Jakarta, Kompas – Kementerian Kehutanan didesak segera menindaklanjuti laporan berbagai dugaan pelanggaran aturan kehutanan industri pulp dan kertas, khususnya terkait penggunaan kayu ramin sebagai bahan baku pulp dan kertas Indonesia. Penemuan kertas Indonesia yang mengandung kayu ramin tidak terjadi jika hutan alam tidak dibabat habis untuk dijadikan bahan baku pulp dan kertas.
Jakarta, Kompas – Kementerian Kehutanan didesak segera menindaklanjuti laporan berbagai dugaan pelanggaran aturan kehutanan industri pulp dan kertas, khususnya terkait penggunaan kayu ramin sebagai bahan baku pulp dan kertas Indonesia. Penemuan kertas Indonesia yang mengandung kayu ramin tidak terjadi jika hutan alam tidak dibabat habis untuk dijadikan bahan baku pulp dan kertas.
Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi menilai, aneh jika Kementerian Kehutanan menunggu pelaku usaha melaporkan penggunaan kayu ramin (Gonystylus spp) sebagai bahan baku pulp dan kertas mereka. Ia meminta pemerintah menindaklanjuti temuan World Resources Institute— lembaga nonpemerintah di Amerika Serikat —yang menyatakan kertas di buku bacaan ringan dan sampul buku anak-anak di AS mengandung kayu ramin. Kertas berbahan baku kayu ramin itu diimpor dari Indonesia.
”Tidak mungkin pelaku usaha mengakui telah menggunakan spesies yang terdaftar dalam Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora atau CITES sebagai bahan baku kayu. Kementerian Kehutanan yang harus menindaklanjuti,” kata Elfian di Jakarta, Senin (3/1), menanggapi pernyataan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan bahwa Kementerian Kehutanan belum menerima laporan terkait penggunaan kayu ramin sebagai bahan baku kertas yang diekspor ke Amerika Serikat.
Menurut Elfian, temuan World Resources Institute itu berkesesuaian dengan laporan deliniasi mikro sejumlah perusahaan pemegang konsesi hutan tanaman industri (HTI) di Provinsi Riau. ”Laporan deliniasi mikro 10 perusahaan yang terafiliasi dengan dua industri pulp dan kayu terbesar di Riau pada 2006-2008 telah menyatakan adanya sebaran pohon ramin di konsesi mereka,” ungkap Elfian.
Koordinator Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF) Willem Pattinasarany mengatakan, kasus penemuan kertas yang mengandung serat kayu ramin tidak akan terjadi jika industri pulp dan kertas tidak menjadikan hutan alam sebagai bahan bakunya. Pattinasarany menyatakan, studi IWGFF menunjukkan, dua industri pulp dan kertas terbesar di Provinsi Riau masih memenuhi 50 persen kebutuhan bahan bakunya dengan membuka hutan alam.
Studi IWGFF menunjukkan, salah satu penyebab maraknya penggunaan hutan alam sebagai bahan baku pulp dan kertas adalah buruknya realisasi penanaman HTI di Provinsi Riau pada 2002-2006. Dari target penanaman 2002-2006 yang mencapai 4,7 juta hektar, realisasi penanaman HTI hanya mencapai 1,8 juta hektar. (ROW)
Sumber: Kompas; Selasa, 4 Januari 2011