Pekanbaru, 22 Juni 2020— Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau menerima laporan Jikalahari perihal PT Arara Abadi tidak mengakui tanah ulayat masyarakat Adat Sakai dalam perkara kriminalisasi Bongku Bin Alm Jelodan.
Laporan Jikalahari langsung diterima Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) Datuk Seri Al Azhar dan Ketua Dewan Pengurus Harian (DPH) Datuk Seri Syahril Abu Bakar di ruangan Ketua MKA pada Jumat 19 Juni 2020 petang.
Datuk Seri Al Azhar menyampaikan, pertama, secara historis dan kultural masyarakat adat Sakai telah ada sebelum PT Arara Abadi dan Grup APP beroperasi di Riau. Kedua, LAM Riau menyesalkan pernyataan perusahaan tersebut yang tidak mengakui tanah ulayat adat Sakai. Ketiga, LAM Riau sedang memperjuangkan dan memulihkan hak-hak masyarakat adat di Riau. Keempat, terkait kriminalisasi Bongku selayaknya tidak perlu masuk ke ranah pidana karena yang dikerjakan Bongku menanam ubi menggalo di dalam konsesi PT Arara Abadi adalah perbuatan kultural yang turun dari nenek moyang masyarakat adat Sakai.
“LAM Riau segera memanggil PT Arara Abadi untuk mengklarifikasi pernyataannya yang tidak mengakui tanah ulayat Sakai dalam konsesi mereka,” kata Datuk Seri Al Azhar.
Jikalahari mendesak Lembaga Adat Melayu (LAM) Propinsi Riau memanggil dan memeriksa PT Arara Abadi yang tidak mengakui keberadaan wilayah dan hak ulayat masyarakat adat di Propinsi Riau. “Bila perlu LAM Riau menghukum adat PT Arara Abadi berupa mengembalikan hutan tanah masyarakat adat Sakai yang selama ini telah dirusak,” kata Made Ali, Koordinator Jikalahari.
Keterangan sebagai Saksi dalam perkara Bongku bin Alm Jelodan, Usman Marzuki dan Sudarta menyampaikan; “Di Petak D0404 Km 42 Desa Koto Pait Beringin Kecamatan Talang Mandau Kabupaten Bengkalis atau di lokasi atau areal yang dikerjakan atau dikuasai oleh terdakwa Bongku saat ini tidak ada hak ulayat, karena setahu saya peta lahan Ulayat untuk daerah Distrik II Petak D0404 Desa Koto Pait Beringin Kecamatan Talang Mandau Kabupaten Bengkalis tidak ada terdaftar pada Dinas Kehutanan Bengkalis maupun di Peta lahan milik PT Arara Abadi.” (Halaman 10 dan 14 Putusan No 89/Pid.B/LH/2020/PN.Bls). Marzuki adalah anggota Security PT AA, Sudarta adalah Koordinator Planning Survei PT AA distrik Duri II.
Padahal keberadaan wilayah adat masyarakat Sakai diakui di dalam Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Bengkalis Tahun 2005-2025 pada poin 2.1.4.4 kebudayaan yaitu, di Kabupaten Bengkalis juga terdapat suku asli yang mendiami pesisir pantai dan kawasan hutan yang kehidupannya masih sederhana, seperti Suku Sakai, Suku Laut, Suku Akit, Suku Bonai, Suku Hutan dan dalam hal ini Pemerintah Bengkalis telah melakukan pembinaan setiap tahunnya.
Keterangan saksi Usman dan Sudarta bertentangan dengan RPJP Bengkalis 2005-2025; Perda 10/2015 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya; Perda 10/2018 tentang Pedoman Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Permen LHK P21/2019 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak termasuk Putusan MK 35/PUU-X/2012 dan Putusan MK 95/PUU-XII/2014 secara gamblang menyebut, hukum telah mengakui keberadaan hak ulayat maupun wilayah masyarakat hukum adat.
“Secara administrasi hukum, masyarakat Sakai belum “didaftarkan” atau “tidak terdaftar” pada instansi pemerintah, bukan kesalahan Bongku atau masyarakat Sakai. Itu murni kesalahan pemerintah daerah karena belum menetapkan Perda. Secara hukum ketatanegaraan masyarakat adat telah diakui dalam sistem hukum Indonesia,” kata Made Ali.
Narahubung:
Made Ali, Koordinator Jikalahari 081275311009
Arpiyan Sargita, Staf Kampanye dan Advokasi Jikalahari 0812 6111 6340