Pekanbaru, 8/12 (ANTARA) – Koalisi aktivis lingkungan hidup EoF atau Eyes on the Forest menyatakan sekitar 112.914 hektare hutan alam di Provinsi Riau akan berubah fungsi dengan dikeluarkannya izin tebang pada 2010 untuk industri bubur kertas oleh Kementerian Kehutanan.
“Sekitar 112.914 hektare hutan alam di Provinsi Riau akan ditebang untuk menghasilkan 10,4 juta kubik meter kayu, yang sebagian besar untuk produksi industri bubur kertas atau pulp,” kata editor EoF Afdal Mahyudin di Pekanbaru, Rabu.
Ia menjelaskan, data tersebut merupakan hasil investigasi EoF bahwa Kementerian Kehutanan telah mengeluarkan 18 izin tebang atau rencana kerja tahunan (RKT) pada 2010.
Permasalahannya, lanjut Afdal, 14 dari 18 RKT diajukan oleh perusahaan pulp raksasa di Riau yakni APP/Sinar Mas dan APRIL, dimana Kementerian Kehutanan telah menyetujuinya berada pada gambut berkedalaman lebih dari tiga meter.
Bahkan, sekitar 90 persen dari kawasan hutan alam dimana lisensi RKT yang baru membolehkan penebangan pada lahan gambut, kebanyakan lahan gambut berkedalaman lebih dari empat meter.
“Seperti pada RKT 2009, kedua perusahaan menebang sekitar lima persen lagi dari total hutan alam yang tersisa di Riau, hampir dua kali luas kota metropolitan Jakarta,” katanya.
Menurut dia, izin RKT tersebut seharusnya tidak boleh diterbitkan karena hutan alam pada gambut lebih dari tiga meter dilindungi dengan Keputusan Presiden Nomor 32/1990 dan Peraturan Pemerintah Nomor 26/2008 dan UU Nomor 26/2007.
“Sebagian besar hutan alam yang dibolehkan oleh izin RKT baru untuk ditebangi memiliki kanopi rimbun. Hutan alam yang akan ditebang habis oleh perusahaan APP dan APRIL memiliki rata-rata hasil kayu 95 meter kubik per hektare dan 90 meter kubik per hektare,” ujarnya.
“Pembukaan hutan alam dan pengeringan gambut dalam, untuk menghasilkan pulp merusak komitmen global Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengurangi emisi gas rumah kaca,” lanjut Afdhal.
Menurut dia, sebagian besar hutan alam yang dibuka di bawah izin RKT yang baru, ternyata diidentifikasi sebagai Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HCVF) menurut multi stakeholder didukung oleh HCV Toolkit Indonesia.
Selain itu, hutan tersebut berada di dalam Cagar Biosfer UNESCO Giam Siak Kecil-Bukit Batu yang baru saja dibentuk, dan ada juga pembukaan hutan di Lansekap Konservasi Harimau penting di Bukit Tigapuluh, Semenanjung Kampar, Kerumutan dan Senepis-Buluhala.
Karena itu, ia mengatakan seharusnya pemerintah mendorong pengembangan perkebunan baru di lahan kritis dan bukan pada hutan alam. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Riau, ada sekitar 1,2 juta hektare lahan kritis di Riau.
“Selain itu, kami juga meminta komitmen perusahaan untuk berhenti membabat hutan dengan salah satu cara adalah berhenti memperluas pabrik pulp lagi atau membangun yang baru sampai pasokan kayu perkebunan menghasilkan umur yang cukup dan berkelanjutan, agar tidak ada lagi hutan tropis ditebang,” ujarnya.
ANTARA: Dipostingkan tanggal 08 December 2010