Press Release
Pelalawan, Rabu 25 Januari 2012.
TIM PENDUKUNG PENYELAMAT SEMENANJUNG KAMPAR
(TP2SK)
(Walhi Riau, Jikalahari, Scale Up, Greenpeace Sea, KBH Riau, LBH Pekanbaru, Kaliptra Sumatera, Kabut Riau, TII Riau)
Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terkait Terbitnya SK Menteri Kehutanan Nomor: 327 Tahun 2009 di wilayah Teluk Meranti, Pelalawan terhadap Menteri Kehutanan dan Bupati Pelalawan
PASCA SIDANG MEDIASI di Pengadilan Negeri Pelalawan pada 9 Januari 2012 tak menemukan kata sepakat, maka sidang lanjutan gugatan Citizen Law Suit yang diajukan Penggugat tim TP2SK terhadap Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Menteri Kehutanan (Tergugat I) dan Bupati Pelalawan (Tergugat II) atas terbitnya SK Menhut Nomor 327 tahun 2009 akan kembali digelar pada Rabu 25 Januari 2012, pukul 10.00 di Pengadilan Negeri Pelalawan. Agenda sidang jawaban dari Tergugat I dan II atas gugatan yang telah diajukan Penggugat.
Saat Sidang Mediasi berlangsung pada 9 Januari 2012, kuasa hukum Penggugat Suryadi, SH dan Alamsyah SH dan penggugat Prinsipal dari masyarakat Teluk Meranti: H Rusman, Efendi, Jasri, Nasri, Abdul Malik menawarkan permohonan masyarakat agar SK 327 tahun 2009 direvisi agar mengeluarkan estate Meranti seluas 43 ribu ha.
TP2SK ajukan usulan perdamaian pada para Tergugat. Intinya merevisi SK Menhut 327 tahun 2009 dan menjadikan hutan Negara tidak lagi kawasan HTI PT RAPP melainkan konsesi seluas 43.400 hektar di Semenanjung Kampar dijadikan Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat atau Hutan Kemasyarakatan, dengan catatan tanah milik warga terlebih dahulu dikeluarkan (inclave).
Namun ditolak oleh Tergugat I dan Tergugat II. Alasan Tergugat I menolak karena tidak ada dasar hukum yang kuat untuk merevisi SK 327 tahun 2009 tersebut, dan Tergugat II hanya mengikuti apa yang menjadi keputusan Menhut RI.
Usulan perdamaian Penggugat ditolak Tergugat I (Menteri Kehutanan). Alasanya, untuk poin revisi SK Menhut 327 tahun 2009, tak ada alas an yuridis untuk merevisi.
Terkait usulan Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat atau Hutan Kemasyarakatan, menurut Tergugat, soal Hutan Desa harus di dalam hutan Negara yang belum dibebani izin. Soal Hutan Tanaman Rakyat (HTR) juga hampir serupa; HTR dilakukan Menhut pada kawasan hutan produksi yang belum dibebani hak atau izin pemanfaatan hutan. Dengan alasan di atas, Tergugat menolak permohonan Penggugat.
Terakhir, Tergugat sampaikan PT RAPP sudah lakukan kewajibannya dengan alokasikan lahan seluas 2.300 hektar di kelurahan Teluk Meranti dengan bangun tanaman kehidupan. Dan, Tergugat meminta penggugat cabut gugatannya.
Waktu itu, Tergugat I diwakili kuasa hukumnya: Drs. Afrodian Lutoifi, SH., M.Hum dan Yudi Ariyanto, SH.,MT. Tergugat II mewakili Bupati Pelalawan: Devitson, Saharuddin SH, M.N, Alfirdaus.SH.,MH dan Nasarudin, SH.,MH.
Tentu saja, Penggugat tidak mau. Mediasi pun gagal.
PADA 26 OKTOBER 2011, TP2SK antar berkas gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan. Surat terdaftar bernomor 15/PDT.G/2011/PN.PLW tanggal 26 Oktober 2011. Ada delapan Kuasa Hukum. Mereka dari Kantor Bantuan Hukum (KBH) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru. Mereka wakili lima orang warga Teluk Meranti, Kelurahan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, yang berikan kuasanya pada 6 April 2011.
Dalam gugatan itu, Menteri Kehutanan RI jadi Tergugat I dan Bupati Pelalawan tergugat II. Dalam gugatan ditulis, terbitnya SK Menhut 327 Tahun 2009 melanggar beberapa aturan.
Pertama, terbitnya SK Menhut 327, berada dalam kawasan lindung gambut. Ini sesuai peta pola Ruang Wilayah Nasional lampiran tujuh berdasarkan PP No. 26 tahun 2008; hutan gambut di Semenanjung Kampar adalah kawasan lindung gambut.
Kedua, melanggar UU No. 41 tahun 1999 pasal 28 ayat 1; usaha pemanfaatan hutan tanaman diutamakan pada hutan produksi yang tak produktif, kenyataan sebaliknya; hutan sangat produktif.
Ketiga, adanya aturan kadaluarsa yang digunakan Menhut guna terbitkan SK Menhut 327. Yakni, SK Gubri No. Kpts 667/XI/2004 tentang kelayakan lingkungan. Artinya sesuai PP No.27 tahun 1999 tentang AMDAL pasal 24 ayat 1 nyatakan keputusan kelayakan lingkungan dinyatakan kadaluarsa apabila kegiatan usaha tak dilakukan selama tiga tahun sejak terbitnya kelayakan lingkungan tersebut. Buktinya, pihak yang gunakan SK Menhut 327 sampai 2009 belum juga lakukan usaha kegiatan.
Keempat, terjadinya kerugian pada warga Teluk Meranti. Seperti, perubahan suhu, banyaknya binatang keluar dari hutan dan masuk perkampungan sehingga mencemaskan warga. Punahnya ekosistem sungai akibat masuknya air gambut kedalam sungai warga, sehingga pengaruhi mata pencaharian warga. Terancamnya petani padi. Hilangnya mata pencaharian warga yang mencari satwa liar di hutan serta musnahnya hasil hutan; rotan, damar, madu lebah.
Melihat kelima poin di atas, ada lima tuntutan dalam pokok perkara.
Pertama, menerima gugatan penggugat seluruhnya. Kedua, menyatakan tergugat lakukan perbuatan melawan hukum. Ketiga, menyatakan tidak berharga dan punya kekuatan hukum tetap SK Menhut 327 tahun 2009. Keempat, memerintahkan tergugat lakukan penyelamatan dan perbaikan hutan yang telah rusak akibat SK Menhut 327 tahun 2009.
WARGA kelurahan Teluk Meranti sejak ribuan tahun lalu, sebelum Indonesia merdeka, hidup makmur. Pasalnya, tersedianya sumber-sumber kehidupan; hasil pertanian melimpah, perikanan, hutan kayu juga melimpah.
Namun, sejak masuknya PT Riau Pulp and Paper (RAPP), dengan mengantongi SK Menhhut 327 tahun 2009 keadaan berbalik. Hasil kehidupan mereka dari alam sirna. Walaupun masih bisa berladang, namun penghasilan sedikit, karena banyaknya hama babi hutan. RAPP dapat konsesi lewat SK Menhut 327 tahun 2009 secara keseluruhan seluas 151.254 hektar di Kabupaten Pelalawan.
Selain di Kabupaten Pelalawan, PT RAPP juga menguasai beberapa Kabupaten di Riau. Secara kronologis:
Awalnya PT. RAPP mendapatkan persetujuan perluasan areal sesuai Keputusan Menteri Kehutanan seluas 235.140 Ha sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutan No. SK.356/Menhut-II/2004 tanggal 1 November 2004 (Perubahan kedua).
Lantas lima tahun kemudian, berdasarkan permohonan Direktur Utama PT. RAPP sesuai surat No. 02/RAPP-DU/I/04 tanggal 19 januari 2004, Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor SK.327/Menhut-II/2009 (Perubahan Ketiga) dengan luas areal 350.165 Ha, yang tersebar ke lima Kabupaten dengan rincian luas masing-masing kabupaten sebagai berikut:
Kabupaten |
Perubahan Kedua |
Perubahan Ketiga |
Selisih/Penambahan |
A. KAMPAR |
32.511 Ha |
30.422 Ha |
2.089 Ha |
B. SIAK |
37.400 Ha |
52.505 Ha |
15.105 Ha |
C. PELALAWAN |
89.440 Ha |
151.254 Ha |
61.814 Ha |
D. KUANTAN SENGINGI |
75.789 Ha |
74.779 Ha |
1.010 Ha |
E. KEPULAUAN MERANTI |
– Ha |
41.205 Ha |
41.205 Ha |
JUMLAH |
235.140 Ha |
350.165 Ha |
115.025 Ha |
Yang jelas, Warga Teluk Meranti akibat kebijakan pemerintah yang melakukan perbuatan melawan hukum telah merugikan warga Teluk Meranti. Seperti, perubahan suhu, banyaknya binatang keluar dari hutan dan masuk perkampungan sehingga mencemaskan warga. Punahnya ekosistem sungai akibat masuknya air gambut kedalam sungai warga, sehingga pengaruhi mata pencaharian warga. Terancamnya petani padi. Hilangnya mata pencaharian warga yang mencari satwa liar di hutan serta musnahnya hasil hutan; rotan, damar, madu lebah.
Dan kita semua tahu, bahwa penyumbang emisi dari degradasi dan deforestasi berasal dari pembukaan hutan dan lahan gambut. Dan jelas ini bertentangan dengan komitmen pemerintahan SBY untuk mengurangi emisi CO2 dari deforestasi dan degradasi hutan. #
Informasi lebih lanjut sila hubungi:
Ali Husin Nasution SH, (08127523542)
Suryadi SH (081268600253)
Fadil Nandila (081364248991)