Rilis Bersama
Pada Selasa, 12 Agustus 2025, di wilayah adat Pomparan Ompu Raja Nasomalomarhohos Pasarinu, Natinggir, PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) melakukan penanaman pohon eukaliptus di atas lahan persawahan yang ditumbuhi padi milik masyarakat adat. Tindakan PT TPL ini jelas melawan visi Pemerintahan Presiden Prabowo untuk ketahanan dan swasembada pangan. Tindakan TPL akan menimbulkan kekurangan pangan hingga di masyarakat adat Natinggir yang selama ini sudah mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan pangan.
Selain itu, tindakan PT TPL juga menambah panjang catatan eskalasi konflik sejak tanggal 7 Agustus 2025 mulai dari penanaman paksa, penolakan warga, hingga aksi kekerasan yang berlangsung berjam-jam di wilayah adat Natinggir.
Presiden telah menegaskan bahwa kedaulatan pangan adalah pilar utama ketahanan nasional. Ia bahkan dengan tegas mengatakan “tidak pernah ada bangsa merdeka tanpa kemampuan memproduksi makanannya sendiri”.
Ketegasan itu diikuti harapan untuk mencapai swasembada pangan dalam 4–5 tahun ke depan dan menjadi lumbung pangan dunia, melalui program-program seperti food estate seluas jutaan hektar, penguatan cadangan beras, dan gerakan nasional menanam di tingkat desa.
Dengan demikian, tindakan PT TPL yang menanami lahan sawah rakyat dengan pohon industri jelas bertentangan dengan prinsip diversifikasi pangan, penguatan produksi lokal, serta pengembangan lumbung pangan masyarakat yang tergaris dalam visi pemerintahan Prabowo. Alih fungsi lahan sawah produktif menjadi perkebunan pulp tak hanya mengancam sumber ketahanan pangan di wilayah itu, tetapi juga mencederai semangat swasembada pangan berbasis desa yang digaungkan pemerintah.
Dalam menghadapi tantangan pangan global, pemerintah dan pelaku usaha harusnya memperkuat kapasitas produksi pangan nasional dengan menghargai upaya produksi pangan masyarakat lokal, bukan mengekspansi lahan pangan produktif menjadi perkebunan monokultur. Alih-alih menciptakan peluang ekonomi baru, praktik PT TPL ini justru memicu konflik horizontal, merusak harmoni sosial, dan melemahkan kedaulatan pangan di tataran paling dasar: desa.
Oleh sebab itu, kami mendesak Presiden Prabowo
- Untuk memerintahkan Kementerian Kehutanan untuk mencabut izin PT TPL yang secara nyata melanggar visi nasional ketahanan pangan.
- Kami juga mendesak Presiden agar segera mengakui dan memulihkan hak masyarakat adat dan memastikan orientasi agraria dan industri tidak mengorbankan petani dan masyarakat adat.
Visi lumbung pangan, desa produktif, dan kedaulatan pangan hanya bisa tercapai bila setiap tindakan di lapangan menghargai upaya produksi pangan lokal dan melindungi hak-hak manusia yang hidup di atas tanahnya.
Hormat Kami
Kelompok Study dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM)
JARINGAN KERJA PENYELAMAT HUTAN RIAU (JIKALAHARI)
Narahubung
Rocky Pasaribu(Direktur KSPPM)
0852-5262-4955
Okto Yugo Setia (Koordinator Jikalahari)
O853-7485-6435




