Menggugat APBD Riau 2013 “Ketika APBD Tidak Untuk Sebesar-Besarnya Kemakmuran Rakyat”

Koalisi Hak Rakyat atas APBD (Kharkat APBD) Provinsi Riau, memastikan akan mengajukan permohonan Judicial Review (Uji Materi) Peraturan Daerah (Perda) APBD Provinsi Riau tahun 2013 ke Mahkamah Agung (MA). Koalisi Kharkat APBD ini, terdiri dari Fitra Riau, JIKALAHARI, AJI PEKANBARU, BEM UR,  YLBH LBH Pekanbaru, Forpersma, Walhi Riau, Riau Corruption Trial serta beberapa Akademisi.
 
Demikian disampaikan Usman, Koordinator Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau, pada Konferensi Pers, yang digelar di Kantor FITRA Riau, Kamis (4/4). Dalam Konferensi Pers tersebut, sekaligus dilaksanakan penyerahan berkas gugatan (Judicial review) lengkap dengan bukti-bukti,  kepada kuasa hukum, Suryadi, SH dan Yadi Utokoy untuk diteruskan ke MA di Jakarta.

Usman mengatakan, Judicial Review Perda APBD 2013 ini dilakukan dengan alasan bahwa Perda APBD Riau 2013, bertentangan dengan Undang-Undang diatasnya. Hal ini, berdasarkan hasil kajian FITRA Riau yang telah melakukan analisis atas dokumen APBD tahun 2013 yang disahkan DPRD Riau dan diverifikasi Menteri Dalam Negeri.
 
Sementara itu, dari hasil kajian FITRA Riau, menunjukkan Perda APBD Provinsi Riau tahun 2013 sebagaimana menjadi lembaran daerah Provinsi Riau tahun 2013 nomor 1, menunjukkan ketidak adilan belanja daerah. Selain itu, Pemerintah Provinsi Riau bersama DPRD Riau dalam mengelola keuangan Negara tidak amanah sesuai dengan peraturan perundang – undangan diatasnya.
 
Memang pada dasarnya, Pendapatan APBD Provinsi Riau kurun waktu lima tahun terakhir ini terus mengalami peningkatan, Rp. 3,2 Triliun pada realisasi tahun 2009, meningkat menjadi 6,5 Triliun pada tahun 2013. Meningkatnya pendapatan juga diikuti dengan meningkatnya belanja daerah pula, tahun 2009 Rp 3,7 Triliun, meningkat menjadi Rp. 8,4 triliun di tahun 2013.
 
Namun, sebut Usman, peningkatan pendapatan dan peningkatan belanja daerah tidak dibarengi dengan membaiknya kebijakan keuangan daerah. Justru ketidak adilan belanja daerah  yang mengakibatkan ketimpangan kebijakan anggaran antara belanja public dengan belanja hura-hura yang terkesan anggaran lucu-lucu.
 
Ketidak adilan belanja daerah bisa dilihat dalam APBD Riau 2013, contohnya Pemprov menganggarkan, Rp. 332,6 Miliyar untuk perjalanan dinas, dan Rp. 53 Miliyar untuk Perjalanan Dinas Anggota DPRD Riau. Belum lagi untuk program pengamanan RI 1 RI 2 pada open dan closing seremoni ISG Rp. 7,3 Miliyar dan Rp. 7,5 Miliyar untuk pembangunan tugu PON dan ISG.
 
Selanjutnya untuk Prasasti Pembangunan Riau Rp. 1,7 Miliyar, pembangunan Monumen bahasa Indonesia dan Musium Perempuan Rp. 20 Miliyar, Pembuatan Sucses Story Gubri Rp. 3,355 Miliyar, DVD Sucses Story dan Flem Dokumenter Rp. 1,2 Miliyar,  Pembelian mobil pimpinan jenis Sedan Rp.1,968 M dan Jenis Jeep untuk Muspida Rp. 4,2 Miliyar, Panitia ISG Rp. 45 Miliyar dan masih banyak lagi program kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan belanja public mendapat alokasi anggaran yang tidak sedikit.
 
Ironisnya, belanja kebutuhan dasar publik, yang digunakan untuk orang banyak justur anggaran yang dilaokasikan sedikit. Seperti, bantuan beasiswa miskin penunjang BOS APBD hanya menyumbang Rp. 12,02 Miliyar. Program pendidikan non formal Rp. 14,8 Miliyar. Begitu juga dengan program kesehatan masyarakat, untuk pengadaan obat-obatan se Provinsi Riau hanya mengalokasikan Rp. 6,5 Miliyar, program Gizi se Riau Rp. 1,9 Miliyar, Jamkesda Rp.30,6 Miliyar. Sedangkan untuk peningkatan sarana fasilitas kesehatan di daerah pemprov hanya menganggarkan Rp. 42, 1 Miliyar.
Selanjutnya, Usman menyebutkan Perda APBD Riau 2013 tidak amanah, karena banyak bertentangan dengan UU diatasnya. Seperti anggaran pendidikan APBD hanya menganggarkan belanja pendidikan diluar gaji 12,5% dari APBD. Padahal sesuai dengan UU 45 dan UU nomor 20 tahun 2003 tentang sisdiknas,  yang menganatkan bahwa anggaran pendidikan diluar pendidikan kedinasan minimal 20% dari APBD.
 
Begitu juga dengan anggaran kesehatan bertentangan dengan UU Kesehatan nomor 36 tahun 2009, yang mengamanatkan anggaran kesehatan diluar gaji minimal 10% dari APBD. Sementara Riau hanya menganggarkan belanja fungsi kesehatan diluar gaji sebesar 4,2% dari total APBD.
 
Padahal, tambah Usman, APBD, merupakan anggaran yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) seperti pajak daerah,retribusi,hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Juga di peroleh dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah, dana darurat, dana bagi hasil pajak. Semua itu merupakan anggaran Negara yang berasal dari rakyat, seyognya harus di belanjakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
 
Hal itu, jelas Usman, sesuai dengan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi, “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
 
Atas dasar itulah, hari ini, Koalisi Kharkat atas APBD Riau menyatakan menggugat Perda nomor 1 tahun 2013 tentang APBD Riau tahun 2013. Mudah-mudahan ini menjadi bahan pelajaran kepada pemerintah dan DPRD se Provinsi Riau dalam mengelelola uang Negara sesuai dengan UU.
 
Pekanbaru 4 April 2013
Triono Hadi Koordinator KHARKAT

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *