PECAT JAKSA AGUNG

Pekanbaru, 25 Juli 2019— Pernyataan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo perihal penegakan hukum jangan sampai mempengaruhi “iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi” dapat mempengaruhi penegakan hukum (gakkum) tersangka 8 dari 10 korporasi pembakar hutan dan lahan di Riau yang hingga 2019 belum juga dilimpahkan ke pengadilan atau P21 oleh Kejaksaan Agung.

Pada 22 Juli 2019 dalam peringatan Hari Bhakti Adhyaksa, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memberikan kata sambutan berkaitan soal gakkum mempertimbangkan iklim investasi. “Kebijakan gakkum yang dilakukan, sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan memperhatikan outcome dan dampak yang timbul apakah akan memberi pengaruh negatif terhadap iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi,” kata Muhammad Prasetyo yang dimuat media tirto.id

“Lima tahun lebih 8 korporasi pembakar hutan dan lahan berkasnya belum juga dilimpahkan ke pengadilan. Temuan kami berkas itu sengaja dibolak balik ke Gakkum KLHK, padahal Gakkum KLHK sudah maksimal memenuhi perbaikan dari Jaksa. Dan tidak mungkin Gakkum KLHK tidak mampu memenuhi perbaikan tersebut, sebab selama ini perkara yang sama berhasil dipenuhi hingga vonis pengadilan,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari, “yang aneh, mengapa PT Triomas FDI dan PT Jatim Jaya Perkasa berhasil dilimpahkan ke pengadilan oleh Jaksa, dan 8 perusahaan lainnya tidak dilimpahkan? Padahal kasusnya sama-sama pembakaran hutan dan lahan.”

Pada 10 Juli 2017, Majelis Hakim PN Rokan Hilir juga memvonis bersalah PT Jatim Jaya Perkasa membayar denda Rp 1 miliar dengan catatan, jika denda tidak dibayarkan, aset PT JJP akan disita dan dilelang untuk membayar denda.

Selain itu, pada 27 September 2018 Majelis Hakim memvonis korporasi PT Triomas Forestry Development Indonesia (TFDI) denda Rp 1 miliar, pidana tambahan Rp 13 miliar untuk membayar ganti rugi kerusakan lingkungan. Karena terbukti lahan gambut PT Triomas FDI terbakar seluas 140 hektar sepanjang Februari – Maret 2014 mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Pada 2013-2014 Gakkum KLHK menetapkan 10 korporasi sawit dan HTI tersangka pembakar hutan dan lahan. Total luas areal terbakar mencapai 6.769 ha. 10 korporasi tersebut terdiri dari 5 HTI dan 5 Sawit yaitu: PT Ruas Utama Jaya, PT Bukit Batu Hutani Alam, PT Suntara Gajapati, PT Sakato Pratama Makmur, PT Sumatera Riang Lestari (HTI), PT Teguh Karsa Wanalestari, PT Bhumireksa Nusasejati dan PT Langgam inti Hibrindo, PT TFDI dan PT JJP (Sawit).

“Lambannya penegakan hukum terhadap korporasi tersangka karhutla menyebabkan korporasi kembali terbakar setiap tahunnya,” kata Made Alli. Menurut data BPBD Riau, sejak Januari hingga Juli 2019 luas karhutla di Riau mencapai 3.700 hektar dengan perincian, Bengaklis 1.463,83 ha, Rohil 786,25 ha, Dumai 280 ha, Meranti, 232,7 ha, Siak, 443,85 ha, Pekanbaru, 74,51 ha, Pelalawan, 114 ha, Inhu, 76.5 ha, Inhil 171,1 ha, Kuansing 5 ha dan Kabupaten Rohul, 2 ha.

Pantauan Jikalahari melalui satelit Terra – Aqua Modis dari tahun 2013 – 2019 ada 7.324 hotspot, dengan confidence > 70% ada 3.849 titik yang berpotensi menjadi titik api.

Di areal korporasi HTI, hotspot dengan confidance diatas 70 % paling banyak di PT Sumatera Riang Lestari (1534 titik), PT Sekato Pratama Makmur (993 titik), PT Suntara Gaja Pati (454 titik) PT Ruas Utama Jaya (436 titik) dan PT Bukit Batu Hutani Alam (90 titik). Sedangkan di areal korporasi sawit, hotspot paling banyak di PT Triomas FDI (123 titik), PT Teguh Karsawana Lestari (115 titik), PT Jatim Jaya Perkasa (54 titik), PT Langgam Inti Hibrindo (40 titik) dan PT Bumireksa Nusa Sejati (10 titik).

Hasil investigasi lapangan Jikalahari menemukan konsesi PT Sumatera Riang Lestari (APRIL Grup) kembali terbakar pada tahun 2019, namun sampai saat ini korporasi belum ditetapkan sebagai tersangka.

“Lagi pula apa urusannya Jaksa Agung mengurusi “investasi dan pertumbuhan ekonomi”? tugas Jaksa Agung memberantas kejahatan satu diantaranya kejahatan sektor lingkungan hidup dan kehutanan. Pernyataan Jaksa Agung di depan Jaksa lainnya bentuk intervensi penegakan hukum secara struktural karena menggunakan jabatannya “memaksa” penuntut umum mengabaikan perkara lingkungan hidup dan kehutanan,” kata Made Ali.

Jikalahari merekomendasikan kepada Presiden Jokowi memecat M Prasetyo sebagai Jaksa Agung sebagai wujud penegakan hukum tidak bisa diintervensi oleh siapapun.

 

Narahubung:

Made Ali, Koordinator Jikalahari 081275311009

Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari 0812 6111 634

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *