Prof. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, M.Sc., Guru Besar di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang miliki keahlian di bidang Ekonomi Kehutanan dan Lingkungan. Aktif dalam berbagai penelitian, diskusi terkait isu lingkungan di Indonesia serta kerap menjadi ahli yang dihadirkan pihak terdakwa dalam persidangan kasus kaitan lingkungan hidup dan kehutanan.
Berikut beberapa rekam jejak Prof Sudarsono:
Kritisi Penghitungan Kerugian Negara oleh Prof. Bambang Hero Sahardjo
Prof. Sudarsono pernah menjadi ahli dalam persidangan kasus korupsi tata niaga komoditas timah. Ia mengkritisi metode perhitungan kerugian negara yang dilakukan Prof. Bambang Hero Saharjo, yang menaksir kerugian sebesar Rp 271 triliun.
Menurut Prof. Sudarsono, metode tersebut tidak didasarkan pada rona awal Bangka Belitung yang telah dieksplorasi pertambangan timah sejak zaman VOC, tidak didasarkan pada sampel memadai, dan tidak dikerjakan oleh tim dengan latar belakang multidisiplin ilmu[1]. Hal itu disampaikan Prof Sudarsono dalam Diskusi Panel Jakarta Justice Forum dan Universitas Pertiba, Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), tentang Dampak Perhitungan Kerugian Negara terhadap Perekonomian Babel, Sabtu, (21 Desember 2024).
Menjadi Ahli para Terdakwa dalam Kasus Korupsi Tambang Timah
Dalam kasus korupsi tambang timah, Prof. Sudarsono menjadi ahli yang dihadirkan pihak terdakwa. Sebagai ahli, beliau memberikan pandangan kritis terhadap metode perhitungan kerugian negara yang diajukan oleh pihak jaksa penuntut.
- Kritik Terhadap Penghitungan Kerugian Negara
Prof. Sudarsono mengkritisi metode perhitungan yang digunakan oleh ahli lain, terutama oleh Prof. Bambang Hero Saharjo. Beliau menyatakan bahwa metode perhitungan tersebut tidak akurat dan tidak berdasarkan pada analisis ilmiah yang komprehensif[2].
- Dukungan Terhadap Perusahaan
Dalam persidangan, Prof Sudarsono menyoroti bahwa perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sektor pertambangan timah memiliki izin resmi, dan segala dampak lingkungan yang ditimbulkan seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, termasuk pemerintah.
- Pandangan Tentang Reklamasi
Prof Sudarsono menekankan bahwa lubang tambang dapat direklamasi dan memiliki potensi nilai ekonomi, sehingga kerugian negara tidak bisa dihitung hanya berdasarkan kerusakan lingkungan.
Dengan pandangannya tersebut, terlihat Prof. Sudarsono lebih sering membela perusahaan pelaku perusakan lingkungan.
Peran Prof Sudarsono Sebagai Ahli Dari PT Duta Palma Group
Dalam kasus PT Duta Palma Group, Prof. Sudarsono juga dihadirkan sebagai ahli dari pihak terdakwa. Ia memberikan keterangan mendukung argumen pembelaan PT Duta Palma.
- Kepatuhan Terhadap Perundang-undangan
Prof. Sudarsono menyatakan bahwa PT Duta Palma telah berusaha memenuhi semua ketentuan yang berlaku terkait perizinan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Ia menilai bahwa perusahaan tersebut termasuk yang paling cepat dalam mengurus penyelesaian areal yang dianggap bermasalah sesuai dengan Pasal 110A UU Cipta Kerja[3].
- Menilai Dakwaan Jaksa Menggunakan UU Tipikor Terhadap Surya Darmadi Sangat Berlebihan
Ia berpendapat bahwa jika terjadi pelanggaran, seharusnya diselesaikan secara administratif sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan tidak langsung dibawa ke ranah pidana. Menurutnya, penggunaan kata “korupsi” dalam dakwaan jaksa terlalu berlebihan dan dapat menstigmatisasi seseorang tanpa dasar yang jelas[4].
- Tidak Perlu Pidana Cukup Administrasi
Seandainya terjadi pelanggaran, kata Sudarsono, harusnya di selesaikan secara administrasi. Atau paling berat menggunakan Pasal 110A UU Ciptakerja yang telah dikeluarkan Perpunya oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022 lalu. “Kembalilah kepada konstitusi yang mengamanatkan sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagai tujuan penggunaan sumberdaya alam. Jangan apa-apa penjara, apa-apa pidana. Nanti dulu lah. Kalau saya, sudah jelas itu tidak perlu ke arah pidana. Cukup Pasal 110 A. Itu pun bagi saya sudah terlalu berat. Karena sebetulnya, tidak ada pelanggaran,” tegasnya[5].
Melalui keterangan-keterangan tersebut, Prof. Sudarsono berusaha menunjukkan bahwa PT Duta Palma telah beroperasi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan bahwa tuduhan terhadap perusahaan tersebut tidak berdasar.
Kritik Terhadap Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 7 Tahun 2014
Prof. Sudarsono bersama sejumlah guru besar dan praktisi hukum mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) No. 7 Tahun 2014. Mereka berpendapat bahwa peraturan tersebut tidak tepat digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian negara dalam kasus lingkungan hidup[6].
Permintaan Revisi Aturan Kerugian Negara Akibat Kerusakan Lingkungan
Prof. Sudarsono dan beberapa pakar lainnya meminta agar aturan mengenai perhitungan kerugian negara akibat kerusakan lingkungan tidak dijadikan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Mereka menilai bahwa penerapan aturan tersebut dalam berbagai kasus hukum kurang tepat dan memerlukan peninjauan kembali[7].
[1] https://babelpos.bacakoran.co/read/11908/forum-aliansi-peduli-babel-gugat-ahli-ipb-prof-bambang-hero-saharjo?utm
[2] https://belitung.tribunnews.com/2024/12/22/prof-sudarsono-dari-ipb-sebut-prof-bambang-hero-bukan-ahli-hitung-kerugian-negara-di-korupsi-timah?page=all&utm
[3] https://suarapembaruan.net/2023/02/17/prof-sudarsono-soedomo-duta-palma-perusahan-yang-patuh-hukum/?utm
[4] https://www.jpnn.com/news/sudarsono-sebut-duta-palma-sebagai-perusahan-yang-patuh-hukum?utm
[5] https://suarapembaruan.net/2023/02/17/prof-sudarsono-soedomo-duta-palma-perusahan-yang-patuh-hukum/?utm
[6] https://bekasi.tribunnews.com/2024/12/15/guru-besar-ipb-desak-pencabutan-permen-lh-yang-jadi-dasar-penghitungan-kerugian-negara-pada-kasus-lh?utm
[7] https://nasional.okezone.com/read/2024/12/14/337/3095363/guru-besar-dan-pakar-minta-aturan-kerugian-negara-akibat-kerusakan-lingkungan-tak-jadi-pnbp?page=all&utm