PEKANBARU, 19 NOVEMBER 2020— Komitmen APRIL2030 adalah bentuk kamuflase dan pembohongan pada publik. Berkaca pada komitmen SFMP 2014 – 2020, saat APRIL hendak bertaubat merusak hutan alam, gambut, habitat flora dan fauna serta menyelesaikan konflik masyarakat adat dan tempatan, nyatanya hanya bualan di atas kertas dan konferensi – konferensi yang digelar APRIL.
Saat pemerintah Indonesia menjadikan areal bekas terbakar di konsesi APRIL seluas 28.706,81 Ha yang masuk dalam zona prioritas restorasi BRG menjadi fungsi lindung gambut pada 2017, APRIL justru menggugat KLHK ke Pengadilan Tata Usaha Negara, mengancam PHK massal hingga mengorganisir buruh perusahaan untuk aksi besar-besaran serta melobby Menteri Perindustrian dan Gubernur Riau untuk melawan Negara. Padahal komitmen SFMP APRIL adalah melindungi gambut dan menghentikan kerusakan gambut.
“Pembangkangan APRIL terhadap negara ini justru bertentangan dengan SFMP 2.0 poin VIII a, memastikan kembali komitmennya untuk mematuhi semua hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Made Ali, koordinator Jikalahari.
Pada 17 November 2020, APRIL meluncurkan Komitmen APRIL2030 yang dikembangkan dari komitmen SFMP 2.0. Jikalahari menilai klaim-klaim APRIL mulai dari COVID-19 hingga mendukung pembangunan berkelanjutan di tingkat nasional dan daerah tidak benar:
Terkait COVID-19. APRIL salah satu penyebab penyebaran zoonosis. Sejak beroperasi, APRIL telah menebang hutan alam, membakar hutan, merusak gambut dan habitat satwa liar termasuk keanekaragaman hayati.
Sebuah riset yang dipublikasin di jurnal Proceedings of Royal Society menyebut aktifitas manusia berupa perburuan illegal (eksploitasi) satwa liar dan perusakan habitat alami (keanekaragaman hayati) adalah faktor yang mendasari berlimpahnya penyakit menular atau zoonosis. Zoonosis merupakan wabah yang disebabkan oleh penularan virus hewan liar ke manusia.
Studi ini menemukan: 70 persen penyakit manusia adalah zoonosis seperti wabah virus corona alias Covid 19, 140 virus telah ditularkan dari hewan ke manusia dan hewan tersebut masuk dalam daftar Merah Spesies terancam punah IUCN.
Terkait investasi berkelanjutan dalam iklim, alam dan pembangunan, mustahil dicapai jika APRIL tidak mengembalikan hutan tanah masyarakat adat dan tempatan yang mereka rampas.
Terkait APRIL dapat mencapai nol emisi karbon bersih dari penggunaan lahan, mustahil tercapai jika APRIL masih menanam dan menebang akasia atau eukaliptus diatas lahan gambut.
Terkait menghapus kemiskinan ekstrim pada masyarakat di sekitar wilayah operasional, mustahil tercapai karena hutan tanah yang dirampas oleh APRIL sesungguhnya sumber lapangan pekerjaan dan kehidupan masyarakat. Hasil penelitian Jikalahari pada 2012 Menemukan tingkat kemiskinan tertinggi berada di Pelalawan, dengan persentase penduduk miskin mencapai 14%, padahal pusat kegiatan APRIL dan 77 % atau seluas 566,512 hektar areal izin HTI di Pelalawan.
Terkait mendukung pencapauan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s) di tingkat nasional serta regional di Riau. APRIL melakukan pembohongan publik mendukung SDG’s. yang terjadi, APRIL bukan hanya membiayai penyusunan Pergub Nomor 33 tahun 2018 tentang Rencana Aksi Daerah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/ Sustainable Develovment Goals (SDGs) Provinsi Riau Tahun 2017-2019 juga mengintervensi isi Pergub berupa:
Pertama, tidak memasukkan hotspot di dalam konsesi APRIL sepanjang 2010 – 2016, termasuk tidak memasukkan deforestasi dan kerusakan gambut dan DAS sepanjang APRIL beroperasi (Hal 47 – 48 Lampiran Pergub No 33 tahun 2018). Temuan Jikalahari, menemukan hotspot sepanjang 2010 – 2019 total 16.029 titik hotspot dengan confidance di atas 70 persen ada 6.966 titik hotspot di areal APRIL dan hasil investigasi lapangan sepanjang 2010 – 2019, APRIL menebang hutan alam, membakar hutan dan lahan dan menggunakan koperasi untuk menebang hutan alam. Bencana karhutla dan banjir yang terjadi di Riau kontributor terbesarnya adalah APRIL.
Kedua, tidak memasukkan APRIL sebagai penyebab kerusakan hutan yang meningkat di Riau di dalam Lampiran Pergub No 33 tahun 2018 halaman 51 – 53. Hasil riset Jikalahari menunjukkan sepanjang 2009-2019 APRIL beroperasi di Riau, seluas 303.249,71 ha hutan alam telah ditebang dan beralih fungsi menjadi konsesi akasia dan eukaliptus.
Ketiga, tidak memasukkan APRIL sebagai penyebab permasalahan dan tantangan pilar lingkungan di halaman 61 Lampiran Pergub No 33 Tahun 2018. Fakta menunjukkan tingkat kerusakan DAS di Riau meningkat hingga menyebabkan banjir karena ditebangnya hutan alam oleh APRIL. Termasuk penyebab menurunnya kualitas dan tercemarnya DAS karena limbah yang dibuang ke sungai oleh APRIL. Bahkan pengelolaan sempadan sungai yang tidak baik menjadi penyebab utama banjir dan rusaknya DAS.
Untuk mencapai APRIL2030, ada 4 hal yang akan dilakukan APRIL, 3 diantaranya yang menjadi kritikan Jikalahari:
Pertama memperluas komitmen pada konservasi dan restorasi hutan. Intinya APRIL hendak melestarikan satu hektar hutan untuk setiap hektar HTI dan mendukung inisiatif konservasi dan restorasi dengan menyiapkan pendanaan setiap ton serat sekitar US$ 10 juta per tahun untuk investasi di bidang lingkungan.
Rencana APRIL untuk melestarikan satu hektar hutan untuk setiap hektar HTI akan menambah luasan izin APRIL di luar izin yang ada saat ini dengan skema restorasi. Ini akan merampas kawasan hutan tanah milik masyarakat adat dan tempatan, meningkatkan konflik serta ‘menyerobot’ areal perhutanan sosial yang dikelola masyarakat bahkan hutan lindung. Harusnya konservasi dan restorasi hutan ini dilakukan di dalam izin konsesi APRIL. Terkait pendanaan investasi di bidang lingkungan, harusnya dana itu disetorkan ke Negara untuk biaya pelestarian hutan.
Kedua mendukung perlindungan satwa liar. Intinya APRIL hendak melindungi satwa liar di kawasan konservasi dan restorasi berkolaborasi bersama Wildlife Conservation Society dan Partner Flora & Fauna International.
Bagaimana caranya APRIL mengembalikan habitat satwa liar yang telah mereka rusak dan ditanami akasia? Temuan Jikalahari satwa-satwa liar banyak berkeliaran di lokasi akasia APRIL. Itu menandakan areal tersebut adalah habitat mereka yang telah dirusak. Kalau hanya mengandalkan WCS dan FFI menyelamatkan satwa liar di areal Restorasi Ekosistem Riau (RER) APRIL, percuma saja, karena RER tersebut memang habitat asli mereka yang belum rusak.
Temuan Jikalahari, justru APRIL gagal dalam melindungi satwa langka dari ancaman perburuan di dalam kawasan RER, akibatnya seekor Harimau Sumatera terjerat seling baja milik pemburu di konsesi PT GCN pada 24 Maret 2019.
Ketiga pembangunan pusat penelitian lahan gambut tropis, Eco Research Camp di Semenanjung Kampar yang menyediakan fasilitas penelitian dari ilmuwan, akademisi serta pemangku kepentingan yang ingin mendapatkan pengalaman langsung terkait proses restorasi ekosistem di lapangan.
Harusnya pembangunan pusat penelitian lahan gambut dibangun di areal gambut yang telah rusak, sehingga penelitian yang dilakukan mencari cara untuk memperbaiki gambut yang telah dirusak oleh APRIL serta upaya restorasi ekosistem gambut yang efektif.
“Tahun-tahun berikutnya jelang implementasi APRIL2030 adalah tahun-tahun APRIL melakukan greenwashing dan membohongi publik. Pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan global jangan mau ditipu APRIL dengan pendekatan komitmen APRIL2030, publik harus mencari informasi apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan yang selama ini disembunyikan oleh APRIL untuk menutupi kejahatannya berupa korupsi, money loundring, merusak hutan alam dan merampas wilayah masyarakat adat serta merusak keanekaragaman hayati.”
Narahubung:
Made Ali, Koordinator Jikalahari —081275311009
Aldo, Staf Kampanye dan Advokasi—0812 6111 6340