Pekanbaru, 29 Juni 2022—Jikalahari menilai, Komisi II DPR RI tidak membuka partisipasi publik sebelum menyetujui draft final RUU Provinsi Riau yang akan dibawa ke pembicaraan tingkat II Rapat Paripurna DPR.
“Selama ini Komisi II DPR RI tidak pernah turun ke kampung, mengundang atau meminta masukan kepada masyarakat, khususnya di Riau. Komisi II juga tidak menjelaskan lebih rinci, apa isi RUU ke lima provinsi tersebut, sehingga masyarakat sama sekali tak mengetahui arah pembangunan bagi provinsi yang masyarakat tinggali saat ini,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.
Pada 21 Juni 2022, Komisi II DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Lima Provinsi, yaitu provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur untuk kemudian dilanjutkan pengambilan keputusan di Rapat Paripurna. Rapat Kerja Komisi II DPR RI dihadiri seluruh anggota Komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan perwakilan Komite I DPD RI, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (21/6/2022).[1]
Keterangan agak lebih detail disampaikan oleh Anggota DPD RI asal Riau, Intsiawati Ayus (IA) dalam halaman Facebooknya pada Senin 27 Juni 2022. IA menyebutkan pentingnya RUU ini untuk dilanjutkan ke Paripurna Mengingat 3 Provinsi tersebut berada di dalam UU No. 19 Tahun 1957, tentang pembentukan daerah-daerah swatantra tingkat 1, (Sumatra Barat, Riau dan Jambi)
IA juga menyebutkan pembahasannya antara lain :
- Cakupan wilayah kekinian
- Karakter /khas/budaya dst
- Sinkronisasi dengan Undang-Undang dan peraturan yang ada.
- ….dst
“Ini seharusnya dibuka selebar-lebarnya ke masyarakat Riau, khusunya pembahasan mengenai karakter atau kekhasan budaya Riau. Apa ke khasanya? Masyarakat Riau lah yang sangat tahu dan mana yang harus dimasukkan dalam RUU,” kata Made Ali
Terkait kekhasan Provinsi Riau, Koalisi Percepatan RUU Provinsi Riau[2] telah mengusulkan draft RUU versi masyarakat sipil. Dalam usulan versi masyarakat sipil tersebut, khususnya pada Bab III tentang Karakteristik Provinsi Riau, koalisi mengusulkan ada empat kekhasan yang dimiliki Provinsi Riau:
Pertama, Kebudayaan Melayu Riau, adalah hasil cipta, rasa dan karsa yang berbahasa Melayu, beradat istiadat Melayu, beragama Islam, dan suku asli (indigenous people) dalam ruang ekologisnya yang sesuai dengan karakter, identitas, dan jati diri orang Melayu yang secara geografis menempati wilayah Provinsi Riau. Provinsi Riau memiliki budaya Melayu Riau yang berfungsi untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Riau sangat menentukan masa depan Provinsi Riau karena masyarakat itulah yang membangun Provinsi Riau. Pada masa ini budaya melayu Riau diterjang oleh pengglobalan, banyaknya masuk budaya asing semua pengaruh itu membuat budaya melayu riau akan rusak dan bahkan mungkin musnah sehingga hilangnya indentitas melayu Riau.
Kedua, Masyarakat Adat. Masyarakat adat atau Masyarakat Hukum Adat adalah kesatuan masyarakat yang terikat oleh aturan-aturan atau adat istiadat yang dipatuhi sejak dahulu kala dalam ikatan asal usul, mempunyai Lembaga atau Organisasi Adat dan kelengkapan adat, menempati suatu wilayah adat atau ruang ekologis. Sayangnya Masyarakat Adat mengalami keterpinggiran, kriminalisasi bahkan pemusnahan kehidupan masyarakat adat dari pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi Riau. Padahal jauh sebelum Indonesia merdeka, masyarakat adat sudah ada di Riau yang tersebar di seluruh kabupaten dan kota. Sampai detik ini, masyarakat adat di Riau masih ada kurang lebih tiga ratus (300) suku.
Ketiga, Ruang Ekologis adalah lingkungan yang di dalamnya terdapat hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan tanah, udara dan air. Ruang ekologis ini ditempati oleh makhluk hidup termasuk di dalamnya masyarakat adat dan tempatan. Dalam perkembangannya, ruang ekologis ini mulai hancur dan rusak, bahkan punah karena aktifitas legal maupun illegal dari korporasi. Ruang ekologis ini harus diselamatkan melalui kebijakan, tanggungjawab dan wewenang kepala daerah di Provinsi Riau.
Keempat, Lembaga Adat Melayu Riau. Riau memiliki Lembaga Adat Melayu Riau yang telah memiliki dasar hukum Perda Provinsi Riau No 1 Tahun 2012 tentang Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau. Menjadi penting dalam penguataanya pada undang-undang Provinsi Riau.
“RUU Provinsi Riau ini telah kami serahkan ke Gubernur Riau pada 4 Oktober 2021 dan Syamsurizal, Wakil Ketua Komisi II DPR RI pada 26 Februari 2022. Apakah muatan dalam RUU versi masyarakat ini masuk dalam RRUU yang disetujui Komisi II DPR RI?” tanya Made Ali.
Jikalahari mendesak Komisi II DPR RI membuka ruang partisipasi publik untuk Masyarakat Riau berpartisipasi mengusulkan dan mengkritisi RUU Provinsi Riau sebagai hak partisipasi sebelum draft RUU Provinsi Riau Diparipurnakan.
Narahubung:
Made Ali, Koordinator Jikalahari—081275311009
Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi—0812 6111 6340
[1] https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/39435/t/RUU+Lima+Provinsi+Sepakat+Dibawa+ke+Paripurna
[2] Koalisis Percepatan RUU Provinsi Riau yang terdiri dari Gerakan Jaga Kampung LAM Riau, Jikalahari, WALHI Riau, Dewan Knian Kota Pekanbaru, Akademisi, Begawai Institute)