Pekanbaru, 8 MEI 2017—Jikalahari dan WALHI Riau mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) mereview izin korporasi Hutan Tanaman Industri dan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di atas lahan gambut pasca terbitnya PP Nomor 57 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas PP Nomor 71 Tahun 2014 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan PermenLHK Nomor P.17/MenLHK/Setjen/KUM.1/2/2017 Tentang Perubahan atas Permen LHK P.12/MenLHK-II/2015 Tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri.
“Pemerintah harus bergerak cepat jika kebakaran hutan dan lahan tidak mau terjadi lagi di tahun 2017,” kata Woro Supartinah Koordinator Jikalahari. Apalagi bulan Mei hingga September 2017, Riau memasuki musim kemarau panjang. Woro Supartinah juga menyoroti lambannya pemerintah menerapkan PP 57 dan Permen LHK 17. “Sehingga korporasi HTI dan Sawit bergerilya menghasut asosiasi, akademisi dan pemerintah provinsi agar mendesak Presiden merevisi PP 57 untuk kepentingan investasi,” kata Woro Supartinah.
Di tengah situasi korporasi bergerilya merevisi PP dan PermenLHK, Jikalahari pada Januari 2017 justru menemukan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP—APRIL Grup) Estate Pulau Padang terus melakukan penebangan pohon hutan alam, menggali kanal di kawasan gambut dan melakukan penanaman akasia sepanjang 2016 dan kembali merencanakan pembukaan kanal baru pada lahan gambut saat KLHK menghentikan sementara operasional PT RAPP paska Nazir Foead, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) dihadang dan diusir oleh tujuh orang karyawan PT RAPP di Desa Bagan Melibur, Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti.
“Jikalahari mendatangi areal Nazier Foead dihadang untuk mengecek kondisi hutan alam dan gambut yang rencananya hendak dirusak oleh PT RAPP dengan cara menebang hutan alam tersisa dan mengeruk gambut untuk dijadikan kanal,” kata Woro Supartinah, Jikalahari melakukan pengecekan di lapangan pada Januari 2017 di areal konsesi PT RAPP Estate Pulau Padang. “Jikalahari menemukan patok dengan cat merah sebagai tanda rencana pembukaan kanal baru, lokasi penemuan patok sesuai dengan peta rencana penggalian kanal baru milik PT RAPP.”
Lokasi rencana pembangunan kanal berada di lokasi terbakar Maret 2016 di areal perkebunan milik masyarakat. “Ada modus pembakaran sebagai cara untuk mengusir masyarakat untuk selanjutnya dilakukan pembukaan gambut untuk dijadikan kanal baru,” kata Woro Supartinah Koordinator Jikalahari.
“Walhi mendesak Menteri LHK untuk mencabut izin PT RAPP di Pulau Padang dan memberikan hak kelola kepada masyarakat Pulau Padang,” kata Riko Kurniawan, Direktur Eksekutif Walhi Riau. “Jika Perhutanan Sosial dan Tora segera diimplementasikan oleh Presiden, selain dapat mengurangi konflik tenurial, kebakaran hutan dan lahan juga dapat diminimalisir, karena rakyat punya kearifan lokal. Hutan tanah yang telah dirampas oleh korp0rasi harus segera dikembalikan kepada rakyat,” kata Riko.
Nara Hubung:
Riko Kurniawan, Direktur Walhi Riau, 081371302269
Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari, 0811 7574 055
Okto Yugo Setiyo, Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari, 0853 7485 64