PEKANBARU, 9 APRIL 2018—Koalisi Bela Akademisi Pejuang Lingkungan Hidup mendesak KPK segera menyelamatkan Dr Basuki Wasis (Ahli Kerusakan Tanah) yang sedang digugat oleh Nur Alam. Gugatan ini dilakukan guna menjatuhkan kredibilitas ahli yang telah berhasil meyakinkan hakim mengadili perkara berdasarkan perhitungan kerugian negara akibat kerusakan lingkungan yang belum pernah dilakukan dalam putusan pengadilan. Koalisi melihat gugatan dari pihak Nur Alam merupakan upaya mempersempit penafsiran aturan dan alasan gugatan yang digunakan juga mengada–ada.
“Pak Basuki yang memperjuangkan lingkungan hidup tidak bisa dituntut secara pidana maupun perdata,” kata Okto Yugo Setyo dari Jikalahari. Pasal 66 UU No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup berbunyi: Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. Pada 12 Maret 2018, Nur Alam menggugat PMH Basuki Wasis sebagai Ketua Tim Pembuatan Laporan Perhitungan Kerugian Akibat Kerusakan Tanah dan Lingkungan PT AHB Kabupaten Buton dan Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara.
Ini bukan pertama kali Dr Basuki Wasis digugat karena keahliannya. Pada Juli 2017 Dr Basuki Wasis juga pernah dilaporkan oleh PT Jatim Jaya Perkasa karena memberikan keterangan palsu dalam persidangan. Laporan ini didasarkan pada kesalahan pengetikan lokasi dan titik koordinat di laporan hasil uji laboratorium ahli yang diajukan Dr Basuki Wasis . “Ini upaya sistematis yang dilakukan oleh terpidana untuk mengkriminalisasi ahli yang telah berjuang menyelamatkan lingkungan hidup,” kata Okto Yugo Setyo.
Dr Basuki Wasis adalah akademisi yang memperjuangkan lingkungan hidup. Ia sudah menjadi ahli kerusakan lingkungan hidup yang menangani lebih dari 200 kasus di indonesia. Di Riau, terkait kebakaran hutan dan lahan yang melibatkan korporasi, 7 diantaranya (tabel terlampir) sudah divonis bersalah berdasarkan keterangan ahli Basuki Wasis yang digunakan majelis hakim. “Peran Dr Basuki Wasis dengan keahliannya sebagai ahli telah berkontribusi besar dalam penegakan hukum yang melibatkan korporasi sehingga memberi keadilan pada warga Riau yang terkena ISPA dan warga meninggal dunia akibat karhutla di Riau,” kata Suryadi dari Senarai.
Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara didakwa KPK telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, secara melawan hukum yaitu memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (PT AHB) sehingga memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 4,3 T. Tindakan Nur Alam juga merugikan keuangan negara berupa musnahnya atau berkurangnya ekologis/ lingkungan pada lokasi tambang di Pulau Kabaena yang dikelola PT AHB senilai Rp 2,7 T. Kerugian ekologis ini dihitung oleh Ahli Dr Basuki Wasis.
Nur Alam divonis 12 tahun, denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 2,7 miliar serta mencabut hak politik terdakwa selama 5 tahun setelah menjalani hukuman penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta 28 Maret 2018. Nur Alam terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Majelis hakim tidak sependapat dengan jaksa terkait kerugian akibat kerusakan lingkungan senilai Rp 2,7 triliun.
Laporan Basuki Wasis dibuat berdasarkan permintaan KPK guna memperkuat bukti akibat perilaku koruptif yang merugikan negara dan menguntungkan pribadi yang dilakukan oleh Nur Alam turut membawa dampak kerusakan lingkungan hidup. Maka sepatutnya gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang ditujukan kepada Basuki Wasis dan timnya adalah tidak tepat. “Mestinya Nur Alam menggugat KPK karena KPK yang meminta Dr Basuki Wasis menjadi ahli. Selain itu, sah-sah saja dilakukan analisis kerugian ekologis sebelum masa pertambangan berakhir, sebab substansi laporan dan analisis yang dilakukan oleh Basuki Wasis dan timnya adalah guna memperkuat dalil akibat perilaku koruptif yang berakibat pada kerusakan ekologis” kata Devi Indriani dari WALHI Riau.
Selain menyelamatkan Basuki Wasis, dari kasus Nur Alam, Koalisi menilai langkah memperhitungkan kerugian ekologis sebagai tuntutan dalam kasus korupsi SDA yang dilakukan KPK merupakan terobosan pemberantasan korupsi sektor SDA. “KPK juga harus terus menggunakan perhitungan kerugian ekologis dalam menangani kasus korupsi Sumber Daya Alam, khususnya kasus korupsi perizinan kehutanan di Riau yang telah terang benderang dan melibatkan para terpidana kepala daerah dan pejabat di Riau,” kata Devi.
Koalisi mendesak KPK segera menetapkan 20 korporasi terlibat korupsi perizinan sebagai tersangka suap dan merugikan keuangan negara senilai Rp 3 triliun saat mengajukan IUPHHKHT dan BKT/RKT di atas hutan alam di Pelalawan dan Siak tahun 2001-2007. Kasus korupsi perizinan ini melibatkan terpidana Azmun Jaafar (Bupati Pelalawan), Arwin AS (Bupati Siak), Asral Rahman, Syuhada Tasman, Burhanuddin Husin (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau) dan HM Rusli Zainal (Gubernur Riau).
Kasus korupsi kehutanan ini bermula dari laporan Jikalahari dan Walhi Riau—tergabung koalisi Eyes on The Forest (EoF)—pada 15 Januari 2007. Koalisi melaporkan 37 perusahaan HTI ke Polda Riau karena melakukan tindak kejahatan lingkungan hidup berupa penebangan hutan alam (illegal logging/ illog). Tindakan ilegal ini merujuk kepada areal HTI berada di atas hutan alam. Pada Mei 2007, Polda Riau melakukan koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus illegal logging korporasi HTI ini dan berhasil membuka adanya tindakan koruptif dalam penerbitan izin sehingga korporasi melakukan illegal logging secara besar-besaran di Riau.
Dari praktik illegal logging tersebut, korporasi mendapatkan keuntungan luar biasa besar dari penebangan hutan alam tersebut. Hasil perhitungan yang juga dilakukan oleh Dr Basuki Wasis dan Prof. Bambang Hero Saharjo terhadap kerusakan lingkungan akibat illegal logging oleh 14 korporasi HTI mencapai Rp 1.994 triliun. Namun Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) diterbitkan atas 14 korporasi HTI tersebut, dengan alasan tidak cukup bukti. Lalu kasus ini ditangani oleh KPK.
Koalisi Bela Akademisi Pejuang Lingkungan Hidup mendesak agar:
1. KPK segera memberikan bantuan hukum secara maksimal kepada Dr Basuki Wasis yang sedang digugat oleh Nur Alam. Termasuk memberikan perlindungan kepada Basuki Wasis;
2. KPK segera melakukan banding atas putusan Nur Alam;
3. KPK segera menetapkan 20 korporasi HTI di Riau tersangka menyuap dan merugikan keuangan negara senilai 1,3 triliun saat mengajukan IUPHHKHT dan BKT/RKT di atas hutan alam di Pelalawan dan Siak tahun 2001-2007 dengan menggunakan perhitungan kerugian ekologis; dan
Koalisi Bela Akademisi Pejuang Lingkungan Hidup
Jikalahari – Walhi Riau – Senarai – LBH Pekanbaru
Narahubung:
Okto Yugo Setyo – Jikalahari: 0853 – 7485 – 6435
Devi Indriani – Walhi Riau :0822 – 8535 – 6253
Suryadi – Senarai : 0852 – 7599 – 8923
Catatan Editor:
1. Lihat www.senarai.or.id terkait perjuangan Basuki Wasis
2. Di Provinsi Riau, kontribusi besar keahlian Dr Basuki Wasis berhasil menghukum beberapa korporasi yang bertanggung jawab atas kebakaran hutan dan lahan, diantaranya:
Kasus Korporasi Putusan
1. Kebakaran hutan dan lahan tahun 2014 PT Adei Plantation & Industry: Di tingkat Pengadilan Tinggi PT Adei Plantation dinyatakan terbukti bersalah dan didenda Rp 1,5 miliar dan pidana tambahan memulihkan lahan bekas terbakar seluas 40 ha dengan biaya Rp 15.141.826.779,325 Danesuvaran KR Singam (Manager Operasional PT Adei Plantation) Di tingkat Pengadilan Tinggi, majelis hakim memperkuat putusan Pengadilan Negeri yang memvonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 2 miliar.
2. Pidana Kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 PT National Sago Prima (Terdakwa Korporasi): Di tingkat Pengadilan Tinggi, PT NSP dinyatakan bersalah dan didenda Rp 2 miliar dengan pidana tambahan melengkapi sarana dan prasarana pencegahan dan penanggulangan karhutla di areal konsesi Ir Erwin (Manager Operasional PT NSP) Di tingkat Pengadilan Negeri Bengkalis Erwin dinyatakan tidak terbukti bersalah. Namun di tingkat kasasi, MA memutuskan terbukti bersalah dan divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar subsider 1 tahun penjara.
3. Perdata Perbuatan Melawan Hukum Menimbulkan Kerusakan Lingkungan Hidup PT National Sagu Prima: KLHK mengajukan gugatan perdata dan pada 2016 PN Jakarta Selatan memutuskan PT NSP terbukti bersalah dan membayar ganti rugi kerusakan LH sebesar Rp 319.168.433.500 dan melakukan pemulihan LH dengan biaya sebesar Rp 753.745.500.000
4. Kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 PT Jatim Jaya Perkasa: Di tingkat Pengadilan Negeri Rokan Hilir, PT JJP terbukti bersalah dan di denda Rp 1 miliar, jika tidak dibayarkan maka aset perusahaan akan disita dan dilelang untuk membayar denda Kosman Vitoni Imanuel Siboro (Asisten Kebun II PT JJP) Di Pengadilan Negeri Rokan Hilir Siboro dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara 2 tahun denda Rp 1 miliar. Putusan Banding, Siboro dipidana penjara 4 tahun dan denda Rp 3 miliar Perdata
5. Perbuatan Melawan Hukum Menimbulkan Kerusakan Lingkungan Hidup. PT Jatim Jaya Perkasa: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan mengabulkan gugatan KLHK dan menghukum PT JJP membayar ganti rugi Rp 7,1 miliar dan melakukan perbaikan LH pada areal bekas terbakar seluas 120 ha dengan biaya Rp 22,2 miliar. Di tingkat banding, majelis memutuskan PT JJP membayar ganti rugi Rp 119 miliar dan melakukan pemulihan LH dengan biaya sebesar Rp 371 miliar.
6. Kebakaran hutan dan lahan tahun 2016 PT Langgam Inti Hibrido: Di tingkat Pengadilan Negeri Pelalawan, Frans Katihokang (Manajer Operasional PT LIH) dinyatakan tidak terbukti bersalah dan dibebaskan dari segala dakwaan. Jaksa mengajukan kasasi dan MA memutuskan terbukti bersalah dengan vonis pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 1 miliar.
7. Kebakaran hutan dan lahan tahun 2017 PT Palm Lestari Makmur: Di tingkat Pengadilan Negeri Rengat, 2 dari 3 (Iing Jhoni Priyana dan Edmond Jhon Pereira) petinggi PT PLM dinyatakan terbukti bersalah divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar. Sedangkan Niscal Mahendrakumar dibebaskan dari segala dakwaan.
8. Kebakaran hutan dan lahan tahun 2017 PT Wana Sawit Subur Indah: Di tingkat Pengadilan Negeri Siak Sri Indrapura, Thamrin Basri (Pimpinan Kebun PT WSSI) dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara 2 tahun dengan denda Rp 1 miliar.