Pekanbaru, 14 Maret 2019—Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegur 11 korporasi lantaran berdasarkan hasil pantauan hotspot di Center Of Intelijen Dirjen Gakkum KLHK menemukan hotspot 9 titik di kebun sawit, 1 titik di kawasan HTI dan 2 titik di kawasan Migas, di Jakarta pada 12 Maret 2019.[1]
Dari 11 perusahaan itu, menurut KLHK, ada perusahaan yang wilayah konsesinya paling sering terbakar terus-menerus. untuk kasus seperti ini pihak kementerian tidak langsung mengirim surat, tapi turun dan melihat langsung apa yang terjadi di lapangan.
Ke-11 perusahaan tersebut : PT Sumber Sawit Sejahtera, PT Tunggal Mitra Plantation, PT Trisetya Usaha, PT Bumi Reksa Nusa Sejati, PT Panca Surya Agrindo Sejahtera, PT Surya Dumai Agrindo, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Sumatera Riang Lestari, PT Perkasa Baru dan PT Satria Perkasa Agung.
“Tidak layak lagi korporasi tersebut hanya sebatas ditegur, disurati dan turun ke lapangan, izin lingkungan dan AMDALnya mustinya langsung direview oleh KLHK, termasuk mencabut izin perusahaan yang setiap tahun kebakaran terus menerus,” kata Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari. “Korporasi yang ditegur KLHK tercatat terlibat berbagai masalah, audit UKP4 hingga tersangka Karhutla oleh KLHK,” kata Okto Yugo.
PT Bumi Reksa Nusa Sejati tersangka karhutla oleh KLHK 2013-2014 juga mendapat nilai tidak patuh oleh UKP4 tahun 2014, PT Sumatera Riang Lestari mendapat nilai sangat tidak patuh oleh UKP4 dan PT Rimba Rokan Lestari juga mendapat mendapat nilai tidak patuh oleh UKP4.
Pada 2014 pemerintah melalui Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, Badan Pengelola Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut dan Pemerintah Provinsi Riau melakukan Audit Kepatuhan Dalam Rangka Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di Propinsi Riau.
Tujuannya mengetahui tingkat kesiapan perusahaan dan kabupaten/ kota dalam melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Selain itu audit ini juga dapat mengidentiikasi kebijakan yang seharusnya dilakukan serta upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan karhutla yang dapat segera dilakukan.
Untuk Provinsi Riau, audit dilakukan dalam 4 tahap di 17 korporasi yang memiliki konsesi dan 6 pemerintah kabupaten/ kota di Provinsi Riau. Untuk korporasi HTI, audit dilakukan di PT Sekato Pratama Makmur, PT Rimba Rokan Lestari, PT Satria Perkasa Agung, PT Sumatera Riang Lestari—Bengkalis—, PT Diamond Raya Timber, PT Ruas Utama Jaya, PT Sumatera Riang Lestari—Rokan Hilir—, PT Arara Abadi Distrik Berbari dan Distrik Pusako, PT Sumatera Sylva Lestari—Siak—, PT Suntara Gajapati—Dumai—PT Sumatera Riang Lestari serta PT Nasional Sagu Prima—HTI Sagu Kepulauan Meranti.
Untuk korporasi sawit, audit dilakukan di PT Jatim Jaya Perkasa di Rokan Hilir, PT Makarya Eka Guna dan PT Triomas FDI di Siak serta PT Setia Agro Mandiri dan PT Bhumireksa Nusa Sejati di Indragiri Hilir. Untuk pemerintah kabupaten/ kota yang di audit adalah Kabupaten Siak, Rokan Hilir, Indragiri Hilir, Kepulauan Meranti, Dumai dan Bengkalis.
Hasilnya, dari 5 perusahaan perkebunan yang diaudit, 1 perusahaan tergolong sangat tidak patuh dan 4 perusahaan tergolong tidak patuh. Untuk perusahaan kehutanan, dari 12 konsesi yang diaudit, 1 konsesi tergolong sangat tidak patuh, 10 konsesi tergolong tidak patuh dan 1 konsesi tergolong kurang patuh. Untuk pemerintah kabupaten/ kota, dari 6 kabupaten/ kota ada 1 kabupaten yang patuh, 1 kabupaten cukup patuh dan sisanya kurang patuh.
Secara umum temuan dari audit untuk korporasi adalah seluruh korporasi menjalankan kegiatan di atas gambut dalam yang rawan kebakaran serta ketidakmampuan perusahaan dalam menjaga konsesinya terkait erat dengan karhutla. Ketidakmampuan perusahaan ini mengakibatkan konflik terjadi di areal korporasi antara masyarakat yang berada di dalam maupun berbatasan dengan areal konsesi.
Selain itu tim audit juga menemukan adanya pelaporan dari perusahaan yang tidak dilakukan secara komprehensif sehingga deteksi dini tidak dapat dilakukan secara optimal dan perusahaan belum memenuhi kewajiban minimum dalam rangka pencegahan karhutla.
Jikalahari juga telah melaporkan 49 korporasi pembakar hutan dan lahan KLHK dan penegakan hukum lainnya pada 2016, yang diantaranya merupakan bagian korporasi yang diberikan teguran oleh KLHK, PT Satria Perkasa Agung, PT Surya Dumai Agrindo, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Rimba Rokan Lestari dan PT Rimba Rokan Lestari. “Melihat kondisi karhutla yang terjadi kembali saat ini, mestinya KLHK segera menindaklanjuti laporan tersebut. Namun sejak tiga tahun ini tidak ada perkembangan dari Gakkum KLHK,” kata Okto Yugo.
“Korporasi yang lahannya kembali terbakar menunjukkan mereka tidak takut dengan KLHK, meski sejauh ini penegakan hukum KLHK lebih progres dibanding rezim sebelumnya. Jalan mereview izin lingkungan dan AMDAL lalu cabut izinnya, rasanya kurang berani ditempuh oleh KLHK. Padahal jika KLHK berani mencabut izinnya, lahan tersebut dapat dikelola oleh rakyat dalam bentuk perhutanan sosial dan TORA yang memang sudah dijanjikan oleh Presiden Jokowi,” kata Okto Yugo.
Narahubung:
Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari, 0853 7485 6435
Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari 0812 6111 6340
[1] Harian Riaupos 13 Maret 2019