Hasil Pemantauan Upaya Pemulihan Ekosistem gambut dan Implementasi RKU oleh Perusahaan HTI dan Sawit di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Jambi dan Riau
Pada 2015, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) besar-besaran terjadi di Indonesia. Catatan resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) karhutla yang terjadi pada rentang Juni – Oktober 2015 telah mengakibatkan 24 orang meninggal dunia dan lebih dari 600 ribu jiwa menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan merugikan perekonomian Indonesia mencapai Rp 221 triliun.
Menurut catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jumlah hutan dan lahan yang terbakar mencapai 2,61 juta hektar yang tersebar di hampir seluruh provinsi kecuali DKI Jakarta dan Kepulauan Riau. Kebakaran terbesar terjadi di Provinsi Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat dan Papua.
Dari 2,61 juta hektar yang terbakar, sekitar 33 persen atau 869.754 ha berada di lahan gambut. Areal gambut terluas yang terbakar pada 2015 berada di Kalimantan Tengah seluas 310.275 ha, Sumatera Selatan 293.239 ha, Riau 107.000 ha, Jambi 60.280 ha, Papua 38.096 ha dan Kalimantan Barat 31.916 ha.
Banyaknya areal gambut yanng terbakar mendorong pemerintah kemudian mereview PP Nomor 57 tahun 2016 tentang Perubahan atas PP Nomor 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut pada 2 Desember 2016. Selain itu Badan Restorasi Gambut juga dibentuk dengan tujuan untuk merestorasi gambut yang rusak agar fungsinya dapat kembali dan melakukan pencegahan agar gambut tidak terbakar kembali. Untuk memastikan luasan gambut di Indonesia, pada 28 Februari 2017, KLHK terbitkan SK.130/Menlhk/Setjen/Pkl.0/2/2017 tentang Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional.
Pemulihan gambut tentunya tidak hanya menjadi tugas pemerintah, namun berbagai pihak juga ikut terlibat. Terutama para pelaku usaha baik Hutan Tanaman Industri (HTI) maupun perkebunan kelapa sawit. Para pelaku usaha yang mengelola areal izinnya dan berada dalam kawasan gambut, tentu harus mematuhi kebijakan yang berlaku agar kawasan gambut di konsesinya terjaga dan terhindar dari karhutla.
Implementasi peraturan ini patut dikawal agar seluruh pihak yang memiliki tanggungjawab untuk melakukan pemulihan dan perbaikan gambut melakukan tugasnya. Semua ini tentunya agar tercapai perbaikan gambut dan tata kelola lingkungan yang lebih baik.