Pekanbaru, 3 April 2024—Jelang hari raya Idul Fitri 2024, kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) meningkat di Riau. Data BPBD provinsi dan sembilan Kabupaten/Kota di Riau merilis lahan yang terbakar sepanjang Januari – Maret seluas 285,88 ha. Paling luas terbakar di Kabupaten Kepulauan Meranti seluas 128 ha atau 45% dari luas karhutla di Riau.
Hasil analisis Jikalahari melalui satelit Terra Aqua Modis dengan confidance 70 – 100% sepanjang Ramadhan hotspot menyumbang angka yang cukup besar sekitar 75% dari total angka hotspot sepanjang Januari – April 2024 dengan total 92 titik, 68 titik diantaranya muncul pada Maret.
Sebanyak 13 titik berada di korporasi HTI dan sawit, sisanya berada di kawasan non korporasi. Ada 86 titik atau 93% berada di kawasan gambut dengan kedalaman 1-4 meter. Hotspot tersebar di Kota Dumai, Bengkalis, Siak, Kep. Meranti, Pelalawan, Kampar, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Rokan Hulu dan Rokan Hilir. Paling banyak berada di Kota Dumai.
Jikalahari menilai, karhutla terus meluas karena tidak dilakukan pencegahan sejak awal. Padahal Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengingatkan 2024 akan lebih panas dari 2023. “Sejak BMKG merilis terkait potensi kemarau 2024, Gubernur Riau saat itu Edy Natar Nasution maupun PJ Gubernur SF Hariyanto tidak melakukan tindakan pencegahan karhutla,”kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.
SF Hariyanto hanya fokus dalam kegiatan penanganan kebakaran berupa menetapkan status siaga darurat karhutla, meminta bantuan helikopter dan pesawat TMC dari pusat dan meminta bupati segera menetapkan status siaga darurat karhutla untuk mendapatkan dana belanja tak terduga (BTT) yang bersumber dari APBD.
Penetapan status siaga darurat karhutla merupakan kebiasaan gubernur-gubernur di Riau sebelumnya untuk mendapatkan bantuan pendanaan dari pusat, harusnya SF Hariyanto tidak mengikuti kebiasaan buruk gubernur sebelumnya, fokus terhadap pencegahan sesuai Perda No 1 Tahun 2019 tentang Pedoman Tekhnis Penanggulangan Karhutla.
“PJ Gubernur SF Hariyanto hanya mengulang kegagalan penanganan Karhutla Gubernur-gubernur sebelumnya. Hingga detik ini belum ada satupun Gubernur Riau yang berhasil menghentikan karhutla secara permanen,” kata Made Ali.”Kesengajaan tidak menghentikan karhutla secara permanen bentuk ketidakberpihakan Gubernur kepada masyarakat Riau yang miskin dan rentan terhadap penyakit ISPA, termasuk pemenuhan terhadap masyarakat Riau yang berhak atas hak asasi atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.”
Perda Nomor 1 Tahun 2019 ini berisi mulai dari pencegahan, penanggulangan, dan penanganan pasca kebarakan hutan dan/atau lahan termasuk sarana prasarana, pengawasan, kelembagaan, peran masyarakat, pembiayaan, ketentuan penyidikan, dan ketentuan pidana.
Terkait pencegahan:
Pertama, penataan lahan gambut. Dalam perda ini mewajibkan pemerintah daerah melakukan (1) penataan ulang pengelolaan dan pemanfaatan gambut sesuai peruntukan tata ruang wilayah dan provinsi, (2) peninjauan ulang perizinan gambut, (3) menyusun rencana pengelolaan dan pemanfaatan gambut.
Kedua, audit kepatuhan. Setiap pemegang wajib melakukan audit kepatuhan ketersediaan sarana dan prasarana pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan setiap dua tahun sekali dengan melibatkan pemerintah daerah, hasil audit kepatuhan disampaikan kepada masyarakat sebagai informasi publik melalui media cetak dan elektronik.
Ketiga, pengawasan pemerintah daerah. Pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan, evaluasi dan monitoring terhadap kelengkapan dan kondisi sarana dan prasarana pengendalian kebakaran hutan dan/atau lahan terhadap setiap pemegang izin secara berkala paling sedikit enam bulan sekali dengan melibatkan perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat dibidang lingkungan hidup.
“Selama 35 hari menjabat sebagai PJ Gubernur Riau, SF Hariyanto hanya fokus pada kegiatan pemadaman dan yang berhubungan dengan pendanaan, baik bersumber dari pusat maupun APBD. SF Hariyanto harus berani melakukan penataan lahan gambut, audit kepatuhan korporasi, pengawasan dan evaluasi serta monitoring terhadap korporasi. Ini tidak pernah dilakukan oleh gubernur sebelumnya untuk menghentikan karhutla,” kata Made Ali.
Jikalahari mengusulkan kepada Presiden untuk memperbaiki model penetapan siaga darurat yang dilakukan oleh Gubernur. Sebab, dengan penetapan Siaga Darurat Karhutla, seolah olah penanganan Karhutla hanya berfokus pada pemadaman.
Mendagri dan KLHK perlu perbaiki model penetapan siaga darurat oleh Gubernur Riau, sebab ini menjadi andalan Gubernur untuk melepas tanggungjawabnya pada pusat. Mendagri dan KLHK perlu mengevaluasi kinerja Gubernur Riau dalam hal pencegahan karhutla, termasuk pendanaan pencegahan karhutla. Bila, pencegahan karhutla tidak ditangani dengan serius oleh Gubernur, Mendagri dapat mengevaluasi bila perlu memberikan sanksi.
Narahubung:
Made Ali, Koordinator Jikalahari —0812 7531 1009
Arpiyan, Staf Kampanye dan Advokasi—0812 6111 634