Pekanbaru, 19 Februari 2019—Jikalahari mendesak Gubernur Riau 2019 – 2024 Syamsuar menyelesaikan krisis lingkungan hidup dan kehutanan dalam 100 hari kerja sebagai Gubernur Riau yang baru. Syamsuar dan Edy Natar dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Riau di Istana Negara. Juli 2018 Syamsuar – Edy Natar terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur setelah mengalahkan Lukman Edy – Hardianto, Firdaus – Rusli dan Arsyadjuliandi Rahman – Suyatno dengan total suara 799.289 suara dari 2.146.132 total suara versi KPU Provinsi Riau.
Jikalahari mengusulkan 100 hari kerja Gubernur Riau Syamsuar berupa Tujuh Agenda Prioritas sektor Lingkungan Hidup dan Kehutanan:
Pertama mereview (1) Perda No 10 Tahun 2018 tentang RTRWP Riau 2018-2038. “Ini yang harus segera dibenahi Gubernur Syamsuar, sebab RTRWP Riau mengabaikan KLHS dari KLHK sebagai wujud menghentikan karhutla dan banjir dan ruang untuk masyarakat adat dan tempatan porsinya lebih kecil dibanding korporasi. Korporasi porsinya 90 persen dibanding ruang kelola masyarakat dan konservasi hanya 10 persen,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.
Termasuk mereview Peraturan Gubernur (Pergub) No 5 Tahun 2015 Tentang Rencana Aksi Pencegahan Karhutla. “Isi Pergub tidak pernah dilaksanakan oleh Gubernur sebelumnya,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari. Sejalan dengan Pergub 5/2015, Syamsuar juga mereview 19 rencana Aksi GNPSDA KPK tahun 2015 yang tidak dijalankan juga oleh Gubernur sebelumnya. Poin-poin penting 19 rencana aksi tersebut dikolaborasikan dengan SK Gubernur No 390/V/2018 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan Korupsi terintegrasi 2018-2019. “GNPSDA yang diinisiasi oleh KPK ini bagian dari perbaikan hulu krisis lingkungan hidup dan kehutanan di Riau, yang perlu jadi agenda prioritas Gubernur Syamsuar.”
Kedua, membentuk Tim Perbaikan Tata Kelola Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang bertugas menyelesaikan dan memperbaiki krisis lingkungan hidup dan kehutanan yang berdampak pada banjir dan karhutla yang merugikan kehidupan masyarakat Riau. Fokus utamanya mempercepat GNPSDA KPK berupa penyelesaian pengukuhan kawasan hutan, penataan perizinan kehutanan dan perkebunan, wilayah kelola masyarakat, penyelesaian konflik dalam kawasan hutan, penguatan instrumen lingkungan hidup dalam perlindungan hutan serta membangun sistem pengendalian anti korupsi.
Ketiga, merumuskan konsep Riau Hijau dengan melibatkan partisipasi masyarakat luas. Salah satu Visi Misi Syamsuar menjadikan Riau Hijau. Konsep Riau Hijau replikasi dari Siak Kabupaten Hijau yang dicetuskan oleh Syamsuar sewaktu menjadi Bupati Siak. Siak Hijau tertuang dalam Perbup No 22 Tahun 2018 yang intinya berisi menekan tingkat kerusakan SDA khususnya gambut dan DAS, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan prinsip kelestarian dan keberlanjutan, pemanfaatan SDA tidak dengan mengurangi dampak kerusakan terhadap fungsi dan keberlanjutan SDA, kebijakan yang menyelaraskan antara kebijakan konservasi dan pertumbuhan ekonomi serta menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan, ekonomi pedesaan, pembangunan sektor ketenagakerjaan serta pemerataan dan pengendalian penduduk. “Untuk Siak Syamsuar berhasil membangun paradigma dan contoh implementasi kabupaten hijau sebagai mandat UU PPLH. Namun, untuk skala Propinsi, perlu konsep matang dan diterima semua pihak yang intinya partisipasi publik perlu dibuka seluas-luasnya. Saat pembahasan Siak Hijau, Syamsuar telah melakukan itu,” kata Made Ali.
Keempat, mempercepat capaian Reforma Agraria berupa Perhutanan Sosial (PS) dan TORA. Gubernur sebelumnya tidak serius mendukung Reforma Agraria. Hingga 2018 capaian PS baru terealisasi 88.009 ha dari 1,42 juta ha di Riau. Tanah Objek Reforma Agraria (Tora) dialokasikan 445.521 ha, namun belum ada yang terealisasi.”Reforma Agraria di Riau setidaknya bisa menghentikan ekspansi korporasi HTI dan sawit menguasai lahan, juga wujud mengurangi konflik lahan. Luasan Tora dan PS dapat bertambah bergantung pada kebijakan dan keberanian Gubernur menyasar mereview areal korporasi HTI dan Sawit,” kata Made Ali. Kebijakan Nasional lainnya yang yang juga perlu segera diimplementasikan oleh Gubernur Syamsuar berupa Perpres 88 Tahun 2017 tentang penyelesaian penguasaan tanah dalan kawasan hutan dan Inpres No 8 tahun 2018 tentang penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktifitas perkebunan kelapa sawit (moratorium sawit).
Kelima, mengembalikan wilayah adat masyarakat hukum adat Riau yang selama ini hutan tanahnya masuk dalam areal konsesi. Gubernur Riau segera menjalankan instrumen yang ada berupa Perda No 10 tahun 2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya serta Perda No 14 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Keenam, menindaklanjuti rekomendasi Pansus Monitoring dan Evaluasi Perizinan Perkebunan, Kehutanan Pertambangan DPRD Riau 2015. Sejak 2015 DPRD Provinsi Riau telah mengirimkan laporan kerja berisi rekomendasi yang harus ditindak lanjuti Pemprov Riau. “Rekomendasi itu tidak pernah dijalankan oleh Gubernur Riau Andi Rahman dan Wan Thamrin Hasyim,” kata Made Ali.
Ketujuh, segera mengganti Ketua dan struktur Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD). Karena selama ini restorasi gambut bekas terbakar lamban ditangani oleh TRGD. Juga perlu memperkuat kolaborasi TRGD dengan Badan Restorasi Gambut (BRG). Struktur TRGD seyogyanya diisi oleh para pakar dan praktisi serta masyarakat luas yang berjuang mempertahankan hutan dan gambut.
Tujuh agenda prioritas di atas, merupakan hasil evaluasi Jikalahari terhadap kinerja Gubernur Riau periode 2014-2019 yang tidak berpihak pada lingkungan hidup dan kehutanan, tidak transparan dan melibatkan publik dalam perencanaan, pembahasaan maupun realiasi perbaikan tata kelola lingkungan hidup, terlibat korupsi, akibatnya enam warga meninggal terkena polusi karhutla, 97.139 warga terkena ISPA, 10 warga meninggal terkena banjir termasuk pemukiman warga yang rusak dan hancur. “Meski ada kebijakan bagus dari Gubernur Riau, itu hanya di atas kertas. Di lapangan banjir dan karhutla terus menghantam warga,” kata Made Ali.
Narahubung:
Made Ali, Koordinator Jikalahari 0812 7531 1009
Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari 0812 6111 6340