Komitmen Ekologis Cagub-Cawagub Riau: Hanya Formalitas, Tak Ada Aksi Nyata

 

Brief Pilkada Ekologis Riau 2024

Catatan Jikalahari, persoalan ekologis masih terus berlangsung tiap tahunnya. Dalam kurun waktu 6 tahun saja, terdapat lebih dari 22 korban jiwa meninggal disebabkan banjir, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hingga serangan harimau. Belum lagi persoalan kemiskinan akibat pengelolaan lingkungan yang tidak berpihak pada masyarakat. Sayangnya, pemimpin di Riau tidak pernah serius menyikapi persoalan-persoalan yang saban tahun selalu muncul.

Dimulai dari persoalan karhutla, dalam 6 tahun terakhir, Sipongi KLHK mencatat lebih dari 137 ribu ha hutan dan lahan di Riau telah hangus terbakar bahkan menelan 3 korban jiwa pada 2019. Berdasarkan analisis hotspot Jikalahari, 32% karhutla terjadi di areal konsesi HTI dan perkebunan sawit. Setiap tahunnya, pemerintah Riau hanya menetapkan status siaga darurat karhutla dan mengandalkan bantuan dari pusat untuk memadamkan api. Pada 2024 saja, status siaga darurat karhutla ditetapkan sejak Maret – November 2024. Hanya Kuantan Singingi yang tidak menetapkan status siaga darurat karhutla.

Lain halnya dengan persoalan banjir. Banjir besar melanda Riau di awal 2024. BPBD Riau merilis 233.477 warga Riau menjadi korban terdampak dan lebih dari 61 ribu unit rumah terkena dampak banjir yang terjadi di Riau[1]. Bahkan banjir di Pekanbaru dan Rokan Hilir menelan korban jiwa, 2 warga meninggal terseret arus banjir[2] pada 2024 dan 4 warga meninggal pada 2019.

Persoalan lingkungan lainnya adalah adanya 13 korban jiwa yang tewas akibat serangan harimau yang kehilangan habitatnya akibat ekspansi perusahaan HTI dan sawit. Teranyar, pada 4 September lalu warga Sungai Apit di terkam harimau saat istirahat pasca bekerja di kebun. Konflik tak berkesudahan antara harimau dan manusia ini juga dampak dari hilangnya habitat satwa endemik tersebut. Melihat hal ini, pemerintah Riau juga sama sekali tidak mengeluarkan kebijakan apa pun untuk menyelesaikan persoalan ini, bahkan tidak menunjukkan simpati terhadap para korban.

Persoalan krusial dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan adalah ketidakadilan akses dan hak masyarakat, khususnya masyarakat adat dan tempatan. Data BPS[3], jumlah masyarakat miskin di Riau pada 2024 mencapai 492,25 ribu jiwa dan justru tingkat kemiskinan tertinggi terjadi di kabupaten/kota yang didominasi oleh aktivitas HTI dan sawit seperti Rohul, Kampar, Rohil, Pelalawan dan Kep Meranti[4].

Ketimpangan penguasaan kawasan hutan antara korporasi dan masyarakat sangat jauh, menurut data analisis Jikalahari, dari total 8,7 juta ha luas Riau, sekitar 3,75 juta ha telah diberikan kepada korporasi HTI dan perkebunan sawit[5]. Hanya 1,2 juta ha yang diperuntukkan bagi masyarakat melalui skema perhutanan sosial, namun hingga kini realisasinya baru 14,2% dan anggaran yang tersedia hanya 1% dari anggaran di OPD yang membidanginya. Sejatinya, peluang untuk mengurangi ketimpangan ini adalah dengan memanfaatkan kebijakan perhutanan sosial semaksimal mungkin.

Persoalan lainnya, Riau masih berada di zona merah korupsi. Perkara – perkara korupsi, terutama yang berkaitan dengan sumber daya alam masih belum jelas titik terangnya. Sudah 16 tahun berlalu, namun masih belum ada upaya menjerat 20 korporasi terlibat kasus suap perizinan yang melibatkan Gubri Rusli Zainal, Bupati Siak Arwin AS, Bupati Pelalawan T Azmun Jaafar dan 4 Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau.

Begitu pula kasus suap alih fungsi lahan yang dilakukan pengusaha sawit Surya Darmadi kepada Annas Maamun untuk mengeluarkan sawitnya dari kawasan hutan. Kasus lainnya, korupsi perpanjangan perizinan Hak Guna Usaha PT Adimulia Agrolestari kepada Bupati Kuansing Andi Putra. Ini menunjukkan bahwa sektor perizinan SDA rentan akan suap yang pada akhirnya berdampak buruk pada masyarakat dan lingkungan.

Di tengah mirisnya warga Riau yang dihujani berbagai persoalan ekologis yang terjadi, akankah pilgub menjadi titik balik penting mengentaskan persoalan ekologis ini?

Untuk itu, Jikalahari membedah visi misi 3 pasangan calon yang berlaga untuk menyelesaikan persoalan ekologis yang terjadi.


[1] https://riaupos.jawapos.com/riau/2254081433/update-banjir-riau-data-warga-terdampak-di-12-kabupaten-dan-kota

[2] https://news.detik.com/berita/d-7119436/2-orang-tewas-akibat-banjir-di-riau

[3] https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTg1IzI=/jumlah-penduduk-miskin–ribu-jiwa–menurut-provinsi-dan-daerah.html

[4] https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/NjE5IzI=/jumlah-penduduk-miskin–ribu-jiwa–menurut-kabupaten-kota-.html

[5] Data HTI berdasarkan Data PBPH KLHK, akses WebGIS 2022 dan data Perkebunan sawit Riau 2017

About Nurul Fitria

Staf Advokasi dan Kampanye Jikalahari

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *