Jakarta – Satgas Pemberantasan Mafia Hukum menemukan kejanggalan dalam penerbitan Surat Penetapan Penghentian Penyidikan (SP3) kepada 14 perusahaan perkayuan oleh Polda Riau terkait kasus korupsi dan mafia hutan. Kejanggalan tersebut pada penetapan saksi ahli hingga pengabaian saksi ahli hukum.
Menurut Kuntoro, kejanggalan tersebut pada kesaksian BS dan BW yang juga merupakan staf dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut), yang menyatakan tidak ada unsur pidana pada kasus dugaan korupsi dan mafia hutan yang dilakukan oleh 14 perusahaan di Riau.
Staf Kemenhut, imbuhnya, tidak seharusnya dijadikan ahli karena posisi Kemenhut sebagai pihak yang terkait dalam proses pemberian izin. “Harusnya dicari ahli yang Independen,” kata Kuntoro.
Kuntoro menjelaskan, Kejaksaan Tinggi Riau juga telah mengabaikan kesaksian yang mendukung penyidikan yang disampaikan oleh para ahli hukum dan saksi lainnya.
“Pada proses P19, Kejaksaan menolak keterangan ahli yang diajukan Polda Riau dan Jaksa Penuntut Umum meminta Polda Riau mencari saksi yang meringankan,” terangnya.
Selain itu, Satgas juga mencurigai Kementerian Kehutanan yang diminta menjadi saksi ahli oleh kejaksaan.
“Padahal pihak Kemenhut adalah salah satu pihak yang bertanggung jawab atas pemberian izin yang dipermasalahkan tersebut,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, kasus bermula saat Kapolda Riau dijabat oleh Brigjen Sutjiptadi yang sedang melakukan pemberkasan terhadap 200 tersangka dari 14 perusahaan perkayuan di Riau. 22 bulan kasus ini berjalan, Polda mengeluarkan SP3 terhadap 14 perusahaan kayu tersebut.
Pada 22 April 2010, Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendatangi Satgas Pemberantasan Mafia Hukum untuk menyerahkan laporan kasus korupsi dan mafia hutan, terkait penghentian penyidikan perkara 14 perusahaan kayu di Riau.
detik.com(fiq/nwk)