Selasa,23 Agustus 2016–Jikalahari berbelasungkawa atas kematian satu lagi pejuang lingkungan hidup Pratu Wahyudi, yang meninggal saat memadamkan api di areal terbakar di Rokan Hilir.
Kematian Pratu Wahyudi, prajurit TNI Denrudal Dumai menambah daftar korban akibat karhutla: 5 warga meninggal (2015), 97.139 warga terkena ISPA dan kerugian ekonomi Rp 21 triliun. “Belum lagi kerugian ekologis,” kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari.
“Timbulnya korban akibat karhutla karena pemerintah pusat dan daerah tidak menyelesaikan persoalan Hulu karhutla,” kata Woro. Persoalan Hulu; review izin monopoli kawasan hutan dan lahan oleh korporasi, pengukuhan kawasan hutan, menyelesaikan konflik agraria, memperluasnya ruang kelola rakyat dan mengembalikan hutan tanah masyarakat adat, “termasuk membuka kembali SP3 15 korporasi pembakar hutan dan lahan oleh Polda Riau.”
“Pemerintah hanya fokus pada persoalan hilir, yaitu memadamkan api, namun namun melupakan pembenahan yang lebih sistematis di hulu persoalan. Padahal jika pembenahan di hulu diprioritaskan, jatuhnya korban bertambah dapat dicegah,”kata Woro.
“Karena soalan Hulu tak ada progres, korporasi dan Cukong nyaman nyaman saja membakar hutan dan lahan,” kata Woro.
Jikalahari merekomendasikan kepada Presiden Jokowi segera bentuk Badan Khusus Menyelesaikan persoalan tata kelola lingkungan hidup, kehutanan dan lahan. Dengan kerja khusus persoalan Hulu. “Karena KLHK dan Pemda Riau tak sanggup melawan korporasi dan Cukong. Kita butuh Presiden langsung turun tangan, sebagai wujud negara hadir.”
Narahubung:
1. Woro Supartinah, koordinator Jikalahari (081317566965)
2. Okto Yugo Setiyo, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari (085374856435)