GUBERNUR RIAU HARUS BERPIHAK PADA RAKYAT, BUKAN BERPIHAK PADA KEPENTINGAN SEGELINTIR PEMODAL

Pekanbaru, 12 Mei 2016 — Jikalahari mengkritik pernyataan Ketua Pansus DPRD Riau dan Gubernur Riau saat Rapat Percepatan Pengesahan RTRWP Riau di Gedung DPRD Riau pada Rabu 10 Mei 2017.

Di Harian Tribun Pekanbaru edisi 12 Mei 2017,  Asri Auzar Ketua Pansus RTRWP Riau mengatakan Pansus DPRD Riau meminta KLHK mengeluarkan 142 desa dari kawasan hutan untuk percepatan pembangunan strategis nasional Riau. Gubernur Riau Andi Rahman mengatakan pembahasan RTRWP Riau terkait projek strategis nasional telah dibincangkan dengan pihak terkait dari kejaksaan dan pemerintah. Andi Rachman juga mengatakan kehadiran KLHK dan KPK dapat mempercepat pengesahan Ranperda RTRWP Riau. Menurut Andi Rahman semua (proses RTRWP Riau) dilakukan secara terbuka sehingga tidak ada yang bermain.

“Mengapa Pansus DPRD Riau dan Gubernur Riau mendorong pengesahan Ranperda RTRWP Riau karena kepentingan projek nasional, dan bukan karena kepentingan rakyat Riau yang hutan tanahnya dirampas oleh korporasi HTI, Sawit dan Tambang di Riau?” kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari. “Temuan Jikalahari proyek nasional yang dimaksud justru sebagian besar berasal dari Industri Kehutanan dan Perkebunan, yang diantaranya PT PT Riau Andalan Pulp and Paper/PT Sateri Viscose International (Rayont Plant),  Perusahaan-perusahaan perkebunan swasta (perkebunan, pabrik kelapa sawit, jalan produksi), perusahaan-perusahaan tambang dan pengeboran minyak yang dikelola oleh swasta. Tidak satupun pertimbangan percepatan pengesahan RTRWP itu untuk rakyat.

Data Bappeda Propinsi Riau yang disampaikan kepada Gubernur Riau per Februari 2016 berjudul “Investasi yang tertunda proses perizinannya di Propinsi Riau yang disebabkan belum selesainya Perda RTRW”.  Padahal potensi korupsi sangat tinggi dalam proyek strategis nasional tersebut. Pengalaman menunjukkan bahwa praktek-praktek perijinan industri kehutanan dan perkebunan  lekat dengan praktek-praktek koruptif.

“Terkait 142 Desa yang diusulkan dilepaskan dari kawasan hutan, “ perlu dilihat itu desa yang dikuasai cukong  dan jaringannya atau tidak? Karena temuan Jikalahari, dominan desa-desa yang berada dalam kawasan hutan saat ini hutan tanah masyarakat adat dan tempatan telah dikuasai cukong dan korporasi,” kata Woro Supartinah.

“Sepanjang Andi Rahman menjabat Gubernur Riau, belum pernah melakukan konsultasi dan menyerap aspirasi masyarakat terdampak yaitu masyarakat adat dan tempatan terkait pembahasan RTRWP Riau,” kata Woro.  Bagaimana kemudian bicara percepatan pengesahan RTRWP ketika proses dan pertimbangan keputusannya tidak mengakomodir kepentingan dan kesehjahteraan masyarakat lokal?

“Masyarakat adat dan tempatan Riau saat ini butuh hutan tanahnya yang dirampas oleh korporasi HTI, Sawit dan Tambang serta migas dikembalikan agar rakyat bisa sejahtera mengelola hutan tanah untuk hidup berkelanjutan. Mereka punya kearifan dalam menjaga dan menyeimbangkan ruang kelola dan ruang ekologis.”

Masih ada waktu bagi Pansus DPRD Riau dan Gubernur Riau untuk berpihak pada ruang kelola masyarakat dan ruang ekologis, ketimbang berpihak pada kepentingan segelintir kelompok pemodal.

Jikalahari merekomendasikan kepada Pansus DPRD Riau dan Gubernur Riau:

  1. DPRD Riau tidak menyetujui draft RTRWP Riau 2016-2035 versi Gubernur Riau. Lalu DPRD Riau merekomendasikan Gubernur Riau:
  2. Membentuk tim khusus Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan.
  3. Membentuk tim perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan untuk menjalankan renaksi GNPSDA KPK sektor kehutanan, perkebunan, minerba dan energi. Untuk memastikan kepentingan ruang kelola rakyat diakomodir dalam RTRWP Riau.
  4. Mengusulkan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mereview SK Kawasan Hutan Riau nomor SK 878/MENHUT-II/2014 , SK 314/MENLHK/SETJEN/PLA-2/4/201– 903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016, dengan cara membentuk tim terpadu yang melibatkan akademisi, masyarakat sipil, dan masyarakat terdampak dengan tugas utamanya :
  • Penyelesaian Pengukuhan Kawasan Hutan, Penataan Ruang dan Wilayah Administrasi.
  • Penataan perizinan kehutanan berupa mereview izin korporasi yang beroperasi di atas lahan gambut dan lahan masyarakat hukum adat serta masyar akat tempatan.
  • Perluasan wilayah kelola masyarakat berupa Perhutanan Sosial.
  • Penyelesaian konflik kawasan hutan dengan melibatkan masyarakat adat dan masyarakat tempatan
  1. Gubernur Riau melibatkan masyarakat adat dan tempatan serta masyarakat terdampak dalam proses pembahasan dan penyusunan draft RTRWP Riau 2016-2035
  2. Gubernur Riau membangun sistem informasi dan komunikasi penyelenggaraan penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
  3. Komisi Pemberantasan Korupsi bersama Menteri LHK, Gubernur Riau dan DPRD Riau membentuk tim khusus yang tugas utamanya mengawasi perencanaan RTRWP Riau dan pembahasan draft RTRWP Riau 2016-2035.

 

 

Narahubung:

Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari, 0813 1756 6965

Okto Yugo Setiyo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari, 0853 7485 6435

About Okto Yugo

Manajer Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *