Pekanbaru, 4 Januari 2022— Pasca terbitnya Undang – Undang (UU) Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja maupun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan turunannya Peraturan Pemerintah (PP) 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, Presiden Jokowi memperparah penderitaan masyarakat adat dan tempatan termasuk makhluk ekologis dengan memberi legalitas dan impunitas kepada korporasi Pulp and Paper APP dan APRIL Grup. APP unit bisnis industri kehutanan Sinarmas Grup milik taipan Alm Eka Tjipta Widjaya. APRIL Grup unit bisnis kehutanan Royal Golden Eagle Grup milik Sukanto Tanoto.
“Anehnya, legalitas dan impunitas untuk APP dan APRIL ini bertentangan dengan komitmen Jokowi untuk membangun dari pinggiran, pengakuan masyarakat adat dan Reforma Agraria,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.
Hasil kajian dan temuan Jikalahari sepanjang rezim Jokowi menemukan:
Pertama, APP dan APRIL Grup menguasai hutan tanah masyarakat adat selama 180 tahun.
Pasal 150 Ayat (1) yang berbunyi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan pada Hutan Produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 149, diberikan untuk jangka waktu paling lama 90 (Sembilan puluh) tahun. Ayat (2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang setelah dilakukan evaluasi oleh Menteri.
Pasal 159 Ayat (1) Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan dapat diperpanjang 1 (satu) kali. Ayat (2) Permohonan perpanjangan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan harus diajukan paling lambat 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya Perizinan Berusaha. Ayat (3) Pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan yang tidak mengajukan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemberi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan menerbitkan keputusan hapusnya Perizinan Berusaha.
“Apa dasarnya Presiden Jokowi memberikan izin 90 tahun, lalu di perpanjang hingga total 180 tahun? Pernahkah Jokowi selama ini mendiskusikan dan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan pemberian izin?” kata Made Ali
Kedua, kayu alam atau hutan alam yang berasal dari tujuh sumber tersebut dapat masuk ke pabrik APP dan APRIL karena dianggap legal.
Pasal 166 Ayat (1) yang berbunyi Sumber bahan baku Perizinan Berusaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu dapat berasal dari; (a) Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan Produksi; (b) pengelolaan Perhutanan Sosial; (c) pengelolaan oleh badan usaha milik negara bidang Kehutanan; (d) Hutan Hak; (e) perkebunan; (f) impor; dan (g) sumber sah lainnya.
Ayat (3) Pemegang Perizinan Berusaha Pengelolaan Hasil Hutan, untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya dapat mengembangkan Hutan Hak atau melaksanakan kerja sama dengan pemegang Hutan Hak, dan Ayat (4) Kegiatan Pengelolaan Hasil Hutan selain menggunakan bahan baku sebgaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat menggunakan bahan baku setengah jadi dan/atau bahan baku penolong lainnya yang berasal dari sumber yang sah.
Temuan Jikalahari, setidaknya ada 5 Izin Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang terafiliasi dengan APRIL Grup yaitu; IUPHKm kelompok Tani Desa Lubuk Kebun, IUPHKm Kelompok Tani Desa Situgal, IUPHKm Desa Teratak Baru, IUPHKm Koperasi Unit Desa Penarikan Jaya dan IUPHKm Kelompok Tani Sei Petapusan.
Areal HKm ini berbatasan langsung dengan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) APRIl Grup. Di lapangan tim menemukan akasia di areal HKm, papan informasi HKm, eskavator serta sarana prasarana pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Sebelumnya, pada 2020, Jikalahari juga menemukan APRIL Grup melalui anak perusahaannya PT Nusa Prima Manunggal (NPM) berencana menebang hutan alam seluas 1.565 hektar di areal Koperasi Koto Intuak, namun mendapat penolakan dari masyarakat dan Pemerintahan Desa Pulau Padang, Kecamatan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi.
“APRIL Grup memanfaatkan skema Perhutanan Sosial yang sejatinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru untuk memperluas konsesinya,” kata Made
Ketiga, hutan tanah masyarakat adat dapat diagunkan oleh APP dan APRIL Grup.
Pasal 145 Ayat (6) yang berbunyi Tanaman yang dihasilkan dari Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu budidaya tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan asset pemegang Perizinan Berusaha dan dapat dijadikan agunan sepanjang Perizinan Berusaha yang dipegang masih berlaku.
Tanaman akasia maupun ekaliptus dapat diagunkan yang berada di atas hutan tanah masyarakat adat. Artinya, tanah ulayat bahkan wilayah masyarakat adat selama 180 tahun dapat diagunkan ke lembaga jasa keuangan. “Bisa saja sudah diagunkan di dalam dan di luar negeri,” kata Made
Hasil kajian Forest and Finance sepanjang 2011 – 2022 menemukan APP dan April mendapat pembiayaan senilai USD 33 miliar atau setara Rp 513,95 triliun yang terbagi Rp 88 triliun pendanaan yang diterima APRIL Grup melalui Royal Golden Eagle Grup dan Rp 425,4 triliun pendanaan yang diterima APP/ Sinarmas Grup yang bererasal dari lembaga jasa keuangan dari dalam dan luar negeri.
Pada 4 – 5 Januari 2023, Presiden Jokowi Kembali berkunjung ke Riau untuk meresmikan Tol Pekanbaru – Bangkinang di Kabupaten Kampar, meresmikan system penyediaan air minum di Dumai, Rokan Hilir dan Bengkalis.
“Kunjungan Jokowi tidak bermakna sama sekali jika tidak mencabut PP 23 tahun 2021 yang memperparah penderitaan masyarakat adat dan tempatan, flora dan fauna, dan generasi mendatang,” kata Made Ali, “apalagi Kabupaten yang dikunjungi Jokowi adalah kabupaten yang dikuasai oleh APP dan APRIL.”
Sisi lain, Jikalahari mengapresiasi Presiden Jokowi mencabut dan mengevaluasi khususnya korporasi HTI di Riau yang diumumkan Jokowi pada 6 Januari 2022. Ada 192 izin sektor kehutanan seluas 3,1 juta hektar yang di cabut Jokowi, 17 izin diantaranya berada di Riau seluas 253 ribu hektar.
Namun, temuan Jikalahari dan koalisi di 8 provinsi menemukan Korporasi yang dicabut tersebut masih beroperasi, membuka hutan alam, tidak melakukan upaya restorasi gambut, melakukan penanaman eukaliptus diareal bekas terbakar 2015, bahkan berkonflik dengan masyarakat.
Janji Jokowi melalui Kepres No 1 tahun 2022 Tentang Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi, belum terwujud. “Mengapa tidak langsung diserahkan ke masyarakat adat dan tempatan konsesi yang izinnya telah dicabut?” kata Made.
Narahubung:
Made Ali, Koordinator Jikalahari—0812 7531 1009
Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi—0812 6111 6340