Pekanbaru, 19 Januari 2021—Jikalahari menilai Kabareskrim Listyo Sigit Prabowo menetapkan tersangka taipan Djoko Tjandra beserta jenderal polisi yang membekinginya, patut diapresiasi, termasuk saat Bareskrim menetapkan korporasi sawit PT Adei Plantation and Industry sebagai tersangka pembakatan lahan seluas 4,6 hektar di Pelalawan. “Lahan terbakar seluas 4,6 hektar saja berani dia tetapkan sebagai tersangka,” kata Made Ali Koordinator Jikalahari.
Keberaniannya ini mesti dia tunjukkan melawan mafia hutan di Riau yang mengakibatkan bencana banjir di musim hujan, karhutla di musim kemarau. “Penegakan hukum terhadap kejahatan korporasi salah satu cara memulihkan lingkungan hidup dan kehutanan yang selama ini dirusak oleh korporasi dan didiamkan oleh penegak hukum,” kata Made Ali.
Jelang fit and proper test pada 20 Januari 2021 sebagai calon Kapolri, Jikalahari mendesak Komisi III DPR RI dan Calon Kapolri Listyo Sigit Prabowo fokus pada melawan mafia hutan salah satunya di Riau, yang selama ini ditakuti oleh para Kapolda yang bertugas di Riau:
- Laporan Jikalahari terkait dugaan tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan yang dilakukan oleh PT Arara Abdi
Pada 15 Juli 2020, Jikalahari melaporkan PT Arara Abadi (PT AA) Distrik Sorek ke Polda Riau terkait dugaan tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan karena telah melanggar Pasal 98 Ayat (1) UU No 32/2019 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00”
PT AA sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup merujuk pada PP No 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian dan atau Pencemaran lingkungan Hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lahan.
Areal PT AA terbakar sejak tanggal 28 Juni 2020 seluas 83 hektar berdasarkan hitungan Citra Sentinel 2. Hasil investigasi Jikalahari berdasarkan foto tim manggala agni yang sedang memadamkan api di atas lahan gambut pada titik kordinat 0,22216, 102, 25674 yang di overlay denga peta IUPHHK-HT menemukan lokasi kebakaran berada di areal konsesi PT AA Desa Merbau, Pelalawan.
Akibat kebakaran seluas 83 ha telah merusak gambut dan lingkungan hidup termasuk melebihi baku mutu ambien udara yang merugikan lingkungan hidup senilai Rp 20.6 Miliar.
- Membuka kembali SP3 illegal logging 14 korporari HTI
Pada November 2008, Brigjen Hadiatmoko, Kapolda Riau menerbitkan SP3 terhadap 14 korporasi HTI tersangka Illegal Logging (Illog) dengan alasan tidak cukup bukti. Perusahaanya adalah (April Grup), PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Kembang Selaras, PT Madukoro, PT Citra Sumber Sejahtera, PT Nusa Prima Manunggal dan PT Anugrah bumi Sejahtera. Sedangkan (APP Grup), PT Inhil Hutani Pratama, PT Ruas Utama Jaya, PT Arara Abadi, PT Suntara Gajah Pati, PT Bina Duta Laksana, PT Rimba Mandau Lestari dan PT Wana Rokan Bonai Perkasa.
Dari 14 kasus kejahatan Illegal Logging yang di SP3-kan oleh Polda Riau, tiga korporasi ada dalam kasus korupsi kehutanan yang ditangani KPK. PT Merbau Pelalawan Lestari (Korporasi dalam Kasus Azmun Jaafar, Asral Rachman dan Burhanuddin Husin), PT Madukoro (Korporasi dalam kasus terpidana Azmun Jaafar, terpidana Asral Rahman dan terdakwa Burhanuddin Husin) dan PT Rimba Mandau Lestari (Korporasi dalam kasus terpidana Asral, Arwin dan terdakwa Burhanuddin Husin).
Berdasarkan hasil perhitungan Satuan Tugas Pemberantas Mafia Hukum (Satgas PMH) pada 2012, kerugian negara karena hilangnya Nilai Kayu (log) pada 14 perusahaan IUPHHK-HT di Provinsi Riau sebesar Rp 73.364.544.000.000, dan total biaya kerugian Perusakan Lingkungan pada 14 perusahaan di Provinsi Riau adalah Rp 1.994.594.854.760.000.
Selain itu kajian Satgas PMH menyimpulkan bahwa terdapat 4 alasan untuk dapat membuka kembali SP3 tersebut:
- Penunjukan Ahli dari Kementerian Kehutanan Pusat dan Dinas Kehutanan Riau yang terdapat potensi konflik kepentingan justru dijadikan dasar untuk menilai sah atau tidaknya izin yang dikeluarkan.
- Pengabaian Ahli-Ahli Independen yang selama ini kesaksiannya digunakan oleh pengadilan dalam kasus-kasus illegal logging, dimana keterangan ahli tersebut setidaknya telah memperkuat upaya pemenuhan unsur-unsur pidana yang disangkakan.
- Ahli-ahli independen tersebut justru dihadirkan sendiri oleh penyidik namun kemudian pendapatnya tidak dipertimbangkan setelah ada petunjuk (P19) dari Jaksa. Kemudian terbit SP3 yang salah satu pertimbangannya menggunakan pendapat ahli dari Kementerian Kehutanan.
- Alasan penerbitan SP3 hanya terkait dengan tindak pidana kehutanan, sementara tindak pidana lingkungan hidup belum dipertimbangkan.
- Dengan demikian patut diduga terdapat kejanggalan dalam penerbitan SP3 tersebut.
Walaupun ada rekomendasi untuk membuka kembali SP3 14 korporasi illog, hingga kini Polda Riau belum berani membuka kembali.
- Membuka kembali SP3 15 korporasi karhutla
Pada Januari hingga Juli 2016, Polda Riau menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas 15 korporasi pelaku pembakar hutan dan lahan dengan alasan tidak cukup bukti. 15 perusahaannya adalah PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Sumatera Riang Lestari, PT Rimba Lazuardi, PT Suntara Gaja Pati, PT Siak Raya Timber, PT Hutani Sola Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Dexter Timber Perkasa Indah, PT Ruas Utama Jaya, KUD Bina Jaya Langgam (HTI) dan PT Alam Sari Lestari, PT Pan United, PT Riau Jaya Utama dan PT Parawira (Sawit).
Jikalahari menilai penerbitan SP3 atas 15 korporasi tersebut bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku seperti UU 32 tahun 2009 dan UU 41 jo UU 18 tahun 2013 tentag Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Kapolri (Perkap) No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Sepanjang September 2016, Jikalahari melakukan investigasi di 15 konsesi korporasi yang di SP3kan oleh Polda Riau. Hasil investigasi menemukan pertama, benar areal 15 korporasi terbakar pada 2015, kedua, dominan kebakaran di kawasan hutan bergambut, ketiga, kebakaran terulang di dalam konsesi perusahaan, keempat, bekas terbakar ditanami akasia dan sawit, kelima, areal korporasi terbakar dominan berkonflik, keenam, izin perusahaan telah dicabut, ketujuh, ada berbagai modus sebelum pembakaran hutan dan lahan, dan terakhir, korporasi berada dalam kawasan hutan.
Alasan tidak cukup bukti juga bertentangan dengan keterangan ahli Prof. Bambang Hero Saharjo yang menangani kasus tersebut yang disampaikan pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panja Karhutla DPR RI. Dalam RDP tersebut, Prof. Bambang dalam penjelasannya yang dituangkan dalam BAP ahli menerangkan berdasarkan hasil penelitiannya di laboratorium dan didukung pengamatan ke lapangan disimpulkan telah terjadi pembakaran dengan sengaja di areal tersebut.
SP3 juga melanggar instruksi Presiden (Inpres) No 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015. Dalam Inpres itu disebutkan Polri salah satunya, meningkatkan keterbukaan proses penegakan hukum di Kepolisian Republik Indonesia kepada masyarakat.
Lalu pada 18 Januari 2016, saat Presiden Jokowi taja Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2016 di Istana Negara. Salah satu isinya penegakan hukum. Jokowi menginstruksikan lakukan langkah tegas pada pembakar hutan dan lahan, baik administrasi, pidana maupun perdata, bukan menghentikan 15 perkara perusahaan pembakar hutan dan lahan.
- Menindaklanjuti laporan Jikalahari bersama Koalisi Rakyat Riau (KRR) terkait dugaan tindak pidana penggunaan kawasan hutan dan lahan secara illegal oleh 33 korporasi perkebunan kelapa sawit.
Pada 16 November 2016, Jikalahari bersama Koalisi Rakyat Riau (KRR) melaporkan dugaan tindak pidana penggunaan kawasan huan dan lahan secara illegal oleh 33 korporasi perkebunan kelapa sawit ke Polda Riau.
Laporan ini merupakan hasil analisis Jikalahari dan KRR atas temuan Pansus DPRD Riau, 33 korporasi tersebut melakukan penanaman kelapa sawit dalam kawasan hutan seluas 103.320 Hektar. Selain itu, juga melakukan penanaman kelapa sawit tanpa izin HGU seluas 203.977 hektar sehingga mengakibatkan kerugian negara sekira Rp2,5 Triliun.
Ke 33 Korporasi Perkebunan Kelapa Sawit tersebut adalah: PT Hutaean; PT Arya Rama Prakarsa; PT Adtya Palma Nusantara; PT Air Jernih; PT Eluan Mahkota; PT Egasuti Nasakti; PT Inti Kamparindo; PT Johan Sentosa; PT Sewangi Sawit Sejahtera; PT Surya Brata Sena; PT Peputra Supra Jaya; PT Inecda Plantation; PT Ganda Hera Hendana; PT Mekarsari Alam Lestari; PT Jatim Jaya Perkasa; PT Salim Ivomas Pratama; PT Cibaliung Tunggal Plantation; PT Kencana Amal Tani; PT Karisma Riau Sentosa; PT Seko Indah; PT Panca Agro Lestari; PT Siberida Subur; PT Palma Satu; PT Banyu Bening Utama; PT Duta Palma Nusantara; PT Cirenti Subur; PT Wana Jingga Timur; PT Perkebunan Nusantara V; PT Marita Makmur; PT Fortius Agro Wisata; PT Guntung Hasrat Makmur ; PT Guntung Idaman Nusa; dan PT Bumi Palma Lestari Persada.
- Menindaklanjuti laporan Jikalahari bersama masyarakat Desa Sotol terkait dugaan tindak pidana kehutanan yang dilakukan oleh PT Mitra Unggul Pusaka (PT MUP).
Pada 28 Februari 2018, Jikalahari bersama masyarakat Desa Sotol melaporkan dugaan tindak pidana kehutanan yang dilakukan oleh PT Mitra Unggul Pusaka (PT MUP) ke Polda Riau. PT MUP diduga telah melakukan penanaman sawit didalam kawasan hutan dengan fungsi hutan produksi tetap. PT MUP juga diduga menerima/membeli Tandan Buah Segar (TBS) yang bersumber dari kawasan hutan milik KUD Pematang Sawit.
PT MUP diduga melanggar pasal 17 ayat (2) huruf b. Jo Pasal 92 ayat (2) huruf b. UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Yang berbunyi : Setiap orang dilarang melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan, dengan pidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda paling sedikit dua puluh miliar rupiah dan paling banyak lima puluh miliar rupiah.
Hasil pengecekan lapangan, Lokasi PT MUP benar berada dalam kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi Tetap, PT MUP juga menerima TBS dari KUD Pematang Sawit dimana hal itu terungkap pada persidangan KUD Pematang Sawit yang sedang berlangsung di PN Pelalawan. Namun hingga kini belum ada tindak lanjut dari Polda Riau.
- Menindaklanjuti laporan Eyes On the Forest (EoF) terkait dugaan tindak pidana pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang dilakukan oleh 49 korporasi HTI dan Sawit.
Pada Jum’at 18 November 2016 Kapolda Riau, Brigjend Zulkarnaen Adinegara menerima langsung laporan dugaan tindak pidana pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang disampaikan oleh Koalisi Eyes On the Forest (EoF) di Mapolda Riau.
Saat menerima laporan tersebut, Zulkarnain didampingi Dir Intelkam AKBP Jati Wiyoto Abhadie, Wadireskrimsus AKBP Ari Rahman Nafarin, Kabid Hukum AKBP Denny Siahaan SH, Kabid Operasional Kombes Abdul Hafidh Yuhas. Kapolda Riau Zulkarnaen berterimakasih atas informasi laporan kepada pelapor dan laporan tersebut akan menjadi data untuk penyidik Polda Riau.
Bahkan Kapolda Zulkarnain memerintahkan Wadireskrimsus, Ari Rahman untuk memberikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada Pelapor (EOF). Kapolda Zulkarnain meminta kepada jajarannya, setidaknya satu perusahaan sawit dan HTI yang benar-benar kesalahan telak untuk bisa disidik sampai ke P21. Ari rahman mengatakan bahwa dugaan kasus karhutla ini akan ditanngani di divisi IV di Direskrimsus. Namun hingga kini belum ada satupun perusahaan baik sawit maupun HTI ditetapkan sebagai tersangka.
Adapun 49 korporasi tersebut ialah: PT Rimba Rokan Lestari (HTI), PT Riau Andalan Pulp and Paper (HTI), PT Sinar Sawit Sejahtera (Sawit), PT Andika Permata Sawit Lestari (Sawit), PT Raja Garuda Mas Sejati (Sawit), PT Pan United (Sawit), PT Riau Jaya Utama (Sawit), PT Parawira (Sawit), PT Alam Sari Lestari (Sawit), PT Hutani Sola Lestari (HPH), PT Bina Duta Laksana (HTI), PT Perawang Sukses Perkasa Industri (HTI), PT Sumatera Riang Lestari (HTI), PT Rimba Lazuardi (HTI), PT Suntara Gaja Pati (HTI), PT Siak Raya Timber (HTI), PT Bukit Raya Pelalawan (HTI), PT Dexter Timber Perkasa Indonesia (HTI), PT Ruas Utama Jaya (HTI), KUD Bina Jaya Langgam (HTI), PT Putri Lindung Bulan (HTI), PT Arara Abadi Distrik Duri (HTI), PT Arara Abadi Distrik Minas (HTI), PT Arara Abadi Distrik Nilo (HTI), PT Arara Abadi Distrik Pelalawan – Malako (HTI), PT Arara Abadi Distrik Pulau Muda – Merawang (HTI), PT Arara Abadi Distrik Siak Berbari (HTI), PT Artelindo Wiratama (HTI), PT Bukit Batabuh Sei Indah (HTI), PT Citra Sumber Sejahtera (HTI), PT Nusa Prima Manunggal / RGMS (HTI), PT Sumatera Riang Lestari Blok IV Rupat (HTI), PT Rimba Rokan Perkasa (HTI), PT Satria Perkasa Agung (HTI), CV Nirmala (Sawit), PT Agroraya Gematrans (Sawit), PT Bertuah Anekayasa (Sawit), PT Bumireksa Nusa Sejati (Sawit), PT Duet Rija (Sawit), PT Guntung Hasrat Makmur (Sawit), PT Pancasurya Agrindo (Sawit), PT Peputra Supra Jaya (Sawit), PT Pusaka Mega Bumi Nusantara (Sawit), PT Runggu Pring Jaya (Sawit), PT Setia Agrindo Lestari (Sawit), PT Tesso Indah (Sawit), PT Langgam inti Hibrindo (Sawit), PT Triomas FDI (HTI) dan PT Seraya Sumber Lestari (HTI)
Temuan di atas menunjukkan;
Pertama, korporasi HTI punya kekebalan hukum. Pernah jadi tersangka, di tengah jalan perkaranya dihentikan. Akhirnya Kapolda yang bertugas di Riau tidak berani menyentuhnya, dan malah bekerjasama dalam banyak hal salah satunya membuat maklumat terkait karhutla.
Kedua, dalam perkara karhutla, Polda Riau hanya berani menetapkab korporasi yang notabene pemain kecil. Meski terjadi kargutla di areal HTI, Polda Riau langsung memberikan keistimewaan pada korporasi HTI
Ketiga, perkara-perkara yang melibatkan korporasi dan cukong besar jelas-jelas melakukan tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan juga lamban direspon Polda Riau. Kelambanan ini selain persoalan minimnya dana juga terkait persoalan tekanan politik.
“Isu-isu itu mesti dibahas dalam fit and proper test lalu memastikan penegakan hukum terhadap mafia hutan termasuk jenderal yang membekingi ditindak tegas tanpa kompromi, seperti tindakan Listyo Sigit menetapkan Taipan dan jenderal polisi yang membekinginya,” kata Made Ali.
Narahubung:
Made Ali, Koordinator Jikalahari—0812 7531 1009
Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi—0812 6111 6340