Pekanbaru, 29 Mei 2017— Jikalahari mendesak Presiden Joko Widodo membebastugaskan Airlangga Hartarto dari posisi Menteri Perindustrian karena tidak mendukung komitmen Pemerintah melindungi gambut yang telah dirusak dengan cara membakar hutan dan lahan gambut oleh korporasi industri pulp and paper dan perkebunan kelapa sawit. “Surat Menperin kepada Jokowi menunjukkan perlawanan terhadap produk hukum Indonesia,” kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.
Pada Maret 2017 Airlangga Hartarto mengirim surat kepada Presiden Jokowi yang isinya meminta Presiden melakukan revisi PP 57 Tahun 2016 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut karena mengganggu industri korporasi pulp paper dan perkebunan kelapa sawit.
Dalam suratnya itu Menperin menampilkan angka statistik bahwa dampak penerapan PP 57 dan turunannya bagi perekonomian negara: pendapatan negara berupa pajak, PNBP, dan devisa (pulp and paper dan sawit) Rp 122 Triliun, pendapatan karyawan dan masyarakat (pulp and paper dan sawit) Rp 45,7 Triliun serta investasi termasuk UMKM (pulp and paper dan sawit) Rp 554 Triliun. Menperin menggambarkan bahwa industri kelapa sawit hulu-hilir menyerap 5,3 juta tenaga kerja dan industri pulp and paper menyerap 1,49 juta tenaga kerja.
“Menjadi tidak adil ketika Menperin hanya menampilkan data-data ekonomi makro terkait investasi, namun tidak menampilkan data statistik ekonomi mikro, termasuk perhitungan kerugian negara akibat asap dari pembakaran oleh korporasi di hutan dan lahan gambut” kata Woro Supartinah.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan BNPB menyebut dampak karhutla:
- 2,61 juta ha hutan dan lahan terbakar tersebar di 32 propinsi
- 24 orang meninggal
- Lebih dari 600 ribu jiwa menderita penyakit ISPA
- Kabut asap mengepung 80 persen wilayah Indonesia, menyebar hingga ke negara tetangga
- Kebakaran terbesar terjadi di Propinsi Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Papua
- Kerugian akibat karhutla Rp 221 Triliun
- Kerusakan hutan, tanah, flora dan faunda tak terhitung nilainya
Di Riau dampaknya juga mengerikan:
- 5 orang meninggal di Riau saat karhutla terjadi pada 2015-2016
- Lebih dari 97.139 ribu warga terkena penyakit ISPA pada 2015
- 20 triliun ekonomi merugi karena Riau diserang polusi asap (dari tukang sayur hingga pawang hujan tak bisa bekerja)
- Bandara tutup hingga dua bulan
- Itu baru kerugian tahun 2015-2016! Coba hitung karhutla di gambut sejak tahun 1997 di Riau!
“Apa yang tertuang dalam surat Menteri Perindustrian sangat mengakomodir kepentingan industri besar yaitu korporasi HTI dan Korporasi Sawit, tidak terlihat berpihak pada korban polusi asap karhutla dan perlindungan gambut,” kata Woro Supartinah.
Protes Menteri Perindustrian tersebut juga tidak sejalan dengan komitmen Pemerintah indonesia yang berkomitmen untuk mencegah kembali terulangnya kebakaran hutan dan lahan dengan merestorasi lahan gambut. Selain itu, pemerintah akan mengurangi emisi karbon pada 2020 hingga 29 persen pada konfrensi COP21 di Perancis pada tahun 2015.
Atas dasar uraian tersebut, Jikalahari mendesak Presiden Joko Widodo,
- Membebastugaskan dan mengganti Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto karena tidak patuh terhadap peratuan pemerintah dan tidak sejalan dengan semangat Presiden Joko Widodo merestorasi lahan gambut untuk bebas dari kebakran hutan dan lahan.
- Mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera mengimplementasikan PP 71 Tahun 2014 jo PP 57 Tahun 2016 dan aturan turunannya sebagai komitmen Indonesia menurunkan emisi karbon hingga 29 persen pada 2020.
Narahubung:
Woro Supartinah Koordinator Jikalahari, 0813 1756 6965
Okto Yugo Setiyo Staf Advokasi dan Kampanye 0853 7485 6435