PEKANBARU, 27 Mei 2019— Jikalahari menilai pencapaian restorasi 58,21 hektar dan penutupan kanal sepanjang 65.400 meter sepanjang 2018 oleh Grup APRIL melalui program Restorasi Ekosistem Riau (RER) bukanlah sebuah prestasi. APRIL Grup memiliki 4 izin Restorasi Ekosistem yang terbentang di Semenanjung Kampar. Ke empat perusahaan itu adalah, PT Gemilang Citra Nusantara, PT Best One Unit Timber, PT Global Alam Nusantara dan PT Sinar Mutiara Nusantara. “Merestorasi IUPHHK – RE berupa hutan alam yang rusak merupakan kewajiban[1] pemegang izin. Yang dilakukan APRIL Grup merestorasi program RER nya bukanlah prestasi, justru akal-akalan mengelabuhi publik bahwa APRIL Grup berkontribusi menyelamatkan hutan alam,” kata Made Ali, Kordinator Jikalahari.
Jikalahari juga hendak menjelaskan perihal tipu-tipu APRIL Grup terkait pernyataan yang disampaikan oleh External Affairs Director RER, Nyoman Iswarayoga dan Direktur Utama PT Riau Andalan Pupl and Paper (RAPP) Sihol Aritonang dalam peluncurkan RER Progress Report 2018 di Jakarta, Kamis 16 Mei 2019. Pertama berhasil melakukan restorasi 58,21 hektar di RER, Kedua, berkomitmen untuk melakukan RE selama 10 tahun dengan nilai USD 100 juta di areal RER dan Konservasi april, Ketiga, komitmen SMFP untuk restorasi atau konservasi satu hektar hutan alam untuk setiap HTI yang dikelolanya, Keempat, melakukan penutupan kanal sepanjang 65.400 meter dalam areal RER, Kelima, dalam areal RER April terdapat tambahan 42 jenis flora dan fauna sehingga totalnya menjadi 759 spesies pada 2018.
Bertambahnya spesies menjadi 759 spesies di dalam RER seluas 130.789 hektar pada 2018 menunjukan hutan alam memiliki fungsi untuk kelangsungan hidup dan berkembangnya flora dan fauna. “Benar ada 759 spesies flora dan fauna di dalam RER. Namun sebaliknya aktivitas 11 perusahaan HTI Grup APRIL seluas 242.692 hektar di Semenanjung Kampar telah memusnahkan lebih dari 759 spesies flora dan fauna karena hutan alamnya telah beralih fungsi menjadi tanaman akasia maupun ekaliptus. APRIL membunuh lebih banyak spesies,” kata Made.
Disisi lain APRIL gagal dalam melindungi satwa langka dari ancaman perburuan di dalam kawasan RER, akibatnya seekor Harimau Sumatera terjerat seling baja milik pemburu di konsesi PT GCN pada 24 Maret 2019. “Artinya Bertambahnya spesies di dalam RER bukanlah bukti bahwa APRIL Grup telah berhasil melakukan restorasi, tapi karna memang kondisi hutan alam,” kata Made.
Semenanjung Kampar memiliki luas hampir 700 ribu ha yang terbentang antara Kabupaten Siak dan Pelalawan terdiri dari tutupan hutan alam dan rawa gambut. Gambut dikawasan ini memiliki kedalaman lebih dari 4 meter, bahkan dibeberapa titik lebih dari 7 meter. Semenanjung Kampar juga menjadi habitat bagi 60 harimau sumatera serta 77 spesies flora dan fauna yang dilindungi dan terancam punah di dunia seperti: Ramin, Meranti, Kempas, Punak, Terentang, Bintangur, Pulai, Rengas, Bengku, Harimau Sumatera, Buaya Senyulong, Gajah Asia, Rangkong, Ikan Arwana, Elang Wallace, Enggang Hitam dan lainnya[2].
Sejak 2002, ekosistem ini mulai rusak karena masuknya industri HTI milik Grup APRIL. Sekitar 34% areal Semenanjung Kampar atau setara dengan 242.692,60 ha dikuasai 11 perusahaan yang terafiliasi dengan grup ini. “Parahnya, 9 perusahaan diantaranya terlibat korupsi kehutanan yang menebang hutan alam,” kata Made Ali. Kesembilan perusahaan itu diantaranya: PT Triomas FDI, PT Selaras Abadi Utama, PT Uniseraya, PT Madukoro, PT National Timber & Forest Products, CV Alam Lestari, CV Bhakti Praja Mulia, CV Harapan Jaya dan CV Mutiara Lestari. Perusahaan ini mengajukan izin diatas hutan alam dan dalam proses memperoleh izinnya menyuap Bupati Pelalawan T Azmun Jaafar.
Tak hanya hilangnya flora dan fauna akibat invasi HTI milik Grup APRIL, komitmen merestorasi gambut bekas terbakar 2015 seluas 433,49 hektar yang sejalan dengan komitmen SMFP 2.0 juga tak pernah dijalankan APRIL. Justru APRIL melawan pemerintah hingga ke pengadilan agar areal bekas terbakar tidak dijadikan fungsi lindung gambut. Padahal dalam SMFP 2.0 ke II huruf A menyebutkan APRIL dan semua pemasoknya mendukung konservasi dan restorasi ekosistem hutan alam dan lahan gambut, dan wilayah yang penting secara ekologis, hidrologis, dan areal yang secara budaya dinilai penting dalam areal operasi APRIL. “Ini bukti APRIL menipu konsumen karena informasi dari lapangan berupa praktek-praktek tidak berkelanjutan tidak pernah dilaporkan,” kata Made
APRIL juga menyampaikan untuk mewujudkan komitmen perusahaan menjalankan Sustainable Forest Management Policy (SFMP) 2.0, perusahaan bubur kertas ini akan melakukan 1:1 dalam sistem pengelolaan konsesi kawasan hutan tanaman industri miliknya. Artinya, mereka akan mengkonservasi atau merestorasi 1 ha hutan alam untuk setiap 1 ha HTI yang mereka kelola. APRIL mencanangkan mencari lahan seluas 40 ribu – 50 ribu ha untuk di restorasi. “Ini ide konyol. APRIL sibuk mencari lahan lain untuk direstorasi, padahal areal gambut yang rusak akibat karhutla dan aktivitas HTI di konsesinya sendiri belum juga berhasil di restorasi,” kata Made Ali. “Ini akal-akalan untuk memperluas ekspansi APRIL Grup.”
Narahubung:
Made Ali, Koordinator Jikalahari 081275311009
Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari 0812 6111 6340
[1] Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.50/Menhut-II/2010 Jo P.26/Menhut-II/2012 mengatakan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam hutan alam yang selanjutnya disingkat IUPHHK-RE adalah izin usaha yang diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
[2] http://tfcasumatera.org/bentang-alam-semenanjung-kampar-kerumutan-senepis/