Pekanbaru, 14 Juli 2022—Jikalahari mendesak Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto merealisasikan arahan Presiden Joko Widodo untuk percepatan penyelesaian sengketa lahan dan sertifikasi tanah.
“Menteri Hadi harus segera merealisasikan penyelesaian konflik lahan dengan turun langsung ke lapangan dan hingga tuntas. Tindakan itu selama ini tidak dilaksanakan oleh Menteri ATR/BPN sebelumnya,” Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari.
Sebelumnya, Hadi menemui Menteri BUMN, Erick Thohir dan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Jenderal TNI (Purn) Muldoko. Dalam siaran pers Kementerian ATR/BPN pada 9 Juli 2022 disebutkan, Dalam upaya penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di Indonesia, Menteri ATR/BPN terus melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan Menteri BUMN, Erick Thohir dan Kepala KSP, Muldoko. Pertemuan ini sebagai Langkah percepatan penyelesaian konflik yang terkait dengan PTPN V. “Kami sepakat ke depan akan dilakukan penandatanganan MoU dua kementerian mengenai skema penyelesaian permasalahan pertanahan yang terkait dengan aset PTPN,” ujar Menteri ATR/Kepala BPN.[1]
“Sudah semestinya Menteri ATR/BPN bisa lebih cepat bisa selesaikan konflik antara masyarakat dengan PTPN V, karena milik negara. Salah satunya konflik dengan masyarakat adat Desa Pantai Raja, Kecamatan Perhentian Raja, Kabupaten Kampar,” kata Okto Yugo.
Beberapa alasan mengapa konflik antara Masyarakat Adat Desa Pantai Raja dengan PTPN V harus segera diselesaikan;
Pertama, konflik sudah berlarut dan menyebabkan kesengsaraan masyarakat. Konflik lahan dengan PTPN V terjadi sejak 38 tahun lalu, pada 1984 PTPN V datang ke Pantai Raja tanpa ada dialog langsung merusak kebun karet masyarakat. Terdapat 157 KK kehilangan kebun karet yang menjadi sumber penghidupannya.
“Kami harus putus sekolah karena orang tua kami tidak mampu membiaya kami akibat kebun getahnya dirampas PTPN V. Saat itu kami tak mampu melawan, karena siapa pun yang melawan dianggap PKI yang anti pembangunan,” kata M Yunis, Ketua Gerakan Masyarakat Pantai Raja.
Kedua, Lahan yang disengketakan telah diakui oleh pihak PTPN V. Pada 1999 pasca reformasi, pihak masyarakat diundang oleh PT.PNV untuk berdialog dan menghasilkan kesepakatan bahwa pihak PTPN V melalui Direktur Produksi,Ir. S.N. Situmorang mengakui secara tegas dan tertulis yang juga disaksikan oleh Pemda Kabupaten Kampar, Kapolsek Siak Hulu bahwa terdapat lahan karet milik Masyarakat Adat Pantai Raja seluas 150 hektar berada dalam inti kebun Sei Pagar PTPN V. Namun hingga kini belum dikembalikan, dan masyarakat belum sama sekali mendapatkan manfaat dari pengakuan tersebut.
Ketiga, Perjuangan Masyarakat Adat Pantai Raja mentok di daerah. Masyarakat telah berupaya sesuai koridor hukum dan meminta penyelesaian pemerintah daerah mulai dari Kepada Bupati Kampar, hingga Gubernur Riau. Kami juga telah difasilitasi Komnas Ham RI pada 2019, DPRD Provinsi Riau juga oleh Gubernur Riau pada 2021. “Hasilnya PTPN V harus membangunkan kebun KKPA bagi masyarakat Pantai Raja, namun hingga kini PTPN V tidak ada itikad baik untuk memenuhi kesepakatan tersebut. Justru saat masyarakat menuntut kesepakatan, PTPN melaporkan warga ke Polisi dan menggugat ke pengadilan,” kata Gusdianto, kuasa hukum masyarakat.
Saat ini gugatan masih berlangsung di Mahkamah Agung. Dalam menghadapi gugatan dari PT.PN V ini masyarakat adat tidak mempunyai biaya sehingga terpaksa masyarakat iuran, baik untuk menghadiri maupun kebutuhan sidang lainnya. “Ini menambah kesengsaraan bagi masyarakat kami, apalagi proses sidang itu sudah dimulai saat pandemi Covid-19,” kata Gusdianto.
Terakhir, atas perjuangan masyarakat, Deputi II KSP Abet Nego Putra Tarigan sudah berkunjung ke lokasi konflik pada November 2021, namun belum ada penyelesaian hingga saat ini.
Keempat, Konflik yang tak kunjung selesai menyebabkan masyarakat jadi korban kriminalisasi dan digugat ke pengadilan. Saat masyarakat menuntut kesepakatan mediasi oleh Komnas HAM RI, justru PTPN V melalui Direktur PTPN V, Jatmiko K Santosa melaporkan 14 perwakilan warga Polda Riau atas pendudukan lahan tanpa izin. Mereka diduga melanggar UU Perkebunan. Selain itu PTPN V menggugat 14 perwakilan masyarakat ke Pengadilan Negeri Bangkinang sebesar Rp 14,5 miliar gara-gara aktivitas perkebunan mereka terhenti selama 23 hari aksi berlangsung.
“Kami ketakutan atas ancaman penjara dan bingung, dari mana kami bisa membayar gugatan tersebut? Apalagi kebun kami sekarang masih dikuasai PTPN V sampai hari ini. Salah satu Datuk kami, sampai stroke akibat laporan dan gugatan ini. Tak hanya itu, kami juga difitnah sebagai mafia tanah,” kata M Yunis.
Sesuai pernyataan Presiden Jokowi, memilih Hadi sebagai Menteri ATR/BPN karena berlatar belakang mantan Panglima TNI maka sepatutnya Hadi mampu menyelesaikan dan memiliki keberanian. Termasuk ikut mendorong perbaikan pada BUMN yang memegang HGU dari Kementerian ATR/BPN.
“Hadi Tjahyanto harus berani mencabut HGU PTPN V dan merealisasikannya ke dalam program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) untuk penyelesaian konflik dengan masyarakat,” kata Okto Yugo.
Di samping itu, Hadi Juga harus mendorong Erick Thohir untuk mereformasi direksi di BUMN, khususnya PTPN V. Tidak boleh ada BUMN yang bertindak arogan terhadap masyarakat seperti Direktur PTPN V Jatmiko. “Jelas Tindakan Jatmiko melanggar nawa cita pemerintahan Presiden Jokowi. Erick Thohir sebagai Menteri BUMN segera memecat Direktur PTPN V,” kata Okto Yugo.
Jikalahari merekomendasikan Menteri ATR/BPN segera mengeluarkan 150 hektar lahan masyarakat adat Pantai Raja dari HGU PTPN V Sei Pagar dan direalisasikan dalam program TORA untuk masyarakat. Kemudian Menteri BUMN segera memecat Jatmiko K Sentosa, Direktur PTPN V karena bertindak arogan terhadap masyarakat yang bertentangan dengan nawa cita Pemerintahan Jokowi.
Narahubung:
Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari 0853 7485 6435
Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi, 0812 6111 6340
Gusdianto, Kuasa Hukum Masyarakat, 0821 6955 0601
[1] https://www.atrbpn.go.id/siaran-pers/detail/2843/langkah-percepatan-penyelesaian-konflik-agraria-menteri-atrkepala-bpn-perkuat-sinergi-antar-kementerianlembaga