CAT Jikalahari 2020 – COVID 19: Pemulihan Lingkungan Hidup, Selain Kesehatan dan Pemulihan Ekonomi

PROLOG

Pada 17 Juni 2019

Presiden Joko Widodo menerbitkan Inpres No 4 Tahun 2019 Tentang Peningkatan Kemampuan Dalam Mencegah, Mendeteksi dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global dan Kedaruratan Nuklir, Biologi dan Kimia. Dunia, termasuk Indonesia harus waspada terhadap wabah penyakit dan pandemi global, salah satunya.

Inpres No 4 Tahun 2019 ini berisi instruksi dari Presiden Joko Widodo kepada Kementerian dan Lembaga hingga Gubernur dan Bupati. Presiden memerintahkan Menteri LHK dan Pertanian mengawasi dan mengendalikan penyakit yang bersumber dari satwa liar termasuk zoonosis. Menteri LHK diperintahkan memperkuat kebijakan keragaman hayati serta dukungan pembiayaan.

Sembilan bulan kemudian, Maret 2020

Indonesia diserang Covid-19 pada Maret 2020 pasca kasus positif pertama warga Depok bertemu dengan warga Jepang pada kegiatan 14 Februari 2020. Sejak itu, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia bertambah. Jumlah kasus terkonfirmasi di Indonesia sejak 2 Maret – 24 Desember 2020 mencapai 685.639 kasus: 558.703 sembuh dan 20.408 meninggal dunia.

Riau menempati posisi ke tujuh dengan jumlah kasus 23.803: 21.294sembuh dan 543meninggal. Peningkatan kasus Covid-19 di Riau melonjak sejak Agustus 2020. Klaster terbesar pertama di Riau berasal dari klaster PT NPE, perusahaan subkontraktor (vendor) PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP)—anak usaha APP Group—di Perawang dengan total 25 kasus pada 6 Agustus 2020.

Presiden joko Widodo merespon, menetapkan Kepres 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada 13 Maret 2020. Keppres ini tentang pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, diketuai Kepala Badan Nasional Penanganan Bencana Doni Munardo dengan wakil ketua Panglima TNI dan Kapolri.

Gugus tugas beranggotakan unsur-unsur dari Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan informatika, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, BNPB, TNI, Kapolri dan Kantor Staf Presiden.

Gugus Tugas dapat menetapkan dan melaksanakan rencana operasional percepaan penanganan Covid-19, mengkoordinasikan, mengendalikan, mengawasi, mengerahkan sumber daya serta melaporkan pelaksanaan percepatan penanganan Covid-19 kepada Presiden dan Pengarah.

Tujuh hari kemudian, Jokowi mengubah dengan Keppres No 9 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Keppres Nomor 7 Tahun 2020 tentang GugusTugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada 20 Maret 2020. Perubahannya menyoal struktur gugus tugas yang berganti dewan pengarah yang sebelumnya hanya berisi Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menko Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan, menjadi memiliki struktur Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris disusul anggota pengarah seluruh menteri dan kepala lembaga di pemerintahan.

Untuk struktur pelaksana, gugus tugas ini masih diketua Doni Monardo, namun wakilnya bertambah dengan adanya Sekjen Kementerian Kesehatan, Sekjen Dewan Ketahanan Nasional. Anggota dari pelaksana juga bertambah adanya unsur dari setiap kementerian dan lembaga di pemerintah.

Perubahan lainnya berkaitan dengan penganggaran. Sebelumnya hanya bersumber dari APBN, APBD dan sumber lain yang sah sesuai peraturan. Perubahannya terkait penambahan penganggaran berasal dari APBN meliputi anggaran kementerian/ lembaga termasuk refocusing kegiatan dan realokasi atau anggaran cadangan belanja pemerintah. Untuk APBD berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), revisi anggaran, belanja tidak terduga dan pemanfaatan dana kas daerah.

Guna percepatan impor barang untuk penanganan Covid-19, pimpinan kementeria/ lembaga dapat memberikan mandat pengecualian perizinan tata niaga impor kepada Ketua Pelaksana Gugus Tugas.

Pada hari yang sama, Jokowi juga menerbitkan Inpres 4/2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Jokowi mengintruksikan kepada seluruh menteri, Sekretaris Kabinet, Kepala Staf Kepresidenan, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala Lembaga Pemerintah non Kementrian, Pimpinan Kesekretariatan Negara, Gubernur dan Bupati/ Walikota untuk mengutamakan penggunakaan alokasi anggaran yang telah ada untuk kegiatan yang mempercepat penanganan Covid-19 sesuai protokol penanganan yang berlaku. Selain itu harus dilakukan percepatan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran melalui mekanisme revisi anggaran serta mempercepat pengadaan barang dan jasa yang mendukung percepatan penanganan Covid-19.

Diluar Keppres menyoal Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Jokowi juga menerbitkan beberapa kebijakan lainnya mendukung penanganan Covid-19. Diantaranya:

  1. PP Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 pada 31 Maret 2020.
    Peraturan ini menjelaskan dilakukannya pembatasan kegiatan tertentu dari masyarakat di suatu provinsi/ kabupaten/ kota tertentu. Pembatasan ini harus memenuhi kriteris jumlah kasus/ kematian di wilayah tersebut. Jika diberlakukan PSBB, sekolah dan tempat kerja diliburkan, kegiatan keagamaan serta kegiatan di fasilitas umum dibatasi.
  2. Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan Pandemi Covid-19 dan/ atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/ atau Stabilitas Sistem Keuangan pada 31 Maret 2020.Dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional karena Covid-19, penurunan penerimaan negara dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan, diperlukan upaya penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jarring pengamanan sosial, serta pemulihan perekonomian. Perpu ini terbit untuk mengatur kebijakan pendapatan Negara seperti perpajakan, belanja Negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah dan kebijakan pembiayaan.
  3. Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Covid-19 sebagai Bencana Nasional pada 13 April 2020.Covid-19 dinyatakan sebagai bencana nasional dan untuk penanggulangannya dilaksanakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Seluruh pemerintah daerah baik Gubernur, Bupati dan Walikota selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah menetapkan kebijakan sesuai dengan kebijakan pusat.
  4. PP Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/ atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional pada 9 Mei 2020.PP ini menjadi peraturan pelaksana Perpu No 1/ 2020, mengatur program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha. Bentuk kegiatan PEN dapat berupa Penyertaan Modal Negara, penempatan pendanaan, investasi pemerintah ataupun penjaminan.PEN adalah upaya yang dilakukan pemerintah untuk mencegah merosotnya perekonomian Indonesia, mengurangi PHK dengan memberikan subsidi bunga kredit bagi debitur usaha mikro, kecil dan menengah yang terdampak, mempercepat pemulihan ekonomi nasional serta mendukung kebijakan keuangan Negara.
  5. UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan Pandemi Covid-19 dan/ atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/ atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-undang pada 16 Mei 2020. Pasca diterbitkan 31 Maret 2020, Perpu Nomor 1 Tahun 2020 ditetapkan menjadi UU nomor 2 Tahun 2020 bertujuan untuk mitigasi penurunan aktivitas ekonomi domestik untuk menjaga stabilitas sektor keuangan.
  6. PP Nomor 29 Tahun 2020 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam Rangka Penanganan Covid-19 pada 10 Juni 2020.Peraturan ini diterbitkan untuk menjadi landasan hukum atas dukungan masyarakat dalam bentuk sumbangan dan ketersedian tenaga SDM di bidang Kesehatan, mendorong industry alat kesehatan dan/ atau perbengkelas kesehatan rumah tangga dan menjaga stabilitas pasar saham dalam bentuk fasilitas pajak penghasilan. PP ini mengatur soal tambahan pengurangan penghasilan neto, sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto, tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh SDM di bidang kesehatan, penghasilan berupa kompensasi dan penggantian atas penggunaan harta dan pembelian kembali saham yang diperjualbelikan di bursa gua penanganan Covid-19.
  7. PP Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan dalam Rangka Melaksanakan Langkah-Langkah penanganan Permasalahan Stabilitas Sistem Keuangan pada 7 Juli 2020.PP ini diterbitkan sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 20 ayat 2 UU Nomor 2 Tahun 2020. Ruang lingkup dalam peraturan ini mengatur soal penanganan permasalahan stabilitas system keuangan yang timbul akibat terjadinya pandemic Covid-19 serta menghadami ancaman krisis ekonomi yang dapat terjadi.
  8. PP Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/ atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional pada 4 Agustus 2020.

Terdapat beberapa perubahan dari PP 23/2020 dalam peraturan terbaru ini. Diantaranya pada Pasal 10 ayat 1 yang menjelaskan Dalam rangka pelaksanaan program PEN, pemerintah dapat melakukan penempatan dana yang ditujukan untuk memberikan dukungan likuiditas kepada perbankjan yang melakukan restrukturisasi kredit/ pembiayaan dan/ atau memberikan tambahan kredit/ pembiayaan modal kerja. Ayat 1 ini diubah menjadi dalam rangka pelaksanaan program PEN, pemerintah dapat melakukan penempatan dana kepada Bank Umum Mitra. Sehingga penyaluran pendanaan akan dilakukan oleh Bank Umum Mitra kepada debitur.

Lalu, pada 20 Juli 2020, Presiden Jokowi mengubah Gugus Tugas menjadi Inpres Perpres Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

Untuk percepatan penanganan Covid-19 serta pemulihan dan transformasi ekonomi nasional, dibentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) terdiri dari Komite Kebijakan, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 serta Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional.

Untuk Komite Kebijakan, diketuai oleh Menko Bidang Perekonomian dan Wakil Ketua Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menko Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Keuangan, Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri. Ketua Pelaksana dari Komite Kebijakan KPC-PEN adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara dengan Sekretarisnya Raden Pardede dan Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian.

Komite Kebijakan bertugas menyusun rekomendasi kebijakan strategis kepada Presiden, mengintegrasikan dan menetapkan langkah-langkah pelaksanaan kebijakan strategis dan terobosan yang diperlukan serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan strategis dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 serta pemulihan perekonomian dan transformasi ekonomi nasional.

Untuk Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang diketuai oleh Kepala BNPB, tugasnya menyoal melaksanakan dan mengendalikan implementasi, menyelesaikan permasalahan pelaksanaan, melakukan pengawasan serta menerapkan dan melaksanakan kebijakan strategis yang berkaitan dengan penanganan Covid-19.

Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional yang diketuai Wakil Menteri BUMN I bertugas untuk melaksanakan dan mengendalikan implementasi, menyelesaikan permasalahan pelaksanaan, melakukan pengawasan serta menerapkan dan melaksanakan kebijakan strategis berkaitan penanganan Covid-19.

Empat bulan kemudian, Presiden Jokowi Kembali mengubah Perpres Nomor 108 Tahun 2020 tentang Perubahan Perpres Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Terdapat perubahan dalam Komite KCP-PEN dalam Perpres baru yaitu adanya penambahan Komite terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Tim Pelaksana, Satgas Penanganan Covid-19, Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional dan Sekretariat.
Perubahan susunan keanggotaan: Ketua Menko Bidang Perekonomian, Wakil Ketua I Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Wakil Ketua II Menko Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wakil Ketua III Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Wakil Ketua IV Menteri Badan Usaha Milik Negara merangkap sekaligus Ketua Tim Pelaksana, Wakil Ketua V Menteri Keuangan, Wakil Ketua Vi Menteri Kesehatan dan Wakil Ketua VII Menteri Dalam Negeri. Sedangkan Sekretaris Eksekutif I dan Sekretaris Ekonomi II Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian.

Selain itu terdapat penambahan struktur untuk tim pelaksana, Ketua Tim Pelaksana adalah Menteri BUMN dan Wakil Ketua Tim Pelaksana I Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat dan Wakil Ketua Tim Pelaksana II Wakapolri.

Struktur Satuan Tugas Penanganan Covid-19 juga berubah, Ketua Satuan Tugas Kepala BNPB, Wakil Ketua I Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Wakil Ketua II Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Wakil Ketua III Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri.

Untuk Struktur Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional Ketuanya Wakil menteri BUMN sedangkan Wakil Ketua I Wakil Menteri Keuangan dan Wakil Ketua II Ketua Umum Kamar Dagang dan industry.

MENGAPA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN (LHK) sejak bernama Gugus Tugas hingga Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi (KPCPEN) tidak masuk di dalamnya? Atau mengapa isu Pemulihan Lingkungan Hidup tidak menjadi prioritas Presiden Jokowi?

Dalam penanganan Covid-19 Presiden Jokowi hanya memprioritaskan Kesehatan dan Pemulihan Ekonomi dengan anggaran Rp 695,2 Triliun. Jokowi melupakan pemulihan lingkungan hidup adalah cara untuk mengatasi Covid-19 yang bersumber dari zoonosis.

Padahal jauh hari sebelum kasus Covid-19 pertama kali ditemukan di pasar hewan liar di Wuhan Tiongkok, pada 17 Juni 2019, Jokowi telah menerbitkan Inpres No 4 Tahun 2019 Tentang Peningkatan Kemampuan Dalam Mencega h, Mendeteksi dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global dan Kedaruratan Nuklir, Biologi dan Kimia.

Inpres No 4 Tahun 2019 ini berisi instruksi dari Presiden Joko Widodo kepada Kementerian dan Lembaga hingga Gubernur dan Bupati. Jikalahari fokus pada istruksi yang berkaitan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kepada MenLHK, Presiden menginstruksikan memperkuat peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keragaman hayati serta dukugan pembiayaan. Selain itu juga MenLHK harus meningkatkan pencegahan dan pengendalian penyakit bersumber dari satwa liar, melakukan peningkatan kapasitas pengelola konservasi serta pengawasan dan pengendalian lalu lintas satwa.
Perlunya pemulihan lingkungan hidup di tengah Covid-19 merujuk pada kajian RPJMN IV 2020 – 2025 yang diterbitkan oleh Bappenas, mencatat hilangnya hutan sebagai habitat satwa liar dan menurunnya keanekaragaman hayati merupakan penyebab penyebaran penyakit zoonosis.

RPJMN IV menyebutkan; pertama, tutupan hutan primer Indonesia cenderung terus berkurang. Luas tutupan hutan primer semakin menurun, diperkirakan hanya tersisa 18,4 persen dari luas lahan total nasional (189,6 juta ha) di tahun 2045 dibandingkan kondisi di tahun 2000 yang mencapai 27,7 persen total luas lahan nasional.

Kedua, luas tutupan hutan, baik hutan primer maupun sekunder yang terletak di atas lahan gambut semakin berkurang.

Ketiga, habitat spesies kunci terancam punah semakin berkurang signifikan akibat pengurangan luas tutupan hutan. Analisis menunjukkan bahwa tutupan hutan pada habitat spesies langka di sebelah barat garis Wallacea akan menyusut dari 80,3 persen di tahun 2000 menjadi 49,7 persen di tahun 2045, terutama pada wilayah Sumatera dan Kalimantan. Diperkirakan luas key biodiversity areas di sisi timur Garis Wallacea, khususnya wilayah Papua juga berkurang signifikan.

Ini membuktikan, perbaikan lingkungan hidup harus segera dilakukan untuk mengantisipasi pencegahan munculnya zoonosis yang mengancam kesehatan masyarakat. Sudah seharusnya Jokowi merevisi KPC-PEN dan memasukkan KLHK menjadi anggotanya. Jikalahari menilai, karena tidak seriusnya pemerintah dalam menangani Covid-19 dari sektor lingkungan hidup, berbagai persoalan lingkungan hidup dan kehutanan terus terjadi di Riau.

Di tengah new normal atau tatanan hidup baru yang tengah dikampanyekan Presiden Jokowi, perilaku korporasi dan cukong tidak juga berubah, justru memanfaatkan situasi Covid-19 untuk terus merusak alam.

Jikalahari merangkum berbagai persoalan yang terjadi di Riau sepanjang 2020 bersumber dari hasil investigasi dan riset serta kliping informasi dari berbagai sumber.

Selengkapnya Catatan Akhir Tahun Jikalahari 2020 dapat didownload di sini:

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *