Catatan Akhir Tahun 2012 Jikalahari
Korporasi HTI Melakukan Praktek Extra Ordinary Crime di Riau
JIKALAHARI merilis Catatan Akhir Tahun 2012 bertajuk Presiden SBY, Menhut RI dan Penegak Hukum RI Tidak Tuntas Memerangi praktek extra ordinary crime sektor Kehutanan di Riau.
“Mengapa korporasi sengaja melakukan praktek tersebut? Hasil kajian kita menunjukkan karena keuntungan luar biasa besar: Rp 1.994 triliun (SP3 Illog Riau tahun 2008) dan Rp 3 Triliun (korupsi kehutanan), ” kata Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari.
Dalam Catatan Akhir Tahun itu terekam tiga tahun terakhir (pada 2009-2012), Riau kehilangan hutan alam sebesar 0,5 juta hekatre, dengan laju deforestasi pertahun sebesar 188 ribu hectare pertahun. Kini sisa hutan alam Riau hanya tersisa 2,005 juta hekatre atau 22,5 persen dari luas daratan.
“Laju deforestasi tiga tahun terakhir lebih besar dari laju deforestasi tahun 2005-2007 sebesar 160 ribu hekatre pertahun. Angka ini memperlihatkan tidak berkurangnya laju deforestasi dan degradasi secara signifikan bahkan meningkat tajam meskipun ada kebijakan moratorium,” kata Muslim, koordinator Jikalahari. Hutan alam itu, untuk bahan baku industri pulp and paper terbesar di Asia Tenggara, APP dan APRIL.
Jikalahari adalah lembaga berbentuk jaringan berdiri pada tahun 2002, beranggotkan 22 lembaga. Tujuh mahasiswa pencinta alam, sisanya lembaga swadaya masyarakat. Sejak berdiri Jikalahari konsen menyelamatkan dan menghambat laju deforestasi sisa hutan Riau serta mengadvokasi hak-hak masyarakat sekitar hutan.
Catatan setebal 12 halaman, menerangkan fakta penghancuran hutan alam Riau ini jelas bertentangan dengan komitmen pemerintahan SBY untuk mengurangi emisi CO2 dari deforestasi dan degradasi hutan, yang selalu digembar-gemborkan hingga ke manca Negara.
Penghancur hutan alam terbesar di Riau adalah korporasi atau perusahaan sektor Hutan Tanaman Industri (HTI). Itu lantran pembangunan HTI di provinsi Riau tidak mengindahkan prinsip pengelolaan hutan lestari. Faktanya perusahaan tidak melakukan praktek bisnis yang benar sesuai standar Hak Asasi Manusia. Sejumlah Legalitas korporasi bermasalah, berkonflik dengan warga dan terjadi kerusakan serta pencemaran lingkungan.
Parahnya lagi, Korporasi dibiarkan merusak citra hukum Indonesia dengan cara melakukan serangkaian kejahatan sistematis maha dahsyat; Pelanggaran hukum administratiif, Kejahatana kehutanan, Kejahatan Korupsi, hingga dugaan Kejahatan Pencucian Uang. Praktek pembiaran ini terjadi sejak tahun 2008 hingga jelang tutup akhir tahun 2012. Sepanjang 2012, jikalahari merekam kasus kejahatan korporasi dan konflik korporasi dengan rakyat.
Kasus kejahatan korporasi; efektifitas moratorium revisi PIPIB 3 dipertanyakan, KPK membiarkan korporasi bebas merusak hutan alam dalam korupsi sektor kehutanan, tiga tahun SP3 Illog Riau tahun 2008 dibiarkan Presiden SBY.
Konflik korporasi dengan rakyat: Satu warga meninggal di kanal PT Suntara Gaja Pati/APP Tidak ditindaklanjuti penegak hukum, PT RAPP/APRIL merusak 70 sepeda motor, melukai 15 warga di Gunung Sahilan Polisi tak satupun menetapkan karyawan korporasi sebagai tersangka, PT Sumatera Riang Lestari/ APRIL menebang hutan alam dan berkonflik dengan masyarakat, dan Di Pulau Padang rakyat menolak kehadiran PT RAPP/APRIL dan rakyat temukan PT RAPP melanggar SK Menhut dan Menhut membiarkan saja.
Hasil riset dan investigasi Jikalahari sepuluh tahun terakhir, menemukan persoalan illegal logging dan korupsi kehutanan masih terkait dengan soalan dasar yang belum berhasil diselesaikan negara ini; RTRW tidak kunjung tuntas, tumpang tindih perizinan dan pengukuhan tata batas kawasahn hutan yang belum selesai.
“Intinya tata kelola hutan semrawut. Akibatnya, kejahatan kehutanan dan korupsi kehutanan muncul hingga merugikan keuangan negara, penderitaan masyarakat sekitar hutan dan merusak lingkungan hidup,” terang Muslim.
Muslim menyimpulkan, upaya penangganan kasus kejahatan kehutanan dan perbaikan tata kelola kehutanan yang telah dilakukan pemerintah dirasa masih belum menampakan hasil optimal, karena Pertama, tidak berkurangnya tingkat degredasi dan deforestasi secara signifikan. Kedua, proses penegakan hukum yang masih belum memiliki kemampuan untuk memberikan efek jera kepada pelaku terutama dalang (mastermind) dari pelaku tindak pidana illegal logging.
“Dampak dari indikasi tersebut mengakibatkan modus dan praktek kejahatan kehutanan berkembang selangkah lebih maju dari proses penanganannya.” ***
Informasi lebih lanjut sila hubungi:
Muslim Rasyid, Koordinator Jikalahari (08127637233)