PEKANBARU, SELASA 28 JANUARI 2014—Jikalahari dan Walhi Riau menilai peluncuran Sustainable Forest Management Policy atau Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, yang diluncurkan APRIL pada hari ini (Selasa 28 Januari 2014) di Jakarta, merupakan muslihat untuk menghancurkan hutan alam yang tersisa di izin-izin mereka yang masih bermasalah secara hukum terutama di Propinsi Riau. “Buktinya, salah satu policy APRIL, baru berhenti menghancurkan hutan alam Riau setelah tahun 2019,” kata Muslim Rasyid, Kooredinator Jikalahari.
“Kebijakan ini bagian dari kebijakan HCVF yang seperti biasanya mereka langgar, dan tidak signifikan dengan upaya penyelamatan hutan.” Semenanjung Kampar dan Pulau Padang merupakan kawasan HCVF berdasarkan hasil penelitian APRIL, namun kawasan itu tetap saja mereka konversi menjadi hutan tanaman berupa akasia. “Kami meminta jaringan HCFV Network untuk meluruskan pengertian HCVF yang dipahami oleh APRIL. Sebab, inti HCFV salah satunya tidak boleh menebang hutan alam di kawasan HCFV. Namun APRIL tetap menebang hutan alam,” lanjut Muslim, “APRIL juga merusk kawasan gambut seluruh konsesi mereka di Riau termasuk pulau-pulau kecil.”
“Sekali lagi ini muslihat kotor APRIL agar tidak dikeluarkan dari World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), karena dianggap tidak punya komitmen bisnis ramah lingkungan dan berkelanjutan,” kata Musim Rasyid, Koordinator Jikalahari.
Sepekan sebelumnya, Asia Pacific Resources International Limited (APRIL) terancam dikeluarkan dari keanggotaan World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), atau Dewan Bisnis Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan. WBCSD sebuah organisasi beranggotakan 200 perusahaan besar di seluruh dunia yang membuat komitmen bisnis ramah lingkungan dan berkelanjutan. Enam poin kebijakan Sustainable Forest Management Policy, sama sekali tidak menyinggung kejahatan korporasi maha dahsyat APRIL. “Seolah-olah dengan Sustainable Forest Management Policy, APRIL “bersih” dari kejahatan mahadahsyat,” tegas Muslim Rasyid.
APRIL bersama 17 perusahaannya di Riau juga terlibat dalam kasus korupsi kehutanan karena menyuruh anak-anak perusahaannya menebang hutan alam di Kabupaten Pelalawan dan Siak untuk bahan baku pulp and paper, dengan total kerugian Negara senilai setidaknya satu triliun rupiah. “Tujuh perusahaan APRIL juga terlibat kasus illegal logging dan penghancuran lingkungan hidup tahun 2006 yang direkturnya dijadikan tersangka oleh Polda Riau era Irjen Pol Sutjiptadi,” kata Riko Kurniawan, Eksekutif Daerah Walhi Riau.
APRIL juga merusak ekologis di Riau, buktinya,” Sejak September 2013 hingga saat ini sidang gugatan perbuatan melawa hukum sedang berlangsung di Pekanbaru, di mana Kementerian Lingkungan Hidup menggugat PT Merbau Pelalawan Lestari (anak usaha APRIL) melakukan perusakan lingkungan hidup sehingga merugikan lingkungan hidup senilai Rp 16 Triliun,” lanjut Riko.
Selain merusak lingkungan hidup berupa gambut sangat dalam, terlibat korupsi kehutanan, illegal logging, pembakaran hutan dan lahan, APRIL juga terlibat konflik dengan masyarakat tempatan. “Seperti kehadiran PT RAPP di Teluk Meranti, PT RAPP di Pulau Padang, Mitra mereka PT Sumatera Riang Lestari berkonflik di Pulau Rupat dan Pulau Ragsang.
Dalam Komitmen ini kami tidak melihat ada komitmen yang jelas tentang penyelesaian konflik dengan pengakuan hak-hak hidup masyarakat di konsesi mereka,” tegas Riko Kurniawan. Jikalahari dan Walhi Riau menilai, seharusnya kebijakan APRIL yaitu, menghentikan seluruh pasokan bahan baku dari hutan alam dan menurunkan kapasitas produksi sesuai dengan eksisting produksi akasia yang saat ini mereka kelola. ***
Wawancara lebih lanjut sila hubungi:
Muslim Rasyid, 08127637233
Riko Kurniawan, 081371302269