Pekanbaru, 22 Mei 2019— Jikalahari mendesak Wakil Gubernur Riau berhenti memberi pujian kepada PT RAPP sebagai bentuk penghormatan kepada masyarakat hukum adat dan tempatan. “PT RAPP telah merampas hutan tanah masyarakat hukum adat di Riau, termasuk tidak berkontribusi mensejahterakan masyarakat sekitar konsesi,” kata Made Ali. “Apalagi pemerintah saat ini sedang mengoreksi dan memperbaiki tata kelola hutan dan tanah dalam bentuk Reforma Agraria dan merestorasi gambut PT RAPP menjadi fungsi lindung yang terbakar pada 2015.”
Pada 20 Mei 2019, Wakil Gubernur Riau, Edy Natar Nasution mengapresiasi keberadaan PT RAPP. “Program RAPP yang terus melakukan pembinaan terhadap masyarakat yang ada di sekitar tempat usahanya, tentu ini turut membantu pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat,” kata Wagubri dalam buka puasa yang ditaja oleh PT RAPP di Hotel Premiere Pekanbaru.
“Karyawan perusahaan ini jumlahnya mencapai ribuan orang, jadi ini bukan perusahaan kecil, dan peran RAPP terasa sangat,” kata Wagubri. Atas nama Provinsi Riau, Wagubri juga mengucapkan terima kasih kepada sumbangsih PT RAPP dan berharap perusahaan berbasis hutan tanaman ini lebih dicintai masyarakat Riau.[1]
Riset Jikalahari bersama Fitra Riau pada 2013 berjudul kontribusi anggaran sektor kehutanan dan kaitannya terhadap kesejahteraan masyarakat Riau menemukan kehadiran PT RAPP di Pelalawan, Siak dan Bengkalis justru tidak mensejahterakan masyarakat. Pelalawan dan Bengkalis berada di posisi 5 dan 6 kabupaten termiskin di Riau. Padahal 70 persen konsesi HTI tersebar di kabupaten tersebut.
Contohnya di Desa Dundangan Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan yang berdampingan dengan konsesi PT RAPP justru hanya memiliki infrastuktur berupa jalan poros, satu bidan dan listrik yang terbatas.
PT RAPP juga berkonflik dengan masyarakat Desa Lubuk Jering dan Desa Olak Kecamatan Sei Mandau di Kabupaten Siak Dalam konsesi seluas 235.140 hektar di Kecamatan Sei Mandau dan Kecamatan Tualang terdapat kampung, kebun, ladang dan kawasan perkuburan masyarakat. Selain itu konflik yang masih berlarut-larut ialah konflik PT RAPP dengan Masyarakat Desa Bagan Melibur, Pulau Padang. Konflik yang tejadi sejak 2009 hingga saat ini masih menyisakan persoalan.
Temuan lainnya kontribusi sektor industri kehutanan (termasuk PT RAPP dan APRIL Grup) dari dana bagi hasil (DBH) provisi sumber daya hutan (PSDH) sepanjang 2010-2014 hanya menyumbang rata-rata Rp 22,1 Milyar terhadap APBD Provinsi Riau.
Dua tahun kemudian, pada 2015 Pansus Monitoring Evaluasi Perizinan DPRD Riau menemukan potensi kerugian Negara dari pajak (PPH, PPN DN, PBBP3 dan PSDH DR) yang tidak disetorkan oleh APRIL Grup (termasuk PT RAPP) mencapai Rp 6,5 Triliun sepanjang 2010 – 2014
Kehadiran PT RAPP telah merampas hutan tanah masyarakat adat di Pelalawan, Siak, Kampar dan Kepulauan Meranti. “Merampas tanah masyarakat sebagai sumber kehidupan yang dilakukan oleh PT RAPP secara langsung maupun tidak telah memiskinkan masyarakat,” kata Made Ali.
Narahubung:
Made Ali, Koordinator Jikalahari 081275311009
Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari 0812 6111 6340
[1] https://www.riaumandiri.co/read/detail/70321/wagubri-hadiri-buka-puasa-bersama-stakeholder-pt-rapp