemerintah akan memfasilitasi usulan permohonan, penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas, manajemen usaha, pembentukan koperasi, tata batas areal kerja, penyusunan rencana pengelolaan RKU dan RKT, kemitraan kehutanan, pembiayaan serta pengembangan usaha dan akses pasar dapat dibantu oleh Pokja PPS dan penyuluh kehutanan.

4. Memperjuangkan tidak terjadi abrasi di 3 pulau

Gubernur Riau berhasil memasukan usulan penanggulangan abrasi di tiga pulau yaitu, Pulau Rupat dan Pulau Bengkalis (Kabupaten Bengkalis) serta Pulau Rangsang (Kabupaten Kepulauan  Meranti) kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024.

Dana awal yang dikucurkan sebesar Rp 160 milyar dari total Rp 2,1 triliun yang berasal dari Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman RI.

Dari tahun 1993-2014 Pulau Bengkalis sudah kehilangan daratan 1.504,93 hektar atau rata-rata 42,57 hektar per tahun, Pulau Rangsang dari 1990 – 2014 sudah kehilangan daratan seluas  1.097, 53 hektar atau 46,37 hektar pertahun[4].

Penyebab abrasi terutama di Pulau Bengkalis karena adanya alih fungsi hutan mangrove, rawa gambut dan tanaman laut menjadi perkebunan sawit PT Mescom seluas  11 ribu hektar. PT Mescom menggali kanal hingga bermuara ke laut dan memicu terjadinya longsor.

Selain itu, masifnya kanalisasi yang dilakukan industry HTI juga penyumbang terbesar ancaman abrasi. Melalui proses ini, daratan pulau gambut bisa lenyap dengan laju mencapai 40 meter pertahunnya[5].

Menurut Syamsuar persoalan abraasi ini harus segera ditangani, selain karena membahayakan masyarakat, pemerintah juga berencana mengembangkan kawasan ekonomi pariwisata di Pulau Rupat sebagai pulau terluar.

III. Analisis dan Temuan Persoalan Tata Kelola LHK

Sepanjang 250 hari kepemimpinan Syamsuar dan Eddy Natar Nasution telah melakukan beberapa kebijakan dan terobosan untuk perbaikan tata kelola sumber daya alam, namun Jikalahari menemukan Syamsuar-Eddy Natar belum dapat mengatasi persoalan mendasar terkait tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan di Riau.

1. Di Tengah Karhutla: Gubri Sibuk Padamkan Api, Abai Pada Warga

Seluas 49.266 hektar kebakaran hutan dan lahan terjadi di atas lahan gambut dan mineral yang berada di kawasan hutan maupun non kawasan hutan. Dominan yang terbakar kawasan gambut seluas 40.553 hektar.

Gubernur Riau tidak memberi perhatian terhadap warga yang meninggal dan membiarkan 300 ribu warga terpapar polusi asap. Gubernur Riau hanya fokus memadamkan api, abai terhadap warga yang terpapar polusi asap, padahal warga sudah berupaya keras agar Gubernur Riau mengambil tindakan menyelamatkan warga.

Gubernur Riau belum juga mengambil tindakan meski ISPU sudah pada level tidak sehat pada 1 Agustus – 1 September, bahkan saat ISPU menunjukan udara pada level sangat tidak sehat pada 2 – 9 September dan berbahaya pada 10 – 23 September 2019.

Gubri baru menginstruksikan Dinas Kesehatan Provinsi Riau dan kabupaten/kota mendirikan posko pelayanan kesehatan 24 jam bagi masyarakat yang terpapar asap pada 10 September 2019. Namun Dinkes Prov. Riau baru membuka posko kesehatan pada 13 September 2019, tepat tiga hari sebelum Presiden Jokowi datang ke Riau.

Sebelum Dinkes Prov. Riau membuka posko kesehatan untuk korban kabut asap, DPC PKS Riau, Rumah Sakit Tabrani dan Rumah Sakit UR telah lebih dulu membuka posko kesehatan untuk masyarakat yang terpapar asap. Kegiatan pembagian masker juga sudah dimulai oleh masyarakat Riau sejak akhir Agustus, saat ISPU menunjukan tidak sehat. Namun masker-masker yang diberikan tidak sesuai standar IDI.

Dampak karhutla yang semakin besar, serta pemberitaan media nasional dan internasional membuat banyak pihak peduli terhadap nasib warga terdampak asap di Riau. Salah satunya, masyarakat di Singapura melalui PM Haze dan Majulah Community menggalang donasi untuk membeli 4 ribu masker N 95.

Hal yang sama juga dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat se-Indonesia. Mereka menggalang dana untuk menyediakan 7 ribu masker N 95, obat-obatan, vitamin dan oxycan. Bantuan ini disalurkan ke masyarakat melalui Jikalahari.

Sayangnya pemerintah tidak juga tanggap mengatasi karhutla dan polusi asap sehingga membuat warga protes dan mengambil inisiatif sendiri. Gugatan class action disusun oleh IKA UR karena pemerintah dianggap telah lalai dalam mengatasi karhutla di Riau. Pada 13 September 2019, masyarakat sholat istisqa untuk meminta hujan. Mahasiswa juga melakukan aksi pada 16 – 17 September 2019 meminta Pemprov Riau serius mengatasi karhutla.

Hasil analisis hotspot Jikalahari melalui satelit Terra-Aqua Modis Januari – Oktober 2019 menunjukkan hotspot dengan confidence diatas 70 persen ada 4.065 titik dan 1.504 titik hotspot berada di korporasi HTI dan sawit.

Selain melakukan analisis hotspot, Jikalahari melakukan investigasi sepanjang 2019 untuk mendapatkan fakta lapangan yang terjadi. Hasilnya ditemukan kebakaran terjadi di wilayah korporasi hutan tanaman industri dan korporasi sawit. Perusahaannya adalah: PT Sumatera Riang Lestari, PT Rimba Rokan Lestari, PT Satria Perkasa Agung, PT Riau Andalan Pulp & Paper dan PT Surya Dumai Agrindo.

Merujuk pada surat edaran No. 335/SE/2019 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan atau Lahan kepada seluruh Bupati/Walikota se Provinsi Riau.  Temuan investigasi Jikalahari harusnya segera disegel dan dibekukan izin lingkungannya oleh bupati setempat.

2. Surat Permohonan Evakuasi Satwa Liar Tidak Direspon

Sejak Gubernur dan Wakil Gubernur Riau dilantik sudah tiga kali konflik Harimau dan Manusia terjadi di Riau. Pertama, M. Amri yang diterkam harimau pada bulan Mei lalu di kanal sekunder 41 PT Riau Indo Agropalma (PT RIA), kedua, Darmawan alias Nang diterkam harimau hingga tewas di konsesi PT Bhara Induk (APP Grup) pada 25 Agustus 2019 dan yang terbaru Wahyu Kurniadi diterkam harimau di konsesi PT Riau Indo Agropalma (PT RIA) 24/10/2019.

Sebelum harimau memakan korban pada 24 Oktober 2019, Kepala Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran khususnya warga RT 38 Sinar Danau telah mengirimkan surat kepada Bupati Indragiri Hilir yang ditembuskan kepada Gubernur Riau agar melakukan evakuasi satwa liar harimau yang ada di desa.  Surat dari kepala desa tidak dihiraukan hingga akhirnya harimau kembali memakan korban.

Ancaman konflik satwa dan harimau terus dirasakan masyarakat Desa Sinar Danau karena desa langsung berbatasan dengan Suaka Marga (SM) Satwa Kerumutan yang menjadi homerange harimau.

Konflik Harimau dan Manusia terus terjadi karena habitatnya di SM Kerumutan sudah terancam akibat aktivitas perusahaan sawit dan akasia. Di dalam lansekap Kerumutan ada 15 korporasi HTI dan HPH: PT Selaras Abadi Utama, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Kembang Selaras, PT Arara Abadi, PT Satria Perkasa Agung, PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa, PT Bina Duta Laksana, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bhara Induk, PT Riau Indo Agropalma, PT Bina Daya Bentara dan PT Inhil Hutani Permai (HTI dan HPH).

Selain korporasi HTI dan HPH, juga terdapat 7 korporasi perkebunan kelapa sawit: PT Tabung Haji Indo plantation/ PT MGI, PT Gandaerah Hendana, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Guntung Idaman Nusa, PT Bhumireksanusa Sejati, PT Riau Sakti Trans Mandiri dan PT Riau Sakti United Plantation dengan dua konsesi (sawit). Pada 2005 luas hutan alam di Lansekap Kerumutan 512.972 ha saat ini tinggal 285.659 ha.

Namun hingga saat ini, belum ada langkah-langkah yang akan diambil oleh Syamsuar dan Eddy Natar untuk menghentikan konflik harimau dengan manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa warga. Syamsuar dan Eddy Natar juga belum pernah berkomentar ataupun menemui para korban untuk menemui para korban sebagai bentuk empati dan tanggungjawab.

Mestinya jika setelah kematian warga harus menjadi alasan utuk penyelesaian persoalan tersebut. Memulihkan habitat harimau dengan mereview konsesi korporasi yang berada di sekitar SM Kerumutan.

3. SK tentang Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi Terintegrasi tahun 2018 dan 2019 serta Satuan Tugas Pelaksana Rencana Aksi.

Salah satu persoalan yang juga belum mendapat perhatian Syamsuar dan Eddy Natar ialah persoalan pemberantasan korupsi, khususnya korupsi sektor sumber daya alam. Pada 10 Mei 2019, Keputusan Gubernur Riau No. Kpts.390/V/2018 tentang Penetapan Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Pemerintah Provinsi Riau Tahun 2018 dan 2019 dan Satuan Tugas Pelaksana Rencana Aksi telah resmi berakhir. Namun hingga kini Syamsuar belum menerbitkan keputusan untuk melanjutkan atau merefisi rencana aksi pemberantasan korupsi tersebut.

Dalam renaksi tersebut menyoroti sektor kehutanan, sektor perkebunan dan sektor pertambanan dan sector lainnya. Hal tersebut menjadi penting untuk dilaksanakan, mengingat Riau merupakan wilayah yang masih rawan tindak pidana korupsi, khususnya korupsi sektor sumber daya alam.

Gubernur baru menerbitkan SE 143/SE/2019 tentang larangan pungli dan gratifikasi pada 20 Agustus 2019. SE ini lahir dari menindaklanjuti SE dari MENPAN RB. Enam poin dalam SE tersebut adalah, tidak menerima atau memberi janji, tidak melakukan pungutan kecuali yang diatur dalam peraturan perudang-undangan, memberi akses pelayanan seluas-luasnya, tidak menerima grativikasi dan harus melaporkan setap penerimaan apapun yang berhubungan dengan jabatan pada unit pengendalian grativikasi.

SE ini tidak menyentuh korupsi di sektor perkebunan, kehutanan dan pertambangan. Gubernur hanya mengikuti arahan MENPAN RB daripada memperbaiki korupsi yang mengakar di Riau.

4. Gubri ke RAPP Setelah Disegel GAKKUM KLHK

Pada 1 September 2019, Gubernur Riau, Syamsuar bersama Prof H Muhammad Nasir PhD Ak, Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi meresmikan KTC laboratory milik PT RAPP. Gubri bersama Menristekdikti datang ke PT RAPP di tengah polusi asap terjadi di Riau.

PT RAPP merupakan salah satu perusahaan yang yang disegel di Riau oleh Gakkum KLHK. Kedatangan Gubri ke PT RAPP akan mencederai proses penegakan hukum terhadap korporasi pembakar hutan dan lahan serta tidak patuh terhadap Intruksi Presiden no 5 Tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

5. Belum Menerbitkan 3 Pergub Pelaksana Perda 14 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasca terbit Perda 14 tahun 2018 tentang Pedoman Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada 22 Mei 2019, Gubernur Riau harus menerbitkan tiga Pergub pelaksananya yaitu, Pergub tentang tata cara pengakuan keberadaan MHA dalam PPLH, Pergub tentang mekanisme penyelesaian sengketa dan Pergub tentang pencegahan tindakan yang dapat meghilangkan keutuhan nilai-nilai budaya terkait PPLH.

Hingga saat ini, Gubernur Riau belum menerbitkan ketiga pergub tersebut. Penerbitan pergub sebagai peraturan pelaksana dari perda tersebut adalah langkah penting untuk mempercepat pemberian hak masyarakat adat, sekaligus memulihkan hutan dan mewujudkan Riau Hijau.

6. Belum Menerbitkan 8 Pergub Pelaksana Perda 6 tahun 2018 tentang penyelenggaraan perkebunan

Pasca terbit Perda 6 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perkebunan, Gubernur Riau harus menerbitkan delapan Pergub pelaksananya yaitu, Pergub tentang Perencanaan Perkebunan, Pergub tentang pemberian izin usaha produksi benih, Pergub tentang fasilitasi pengembangan pemasaran usaha hasil perkebunan, Pergub tentang peran serta masyarakat, Pergub tentang perizinan bidang usaha perkebunan, Pergub tentang tata cara pembangunan kebun masyarakat yang diusahakan oleh perusahaan, Pergub tentang tata cara partisipasi pelaku usaha perkebunan dalam kegiatan pengembangan SDM, penelitian, promosi serta pembangunan perkebunan lainnya.

Gubernur Riau juga belum menerbitkan aturan pelaksana dari Pergub atas Perda Penyelenggaraan Perkebunan. Mestinya aturan pelaksana ini akan dapat mendorong penertiban sawit illegal dan meningkatkan penerimaan pendaatan daerah dari sektor perkebunan.

7. Rekomendasi yang belum dijalankan Syamsuar

Dalam 100 hari kerja Gubernur dan Wakil Gubernur Riau, Jikalahari telah merekomendasikan apa saja yang harus dilakukan untuk memperbaiki tata kelola lingkungan hidup di Riau. Namun rekomendasi yang diusulkan tidak dijalankan, ini menunjukan Gubernur Syamsuar belum berani memperbaiki tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan secara menyeluruh.

Berikut rekomendasi Jikalahari pada 100 hari kerja Gubernur dan Wakil Gubernur Riau

  1. Membentuk tim perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan yang bertugas menyelesaikan dan memperbaiki krisis lingkungan hidup dan kehutanan. Tim ini berasal dari luar ASN yang diisi oleh akademisi, praktisi dan masyarakat sipil.
  2. Mengusulkan kepada DPRD Provinsi Riau Revisi Perda No 10 Tahun 2018 Tentang RTRWP Riau 2018-2038 untuk memberi ruang kelola pada masyarkat, review perizinan korporasi perkebunan sawit dan industri kehutanan serta ruang konservasi serta memperbaiki Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) demi keselamatan masyarakat Riau dari kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
  3. Segera membentuk tim untuk melakukan inventarisir hutan adat untuk diusulkan dalam perubahan peta indikatif hutan adat kepada Menteri LHK.
  4. Membuat kanal khusus atau jalur khusus bagi masyarakat luas untuk memberi masukan dan kritikan atas konsep Riau Hijau sebagai wujud ruang partisipasi masyarakat, salah satunya menyediakan kanal khusus di Website resmi Pemprov Riau (www.riau.go.id)
  5. Mereformasi birokrasi di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Bappeda Provinsi Riau terutama yang terlibat dalam kejahatan korupsi kehutanan.

8. Riau Hijau dalam RPJMD

Dalam rancangan akhir rencana pembangunan jangka menengah daerah provinsi riau 2020-2024, Gubernur Riau telah memasukan kebijakan berkelanjutan melaluai program Riau Hijau sebagai upaya menekan lajunya kerusakan kawasan hutan dan lahan di Provinsi Riau.

Dalam strategi dan arah kebijakan RPJMD Provinsi Riau 2020 – 2024 misi ke dua yaitu mewujudkan pembangunan infrasuktur daerah yang merata, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dengan sasaran meningkatnya kualitas lingkungan hidup dan menurunnya emisi gas rumah kaca.

Perkembangan Riau Hijau secara formalitas telah dilakukan oleh Syamsuar saat memperingati HUT Provinsi Riau dengan tema Riau Hijau Riau Bermartabat, namun hanya sebatas pemasangan logo, namun sosialisai di pemeritah provinsi dan kabupaten belum terlihat. Syamsuar telah membuka ruang partisipasi publik untuk meminta masukan konsep Riau Hijau.

Syamsuar masih membuka ruang partisipasi publik untuk memberi masukan konsep Riau Hijau. Persoalannya, kala publik hendak mengusulkan konsep Riau Hijau, kemana usulan itu akan diberikan? Lalu, berapa lama ruang partisipasi ini dibuka oleh Syamsuar?

9. TRGD Tidak Melakukan Restorasi di Riau

Tim Restorasi Gambut Daerah dibentuk melalui keputusan Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rahman pada 2016 dengan nomor Kpts.539/V/2016 tentang Tim Restorasi Gambut Daerah. Target restorasi gambut di Riau mencapai 836 ribu hektar yang terbagi dalam 726 ribu hektar berada di areal konsesi Hutan Tanaman Indutri dan pemilik Hak Guna Usaha (HGU) sisanya 109 ribu di luar izin.

Sampai detik ini kinerja TRGD Riau tidak jelas hingga mengakibatkan areal gambut kembali terbakar, padahal anggaran untuk TRGD Riau sangat besar. Syamsuar juga belum menunjukan komitmennya merestorasi gambut melalui TRGD.

IV. Kesimpulan dan Rekomendasi

Syamsuar dan Eddy Natar Nasution telah membuat trobosan kebijakan untuk perbaikan di sektor lingkungan hidup dan kehutanan dengan membentuk satgas penertiban sawit, instruksi penangan karhutla dan beberapa kebijakan lainnya, meskipun secara dampak belum dapat dilihat dan diukur.

Dalam pengambilan kebijakan dan menjalankan pemerintahan, masih belum memprioritaskan keselamtan warga akibat dari rusaknya lingungan hidup di provinsi Riau. Kebijakan yang diambil masih bersifat parsial dan belum menyeluruh.

5 rekomendasi 100 hari kerja tidak menjadi perhatian serius Gubernur Riau. Jikalahari menemukan, Gubri gagal meghadapi karhutla, Gubri sebagai ketua Satgas karhutla fokus ke pemadaman dan abai terhadap kesehatan masyarakat.

Rekomendasi:

  1. Membentuk tim perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan yang salah satu tugasnya sebagai pusat informasi Riau Hijau, termasuk wadah bagi masyarakat yang hendak mengusulkan konsep Riau Hijau.
  2. Mempublikasikan daftar perusahaan yang telah disegel dan izin lingkungan yang sudah dicabut yang terbakar sepanjang 2019 sebagai wujud mengimplementasikan SE No. 335/SE/2019.
  3. Mempublikasikan daftar perusahaan hasil dari kinerja tim satgas penertiban sawit illegal.
  4. Memperpanjang SK tentang Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi Terintegrasi tahun 2018 dan 2019 serta Satuan Tugas Pelaksana Rencana Aksi.
  5. Menerbitkan 3 Pergub Pelaksana Perda 14 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  6. Menerbitkan 8 Pergub Pelaksana Perda 6 tahun 2018 tentang penyelenggaraan perkebunan.
  7. Membuat kebijakan agar Pemda Provinsi Riau tidak menghadiri undangan dari korporasi yang terlibat kasus-kasus lingkungan hidup dan kehutanan termasuk kebakaran hutan dan lahan.
  8. Mempercepat capaian restorasi gambut dengan cara mengganti kepala TRGD Riau dengan tugas khusus merestorasi gambut sebelum Badan Restorasi Gambut berakhir.
  9. Mereview perizinan HTI dan perkebunan sawit yang berada di sekitar SM Kerumutan karena telah merusak habitat harimau yang mengakibatkan 3 orang meninggal sejak Gubernur di lantik.
  10. Menggesa capaian Perhutanan Sosial dan TORA di Riau dengan cara memerintahkan pokja PS dan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dengan membuat target luasan yang harus dicapai dalam 3 bulan.

Narahubung:

Made Ali, Koordinator Jikalahari 081275311009

Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari 0812 6111 634

 

 

 

 

 

[1] https://bisnis.tempo.co/read/1249960/kerugian-akibat-kebakaran-hutan-di-riau-tembus-rp-50-triliun/full&view=ok

[2] https://www.merdeka.com/peristiwa/didemo-mahasiswa-gubernur-riau-janji-bekukan-izin-perusahaan-pembakar-lahan.html

[3] https://mediaindonesia.com/read/detail/258704-alumni-universitas-riau-siapkan-class-action-dampak-karhutla

[4] https://www.mongabay.co.id/2019/01/04/abrasi-ancam-keberadaan-pulau-pulau-di-riau-apa-penyebabnya-bagian-2/

[5] https://m.potretnews.com/berita/baca/2019/07/19/empat-pulau-gambut-di-riau-terancam-hilang-akibat-abrasi/

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *